Senin, 08 Juni 2015

Laporan KKN ( A.Hatimi )

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ditengah kemajuan zaman, bangsa indonesia masih diselimuti cita-cita ingin menjadi bangsa yang maju dan beasar di mata dunia. Tidak hanya dari kualitas tetapi juga dari kualitas sumber daya manusia, alam serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya. Lemahnya kualitas pendidikan yang dilengkapi dengan krisis multi dimensialyang dihadapi bangsa ini tentunya menjadi kendala untuk mewujudkan cita-citanya menjadi bangsa yang maju, unggul dan berpengaruh di mata dunia. Untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut segala potensi Sumber Daya Manusia harus terus digali, dikembalikan dan diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat sehingga tercipta masyarakat yang cerdas, dinamis, kreatif, progresif dan inovatif. Salah satu cara untuk mewujudkan cita-cita tersebut adalah dengan peran aktif mahasiswa dalam rangka membangun bangsa. Mahasiswa harus mampu memposisikan diri sebagai media transformasi dan informasi untuk menggugah kepedulian sosial masyarakat unuk dapat sama-sama membangun masyarakat yang memiliki kualitas serta kuantitas yang baik. Kuliah Kerja Nyata (KKN) adalah merupakan salah satu bentuk perwujudan pengabdian mahaisiswa terhadap masyarakat. KKN ini merupakan satu jenis mata kuliah yang bernuansa praktikum abdi masyarakat dalam rangka mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama menempuh pendidikan teoretis selama dibangku kampus. Kegiatan KKN juga diharapkan dapat mengarahkan mahasiswa dalam proses peng-aplikasian ilmu pengetahuan yang telah diperoleh di kampus dengan kondisi riil yang terjadi dimasyarakat. Sehingga dengan aktivitas tersebut mahasiswa dapat sekaligus melakukan riset dalam lingkungan masyarakat tentang fenomena social yang terdapat di lingkungan tempat mahasiswa melakukan KKN. Selain sebagai wadah uji kompetensi mahasiswa dalam membaur dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan di masyarakat. Program ini lahir dari suatu pemikiran bahwa dalam menghadapi persaingan global yang semakin kompetitif serta menciptakan masyarakat yang lebih baik, bukanlah tugas dari pemerintah semata namun tugas seluruh lapisan masyarakat termasuk di dalamnya Perguruan Tinggi beserta Civitas Akademinya. Mengingat permasalahan dalam pembangunan yang sangat kompleks dan saling bertautan maka perlu penanganan secara pragmatis dan interdisipliner untuk itu diperlukan pendidikan yang dapat melatih mahasiswa sebagai calon sarjana yang bekerja secara interdisipliner dan menanggulangi permasalahan yang pragmatis. Dalam hal ini menunjukan adanya tiga unsur penting yang dimiliki dalam mengartikan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yaitu pendidikan, pengajaran dan pengabdian kepada masyarakat. Sebagai kegiatan pendidikan melalui Kuliah Kerja Nyata mahasiswa memperkenalkan langsung dengan masrakata dan permasalahanya dengan cara kerja antar sektor dan interdisipliner. Dalam kaitanya dengan penelitian mahasiswa diajak untuk menelaah dan merumuskan permasalahan yang terjadi di masyarakat, menelaah potensi-potensi dan kelemahan dilema masyarakat serta merumuskan dan mencari solusi untuk masalah itu.sebagai kegiatan pengabdian kepada masyarakat melalui program Kuliah Kerja Nyata mahasiswa mengamalkan ilmu, teknoogi, seni, agama untuk memecahkan masalah tersebut dan menanggulangi secara pragmatis. Atau dapat dikatakan baha Kuliah Kerja Nyata membantu dalam membangun masyarakat. Spesifiknya pelaksanaan kegiatan KKN ini diprioritaskan pada pengabdian kepada masyarakat agar dapat berkembangnya rasa kepekaan sosial, pendidikan karakterserta membentuk kader penerus kegiatan pembangunan masyarakat. Sehingga pada pelaksananya menekankan pada pengabdian dan pema’muran kegiatan di dalam masjid. Berdasarkan hal diatas penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tentang AKHLAK REMAJA DESA RAMBAI KACA KECAMATAN SUKA MERINDU KABUPATEN LAHAT di lokasi KKN yaitu di Desa Rambai Kaca Kecamatan Suka Merindu Kabupaten Lahat. 2. Perumusan Masalah Ada beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan yang menjadi pokok permasalahan yang menjadi sasaran kegiatan KKN Uin Raden Fatah Palembang 2015, diantaranya: 1. Tingkat Akhlak Remaja. 2. Kesadaran masyarakat yang masih relatif rendah untuk memakmurkan masjid. 3. Kesadaran masyarakat yang masih rendah dalam dunia pendidikan. 3. Tujuan Program 1. Menggali potensi aktif dan proaktif masyarakat serta memperdayakan masyarakat dalam upaya meningkatkan kegiatan di masjid. 2. Menumbuhkan solidaritas dan semanagat persatuan masyarakat. 3. Memperat ukhuwah islamiyah antar suku dan golongan. 4. Mewujudkan masyarakat yang berakhlak dan berbudi luhur. 5. Sebagai upaya untuk pelaksanaan program pemerintah yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. 6. Terbudayanya kehidupan-kehidupan sosial 4. Pemecahan Masalah 1. Mendorong masyarakat untuk sadar akan pentingnya masjid dengan menyemarakan sholat berjamaah 5 waktu 2. Penyelenggaraan pengajian rutin mingguan ibu-ibu juga bapak-bapak dimajelis ta’lim. 3. Melakukan pendidikan pengajaran TK/TPA. 4. Memperbaiki Akhlak dengan menerapkan hal-hal yang bernuansa islami. 5. Tempat dan Waktu a. Tempat Wilayah pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Nyata Uin Raden Ftah Palembang 2015 berlokasi di Desa Rambai Kaca Kecamatan Suka Merindu Kabupaten Lahat b. Waktu Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu: a. Pembekalan KKN dilaksanakan pada tanggal 05-06 Februari 2015 b. Kegiatan Kuliah Kerja Nyata dilapangan dimulai dari tanggal 10 Februari sampai 26 Maret 2015 yang berlokasi di Desa Rambai Kaca Kecamatan. Suka Merindu Kabupaten. Lahat. BAB II DESKRIPSI WILAYAH A. Letak wilayah Secara geografis letak dan batas wilayah Desa Rambai Kaca merupakan salah satu desa yang terletak di wilayah Kecamatan Suka Merindu Kabupaten Lahat Propinsi Sumatera Selatan, luas desa Rambai Kaca Adalah 587, 6948 Ha yang terdiri dari 2009 jiwa dan 500 KK. Adapun batas-batas wilayah yaitu :  Sebelah utara berbatasan dengan Pagar Kaya  Sebelah selatan berbatas dengan desa Kapitan dan Kota Pagaralam  Sebelah timur berbatasan dengan Desa Suka Merindu, Desa Gunung Liwat, dan Desa Kapitan  Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Jarai. Adapun jarak desa dengan ibukota Propinsi lebih kurang 300 km, dan jarak ibukota kabupaten lebih kurang 120 km, sedangkan jarak Ibukota Kecamatan lebih kurang 3km. B. Keadaan Alam Keadaan alam di Desa Rambai Kaca dapat digolongkan sebagai daerah/ tanah yang subur dikarenakan letaknya di kaki gunung Dempo. Tanah adalah paktor alam yang bisa disebut dengan tubuh alam atau media tempat tumbuhnya tanaman, keadaan tanah ini sangat berpengaruh dengan tumbuhnya tumbuhanan yang hidup dan ada di sekitarnya. Tanah yang subur biasanya tanah yang banyak mengandung unsur-unsur hara baik mikro maupun makro dan ditambah keadaan pori-pori tanah yang baik sehingga sumber oksigen cukup tersedia bagi tanaman guna berkembangnya tanaman akar. Sumber air yang digunakan masyarakat Desa Rambai Kaca berasal dari mata air pergunungan yang ditampung dalam suatu tempat yang disebut tebat/ kolam, dari tebat/ kolam tersebut dipasang pipa-pipa yang terbuat dari bambu, peralon, dan besi yang dialirkan ke tempat-tempat MCK umum yang digunakan untuk keperluan hidup sehari-hari dan untuk pengairan/ irigasi serta kolam ikan milik warga. Disamping itu masyarakat juga menggunakan air dari sumur yang biasanya kebanyakan milik pribadi warga yang terletak di samping rumah atau didalam rumah. Yang digunakan untuk keperluan sehari-hari C. Keadaan Pertanian Di Desa Rambai Kaca Penduduknya pada umunya bermata pencarian adalah petani utuk tanaman pencarian adalah kopi dan kakau/coklat, adapun tanaman atau perkebunan yang bersipat sayuran adalah berupa tomat, selada, kubis, kacang buncis, sawi, wortel, terong, cabai, serta daun bawang, mentimun dan lain-lain, dalam bidang persawahan berupa padi dan jagung. Dalam bidang kehutanan yaitu kayu manis. Adapun hasil dari pertanian tersebut akan dijual pada pengepul yang mana berasa di Desa Rambai Kaca itu sendiri, lalu mereka yang akan menjual ke pasar-pasar terdekat termasuk pasar Pagaralam. D. Keadaan Peternakan dan Perikanan Berdasarkan obserpasi yang kami dapatkan di Desa Rambai Kaca jenis perternakan yang banyak di usahakan adalah berupa perikanan, perteternakan Sapi di Talang Renggang, dan Kambing sebagian. Adapun perikanan yang banyak dibudidayakan adalah ikan sejenis lele, ikan mas, dan ikan nila, ikan-ikan tersebut berada di dalam kolam/ atau tebat-tebat warga yang berada di sekitar rumah warga, hal ini berguna untuk membantu perekonomian warga Desa Rambai Kaca. E. Kependudukan Berdasarkan daftar potensi Desa Rambai Kaca tahun 2014 penduduk berjumlah 2009 jiwa. Dengan rincian sebagai berikut: 1. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan kepala keluarga No Penduduk Jumlah 1 Jumlah Penduduk Pria 1033 Orang 2 Jumlah Penduduk Wanita 979 Orang 3 Jumlah Kepala Keluarga 500 2. Jumlah penduduk berdasarkan usia No Usia Jumlah 1 Usia setingkat Anak-Anak 601 Orang 2 Usia setingkat Remaja 345 Orang 3 Usia setingkat Dewasa 971 Orang 4 Usia setingkat Manula 102 Orang 2. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencarian Pada dasarnya sebagian besar mata pencarian penduduk Desa Rambai kaca adalah Petani dan buru tani. Hal ini disesuaikan dengan letak geograpi daerah ini yang berupa daera pertanian dan perkebunan. Pada umumnya komoditi utama perkebunan adalah kopi, kakau atau coklat dan sayur mayur. Dan sebagian lain digunakan untuk persawahan dan kolam Ikan yaitu ikan Lele, ikan Mas, dan ikan Nila, penggunaan tanah di Desa Rambai Kaca juga digunakan sebagai halaman rumah. Adapun tabel sbb: No Mata Pencarian Jumlah 1 Mata pencarian Bertani 798 Orang 2 Mata pencarian Wiraswasta 16 Orang 3 Mata pencarian Pegawai Negeri 34 Orang 4 Mata pencarian Buru 161 Orang 5 Mata pencarian Sopir 23 Orang 3. Jumlah penduduk berdasarkan Pendidikan No Pendidikan Persentase 1 Pendidikan Setingkat SD 83 % 2 Pendidikan Setingkat SMP 76 % 3 Pendidikan Setingkat SMA 46 % 4 Pendidikan Setingkat Perguruan Tinggi atau Universitas 11 4. Jumlah penduduk berdasarkan agama No Agama Jumlah 1 Agama Islam 20019 Orang 2 Agama Hindhu ------ 3 Agama Buddha ------ 4 Agama Katolik ------ 5 Agama Protestan ------ 6 Agama Konghucu ------ F. Sarana dan Prasarana Ekonomi Adapun sarana dan prasarana yang menjadi alat pendukung dalam kesejahteraan penduduk Desa Rambai Kaca yang terletak di Kecamatan Suka Merindu Kabupaten Lahat yaitu: 1. Sarana dan Prasarana Pendidikan No Jenis Pendidikan Jumlah 1 Jumlah Gedung SD/MI 2 Buah 2 Jumlah Gedung SMP/MTS ---- 3 Jumlah Gedung SMA/SMK/MAN ---- 4 Pondok Pasantren ---- 2. Sarana dan Prasarana Peribatan No Rumah Ibadah Jumlah Masjid 5 Buah Pura ----- Wihara ----- Greja ----- Klenteng ----- 3. Sarana Lainya No Sarana dan Prasarana Jumlah 1 Sanggar Kesenian 1 Buah 2 Sarana Olaraga 2 Buah 3 Organisasi/ seketariat 1 Buah 4 Kesehatan/KB 1 Buah 5 Tranpotasi Mobil dan Motor 6 Komunikasi Handpone 7 Informasi Televisi dan Radio BAB III PEMBAHASAN A. Remaja Remaja berasal dari kata lain adolescere yang artinya remaja yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usis dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yag sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Menurut Lewrence Kohlberg, perkembangan pada masa remaja pada umumnya berada dalam tingkatan konvensional atau berada dalam tahap berperilaku sesuai tuntunan dan harapan kelompok dan loyalitas terhadap norma atau peraturan yang berlaku dan diyakini. Perkembangan kepribadian remaja menurut erikson berkaitan erat dengan komitmenya terhadap okupasi masa depan, peran-peran masa dewasa dan sistem keyakinan pribadi. Menurut Elozabet b. Hurlock, perkembangan emosi masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari pearubahan fisik dan kelenjar. Akhlak Remaja Menurut Prof. Dr, Zakiyah Darajat cara menerapkan perilaku terpuji dalam kehidupan remaja bahwa setiap ucapan baik dan perbuatan terpuji yang dilakukan remaja diberi pujian dan dorongan untuk mempertahankan kebaikan yang telah dicapainya, hindari celaan, hinaan dan kritikan tajam, kalau memberikan kritikan hendaknya hati-hati dan bijaksana. Pembinaan aspek spiritual remaja bertujuan utnuk mewujudkan ketentraman dan kedamaian. Sedangkan pembinaan aspek material bertujuan meningkatkan semangat dan kepekaan sosial yangbtinggi. Keduanya dilakukan tanpa adanya paksaan dan intervensi atau campur tangan dari luar. Cara membiasakan akhlak terpuji bagi remaja dapat dilakukan dengan : 1. Menyadari bahwa akhlak terpuji seperti tekun belajar dapat mewujudkan cita-cita luhur. 2. Menyakini bahwa pergaulan negatif remaja dapat menghancurkan prestasi dan masa depan. 3. Berbakti kepada orang tua 4. Menghormati guru 5. Memilih pergaulan positif dan menjauhi pergaulan negatif 6. Menghindari perilaku yang merusak diri Dari beberapa masalah yang disebutkan diatas ada yang menjadi prioritas menurut kami dalam bidang agama, sebab masih kurangnya pengetahuan beragama bagi sebagaian masyarakat dan minimnya tenaga pengajar atau penyuluhan agama. Masalah kedua dibidang kesehatan dan lingkungan hidup sebab kurangnya rasa kegotong royongan di dalam lingkungan masyarakat. Faktor Pendukung Adapun faktor – faktor pendukung dalam kegiatan KKN yang berpengaruh terhadap program yang kami laksanakan adalah: 1. Pemerintah desa dan perangkat desa selalu mendukung serta membantu seluruh program KKN kami. 2. Ada beberapa program yang sudah menjadi program kami dan telah terpogram oleh pemerintah desa. 3. Kondisi masyarakat yang antusias dalam mendukung semua program kami. Faktor Penghambat Adapun faktor – faktor penghambat dalam kegiatan KKN yang berpengaruh terhadap program yang kami laksanakan adalah: 1. Sulitnya bertemu dengan masyarakat pada waktu pagi sampai sore hari karena terbentur dengan aktivitas warga yang mayoritas sebagai petani. 2. Kemampuan penduduk desa masih minim sehingga potensi yang ada di desa belum dapat terealisasi. 3. Kurangnya rasa hidup kegotong royongan. 4. Management waktu tiap anggota yang berbeda-beda. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Secara kesulurah kegiatan KKN berlangsung dengan baik. Proram-program yang direncanakan dapat terealisasi dengan optimal dan tepat waktu meskipun ada beberapa faktor pengahambat baik eksternal maupun internal yang membuat beberapa program kurang maksimal. Dari semua pemaparan diatas dapat dismpulkan bahwa islam adalah agama yang baik dan adil sesungguhnya islam itu memberi perhatian terhadap remaja sekarang terus berubah. Remaja adalah penerus orang tua, agama dan juga sebagai insan muslim yang berakhlakul karimah. Tragisnya bahwa mayoritas remaja islam sekarang ini sudah banyak yang mengikuti budaya barat yang terus berkembang misalnya budaya buruk yang diikuti seperti gaya berbusana dan tingkah laku buruk yang dilakukan. Merebaknya teknologi dan informasi yang semakin berkembang memang membawa remaja menjadi lebih memahami tentang perkembangan teknologi tapi juga membawa dampak negatif bagi etika remaja muslim. Saran Maka dari itu demi kebaikan bersama, perlu kiranya kami menyampaikan saran-saran konstruktif. 1. Sebelum pelaksanaan KKN, hendaknya mahasiswa mempersiapkan diri semaksimal mungkin baik pengetahuan dan keterampilan serta mental. Yang paling penting adalah pengetahuan agama praktis, terutama bagaimana menempatkan diri sesuai dengan kondisi di mana ia tinggal. 2. Untuk dimasa yang akan datang diharapkan agar aparat pemerintah dan instansi terkait dapat lebih memberikan dukungan dan ikut berpartisipasi dalam poelaksanan program KKN atai sejenisnya sehingga didapatkan hasil yang lebih baik dan bermanfaat khususnya bagi pembanngunan daerah. LAPORAN KEGIATAN KULIAH KERJA NYATA (KKN) TEMATIK POSDAYA KELOMPOK 48 UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG ANGKATAN KE- 65 NO TANGGAL JENIS KEGIATAN 1 Minggu Pertama (10-14 Februari 2014) - Berkunjung ke rumah-rumah perangkat desa dan warga sekaligus perkenalan diri (11 Februari 2015) - Kunjungan ke SD Negeri 16 Rambai Kaca dan SD Negeri 9 Rambai Kaca sekaligus mengajukan surat permohonan untuk membantu mengajar (12 Februari 2015). - Kunjungan ke rumah karang taruna Desa Rambai Kaca sekaligus berbaur bersama masyarakat di kolam pemancingan (13 Februari 2015) - Kunjungan ke kebun warga sekaligus melihat aktivitas perkebunan kopi, cokelat, sawi, dan kacang yang merupakan mata pencarian utama di Desa Rambai Kaca (14 Februari 2015) 2 Minggu Kedua (16-21 Februari 2015) - Mengajar di SD Negeri 16 Rambai Kaca (16-17 Februari 2015) - Mengajar di TPA Shofa Desa Rambai Kaca (16-21 Februari 2015) - Pembentukan Karang Taruna Desa Rambai Kaca sekaligus perkenalan diri (21 Februari 2015) 3 Minggu Ketiga (23-28 Februari 2015) - Mengajar di SD Negeri 16 Rambai Kaca (23-24 Februari 2015) - Mengajar di TPA Shofa Desa Rambai Kaca (23-28 Februari 2015) 4 Minggu ke empat (2-7 Maret 2015) - Mengajar di SD Negeri 16 Rambai Kaca (2-3 Maret 2015) - Mengajar di TPA Shofa Desa Rambai Kaca (2-7 Maret 2015) 5 Minggu kelima (9-15 maret 2015) - Mengajar di SD Negeri 16 Rambai Kaca (9-10 Maret 2015) - Mengajar di TPA Shofa Desa Rambai Kaca (9-14 Maret 2015) - Ikut serta dalam kegiatan lomba Tingkat TK/TPA antar desa Rambai Kaca dengan Desa Kapitan (15 Maret 2015) 6 Minggu Keenam (16-22 Maret 2015) - Mengajar di SD Negeri 16 Rambai Kaca (16-17 Maret 2015) - Mengajar di TPA Shofa Desa Rambai Kaca (16-21 Maret 2015) - Berpartisipasi dalam kegiatan lomba tingkat TK/TPA Desa Rambai Kaca (22 Maret 2015) 7 Minggu Ketujuh (23-26 Maret 2015) - Perpisahan bersama SD Negeri 16 Rambai Kaca (23 Maret 2015) - Perpisahan dengan masyarakat Desa Rambai Kaca (25 Maret 2015)

Laporan PKL ( Fak. Dakwah dan Komunikasi )

LAPORAN KEGIATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL) DI Lapas Wanita Klas II A Palembang DISUSUN O L E H A. HATIMI (11521001) BPI-KESEJAHTRAAN SOSIAL FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN RADEN FATAH PALEMBANG TAHUN AKADEMIK 2015 LEMBAR PENGESAHAN PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN Proses PembinaanBagiWarga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Palembang ObyekPenelitian :LembagaPemasyarakatanWanita Kelas II A Palembang Alamat :Jln. Merdeka No 12 Palembang, Telp (0711) 350644 Waktupenelitian : 12 Desember - 12 Januari 2015 SetelahmembacadanmenelitilaporankegiatanPraktekKerjaLapangan (PKL) MahasiswaFakultasDakwahdanKomunikasi IAIN Raden Fatah Palembang TahunAkademik 2014 yang disusunoleh : Pelaksana : 11521001 A. Hatimi Disetujuioleh Palembang,Januari 2015 DosenPembimbingLapangan KepalaLapasWanita Manah Rasmanah, M. Si Rachmayanthy, Bc, IP, SH, M, Si NIP. NIP. 197906192007101005 KetuaJurusanBimbinganPenyuluhan Islam Neni Novizah, M.Pd NIP.197903042008012012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, atas limpahan rahmad dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Palembang“ Laporan ini disusun sebagai salah satu tugas mata pelajaran Praktek Propesi Lapangan Dakwah. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yth: 1. Dr. Kusnadi, MA. Selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi. 2. Dr. Rachmayanthy, Bc, IP, SH, M, Si Selaku Kepala Lapas Wanita Klas II A Palembang 3. Neni Novizah, M.Pd. Selaku Kajur Bimbingan Konseling Islam. 4. Manah Rasmanah Selaku Pembimbing Lapangan. 5. Orang tua kami yang telah membantu baik moril maupun materil. 6. Teman-teman satu kelompok yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini. 7. Warga Binan Pemasyarakatan yang telah membantu selama masa Praktek Kerja Lapangan. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan atau punpenulisannya. Olehkarena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman kami untuk lebih baik dalam penulisan laporan berikutnya. Palembang, Januari 2015 DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Dasar Hukum 5 C. Tujuan 6 D. Manfaat 7 BAB II Deskripsi Wilayah 8 A. Gambaran umum LAPAS Wanita 8 B. Struktur Organisasi BNN 15 C. Sejarah BNN 15 BAB III KEGIATAN PKL 17 A. Pendidikan & Pengajaran 17 B. Pembinaan Agama 20 C. Pengembangan Minat Bakat 21 D. Pengembangan Kepribadian 23 BAB IV PEMBAHASAN MASALAH 24 A. Sistem Pemidaan Indonesia 24 B. Pembinaan Narapidana 30 BAB V PENUTUP 36 Kesimpulan 36 Saran 37 DAFTAR PUSTAKA Lampiran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara Hukum.Sebagai Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, Hukum merupakan salah satu pranata yang dibutuhkan untuk mengantisipasi perkembangan yang pesat dalam kehidupan manusia.Selain itu hukum juga diperlukan untuk mengantisipasi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.Salah satu bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh masyarakat misalnya munculnya suatu tindak pidana yang menyebabkan terganggunya kenyamanan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat Pada khususnya dan kehidupan bernegara pada umumnya.Pada dasarnya segala macam tindak pidana kebanyakan dampaknya merugikan masyarakat luas. Pembangunan hukum sebagai upaya untuk menegakan keadilan, kebenaran dan ketertiban dalam Negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 diarahkan untuk meningkatkan kesadaran hukum, menjaminn penegakan, pelayanan dan kepastian hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan naasional.Dalam era pembangunan dewasa ini kejahatan merupakan masalah yang sangat meresahkan masyarakat, kejahatan selalu akan ditemukan di dalam masyarakat manapun juga meski masyarakat itu sediri tidak pernah mendambakan kehadiranya. Oleh karna itu peran pemerintah sangat penting dalam hal pidana dan pemidanaan bagi mereka yang telah terbukti melakukan tindakan pidana. Pidana Penjara merupakan penghukuman warisan pemerintahan kolonial Belanda yang telah berlangsung lebih dari 200 tahun yang lalu. Pidana Penjara dikenal dengan sebutan pencabutan kemerdekaan atau pidana hilang kemerdekaan, dimana penjara masa lalu menjadi tempat terpidana dikurung yang kemudian dihukum sadis berupa penyiksaan, perampasan hak asasi manusia, dieksekusi gantung atau dibakar. Sistem penjara di Indonesia pada awalnya tidak jauh berbeda dengan negara-negara lain, yaitu menekankan unsur balas dendam dengan mengurung terpidana di rumah penjara. Secara berangsur-angsur sistem penjara di Indonesia yang sebelumnya dikenal penuh penyiksaan dan deskrimnatif, berubah sejalan dengan perubahan konsepsi penghukuman menuju konsep rehabilitasi atau pembinaan agar narapidana menyadari kesalahannya dan tidak mengulangi perbuatannya. Adalah Dr. Sahardjo pada waktu itu menjabat sebagai menteri kehakiman yang pertama kali menyebutkan konsep pemasyarakatan. Maka sejak bulan april 1964 sebutan rumah penjara secara resmi diganti menjadi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dengan mengedepankan hak asasi manusia dan pembinaan terhadap narapidana. Para pelaku tindak pidana tersebut nantinya akan ditempatkan dilembaga pemasyarakatan (LAPAS). LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Pemasyarakatan merupakan kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Pelaksanaan pidana atau pemidanaan dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatran melalu suatu pembinaan dan bimbingan yang diberikan kepada mereka yang telah melanggar hukum. Kebijakan pembinaan dengan sistem Pemasyarakatan ini mencerminkan bahwa negara Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM).Lembaga Pemasyarakatan sebagai institusi teknik di jajaran Departemen kehakiman dan Hak Asasi Manusia dan menjadi wadah memasyarakatkan kembali setiap orang (individu) yang telah melakukan pelanggaran hukum. Lembaga pemasyarakatan adalah institusi yang berhubungan langsung dengan pembinaan dan warga binaan dan juga tahanan. Dalam memberantas tindak pidana yang muncul dalam kehidupan masyarakat dibutuhkan suatu produk hukum yang dapat menegakkan keadilan dan dapat menjadi sarana pengayoman masyarakat.Untuk menangani hal tersebut, Negara Indonesia berpedoman pada hukum Pidana.Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, dilarang dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. Hukum Pidana juga dapat menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan dan menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. Untuk melaksanakan pembinaan di dalam LAPAS tersebut diperlukan adanya suatu program agar proses pembinaan dapat tercapai. Sedangkan pembinaan yang ada diluar LAPAS di laksanakan oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS), yang dalam pasal 1 ayat 4 UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, menyatakan bahwa BAPAS adalah suatu pranata untuk melaksanakan bimbingan klien pemasyarakatan. Balai Pemasyarakatan (BAPAS) sendiri mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan sebagian dari tugas pokok Direktoral Jendral Pemasyarakatan dalam menyelenggarakan pembimbingan klien pemasyarakatan di daerah.Bentuk dari bimbingan yang diberikan bermacam-macam, mulai dari pemberian pembinaan tentang agama, keterampilan, sampai pada pembinaan kepribadian. Bimbingan ini diberikan dengan tujuan agar klien dapat hidup dengan baik didalam masyarakat sebagai warga negara serta bertanggung Dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 15 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan disebutkan bahwa”Sistem Pemasyarakatan diselengarakan dalam rangka membentuk warga binaan (narapidana, anak didik pemasyarakatan dan klien pemasyarakatan) agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindakan pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakatan, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.Tujuan dari pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan adalah agar narapidana tidak mengulangi lagi perbuatannya dan bisa menemukan kembali kepercayaan dirinya serta dapat diterima menjadi bagian dari anggota masyarakat. Selain itu pembinaan juga dilakukan terhadap pribadi dari narapidana itu sendiri. Tujuannya agar narapidana mampu mengenal dirinya sendiri dan memiliki tingkat kesadaran diri yang tinggi. Selama ini perhatian banyak diberikan terhadap lembaga-lembaga hukum yang bergerak langsung dalam penegakan hukum baik di lembaga pembuat Undang-Undang maupun pihak yang bertanggung jawab dalam hal pelaksanaannya seperti Polisi, Hakim ataupun Jaksa. Perhatian tersebut dirasa kurang pada Lembaga Pemasyarakatan. Hal ini ditunjukkan tingkat keberhasilan dalam suatu Lembaga Pemasyarakatan yang masih kurang. Masih banyak dijumpai tindak pidana yang ada dalam masyarakat khususnya pengulangan tindak pidana (residive) yang dilakukan oleh mantan narapidana. Dalam melaksanakan pembinaan, petugas Lembaga Pemasyarakatan harus dapat menjaga keseimbangan dan memberikan perlakuan yang sama terhadap sesama narapidana. Lembaga Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugasnya juga harus memperhatikan sisi kemanusiaan dan hak asasi manusia, karena narapidana merupakan bagian dari masyarakat yang seharusnya mendapat perhatian yang wajar terutama perhatian terhadap hak-hak narapidana baik selama menjalani masa pidana maupun yang telah selesai menjalani hukumannya. B. Dasar Hukum Landasan hukum yang digunakan sebagai acuan pelaksanan pembinaan di Lapas , Rutan, dan cabang rutan sebagai berikut: 1. Undang - Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 (Pasal 29 tentang kemerdekaan untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaan. 2. Undang-undang Republik Indonesia No 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan. 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 31 Tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan. 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 32 Tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak bagi warga binaan pemasyarakatan. 5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 28 tahun 2006 tentang atas perubahan PP No 32 Tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak bagi warga binaan pemasyarakatan. 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 58 Tahun 1999 tentang tentang syarat dan tata cara pelaksanaan wewenang, tugas dan tanggung jawab perawatan tahanan. 7. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No M02-PK-10 Tahun 1999 tentang pola pembinaan narapidana/tahanan. 8. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No M.HH-05.0T.01.01 Tahun 2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang organisasi dan tata kerja Kementerian Hukum dan Ham RI. C. Tujuan Tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah memberikan pemahaman mengenai pengetahuan di bidang hukum pidana, memberikan masukan kepada Lembaga Pemasyarakatan mengenai pembinaan dan bimbingan. mengetahui bagaimana pelaksanaan pembinaan narapidana dan faktor-faktor yang menghambat proses pelaksanaan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita kelas II A Palembang. D. Manfaat Manfaat dari penelitian yaituMenambah bahan referensi di bidang karya ilmiah serta bahan masukan bagi penelitian sejenis di masa yang akan datang, memberikan pengetahuan kepada keluarga maupun masyarakat mengenai proses pembinaan dan bimbingan, mengetahui berbagai macam metode yang telah di terapkan di Lembaga Pemasayarakatan Wanita Klas II A Palembang. BAB II DESKRIPSI WILAYAH A. Gambaran Umum Lapas Wanita Kelas II A Palembang Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Palembang merupakan salah satu Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Pemasyarakatan sebagai tempat pembinaan narapidana yang bernaung di bawah Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Sumatera Selatan. DASAR HUKUM 1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang KUHP 2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara tahun 1981 No. 76 dan Tambahan Negara No. 3208) 3. PP Nomor 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan Hukum Acara Pidana 4. Undang-Undang RI No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak 5. Undang-Undang RI No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan 6. Undang-Undang RI No. 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak 7. Undang-Undang RI No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia 8. Standart Minimum Rules (SMR) 9. Petunjuk Pelaksanaan Nomor E.76-UM.01.06 Tahun 1986 tentang Perawatan Tahanan Rumah Tahanan Negara 10. PP Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan 11. PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan 12. PP Nomor 58 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan 13. PP No. 28 Tahun 2006 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan 14. Permen Kum dan HAM RI No. M.HH.01.PK.04.10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat; VISI “Terwujudnya Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Palembang yang aktif dan produktif yang berlandaskan iman dan taqwa” MISI “Meningkatkan pembinaan mental, rohani dan keterampilan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan dan pelaksanaan pengamanan menuju Lapas yang aman dan tertib” TUJUAN 1. Membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga dapat di terima kembali oleh lingkungan masyarakat dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. 2. Memberikan jaminan perlindungan hak tahanan dalam rangka proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. SASARAN 1. Meningkatkan kualitas ketaqwaan narapidana kepada Tuhan Yang Maha Esa, sikap dan perilaku, profesionalisme / keterampilan, intelektual serta peningkatan kesehatan jasmani dan rohani 2. Meningkatkan program Integrasi sosial berupa Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Bersyarat (CB), Cuti Menjelang Bebas (CMB), asimilasi, isi hunian sesuai dengan kapasitas yang ideal, menurunnya gangguan kamtib, menurunnya angka residivis, persentase angka kematian dan sakit sama dengan persentase yang ada di masyarakat serta koordinasi dengan instansi terkait dengan baik. TUGAS POKOK DAN FUNGSI Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Palembang merupakan salah satu unit pelaksanaan teknis (UPT) dibawah Kementerian Hukum dan HAM RI Kantor Wilayah Sumatera Selatan. Tugas Pokoknya adalah melaksankan pemasyarakatan narapidana dan anak didik. Fungsinya adalah 1. Melakukan pembinaan dan perawatan narapidana dan anak didik. 2. Memberikan bimbingan,mempersiapkan sarana dan mengelola hasil kerja. 3. Melakukan bimbingan sosial kerohanian narapidana / anak didik. 4. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib Lapas serta melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga. TRI DARMA PETUGAS PEMASYARAKATAN 1. Kami petugas Pemasyarakatan adalah abdi hukum pebina dan pembimbing pelanggar hukum serta pengayom masyarakat. 2. Kami petugas Pemasyarakatan wajib bersikap bijaksana dan bertindak adil dalam melaksanakan. 3. Kami petugas Pemasyarakatan bertekad menjadi suri tauladan dalam mewujudkan Sistem Pemasyarakatan. SUMBER DAYA MANUSIA No Pendidikan Jumlah 1. 2. 3. 4. 5. S3 S2 S1 D3 SMA 1 Orang 1 Orang 31 Orang 6 Orang 37 Orang Total 77 Orang Tabel 1 Jumlah Staf Lembaga Pemasyarakatan Wanita Palembang No. Staf Jumlah 1. 2. 3. 4. 5. Pembinaan Poliklinik Perawatan Makanan Administrasi Registrasi 4 Orang 6 Orang 2 Orang 10 Orang 4 Orang Total 26 Org Tabel 2 Jumlah Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Palembang No. Penjaga Jumlah 1. 2. P2U Penjagaan 8 Orang 4 Orang Total 12 Org Tabel 3 KEADAAN PENGHUNI Kapasitas Lapas : 305 Org No. Blok Jumlah Kapasitas Jumlah Kamar 1. Marwah 36 Orang 4 Kamar 2. Syafa 30 Orang 3 Kamar 3. Ar- Rohma 133 Orang 8 Kmr 4. Muzdalifa 31 Orang 7 Kamar Tabel 4 Tahanan : 58 Org Narapidana : 182 Org SPESIFIKASI BANGUNAN BLOK HUNIAN • BlokMarwah : Narapidana dengan kasus kriminal • Blok Syafa : Narapidana dengan kasus Korupsi • Blok Ar- Rohmah : Narapidana dengan kasus narkotika/ psikotropika • Blok Muzdalifa : Narapidana yang telah di angkat menjadi tamping • Mapenaring : Narapidana operan dari Lembaga Pemasyarakatan lain KOORDINASI DENGAN INSTANSI TERKAIT 1. Kepolisian, yang dilakukan berkaitan dengan bantuan pengamanan/ pengawasan. 2. Kejaksaan, koordinasi yang berkaitan dengan penahanan, penjemputan tahanan untuk persidangan, penerbitan surat eksekusi (P.48 dan BA.8), penerbitan surat tidak ada perkara lain guna kelengkapan berkas proses pembinaan warga binaan pemasyarakatan. 3. Pengadilan, koordinasi yang berkaitan dalam extra vonis, surat masa penahanan yang akan habis dan permasalahan lainnya. 4. Dinas kesehatan Tk I atau Dinas Kesehatan kota Palembang, koordinasi yang berkaitan dengan masalah TB, penyedian obat-obatan, penyuluhan HIV/ AIDS, penyuluhan tentang reproduksi wanita dan masalah lainnya. 5. RS Ernadi Bahar, koordinasi dalam hal pemeriksaan UCT terhadap WBP 6. RSMH, koordinasi dalam hal pengobatan WBP 7. Kantor Kementerian Agama, koordinasi dalam hal yang berkaitan dengan pembinaan rohani WBP. PROGRAM PEMBINAAN Pembinaan mental rohani berkerjasaman dengan Kantor Kementerian Agama Kota Palembang, Yayasan Majelis Ta’lim Wattazdkir Ratibul Haddad Wal At-Thas, Majelis Tilawatil Qur’an dan Komunitas Layanan Konseling Agape Gereja Protestan Injili Nusantara, Majelis Jemaat Gereja Protestan Indonesia Barat Immanuel. Pembinaan Intelektual dan Wawasan Kebangsaan melalui : Penyuluhan Hukum, mengikutsertakan WBP mengikutiapel bersama setiap tanggal 17 dan Upacara Hari Besar Nasional. Pembinaan Kemasyarakatan Sosial untuk menunjang Sistem Pemasyarakatan yaitu memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan warga binaan pemasyarakatan sebagai individu, dan anggota masyrakat maka dalam melaksanakan program tersabut kepada para WBP diberikan Cuti menjelang Bebas (CMB), Cuti Bersyarat (CB), Pelepasan Bersyarat (PB), dll. Pembinaan Kemandirian Latihan Keterampilan : Menjahit, Salon dan merangkai bunga (mute)Pembinaan Olah Raga dilaksanakan dilaksanakan setiap hari yaitu senam pagi dan khususnya hari Selasa, Kamis, Sabtu dilakukan kegiatan olahraga bola Volly, Badminton, Tenis Meja, dll. B. Struktur Organisasi Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Palembang Jl. Merdeka No. 12 Palembang Telp. 0711 - 350644 C. SEJARAH SINGKAT Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Palembang berdiri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor: M.03.PR.07.03 Tahun 2007 Tanggal 23 Februari 2007. Pada awal berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Palembang masih bergabung dengan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Palembang yang terletak di jalan Inspektur Marzuki Km. 4,5 Kel. Siring Agung Palembang. Pada tanggal 01 Juni 2009 Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Palembang mulai beroperasi sendiri tetapi bangunannya masih merupakan bagian gedung Lembaga Pemasyarakatan Klas I Palembang dengan jumlah penghuni saat itu ± 140 Orang. Namun sejak tanggal 18 Maret 2011 Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Palembang telah memiliki bangunan sendiri yang dahulunya merupakan bangunan Rutan Klas I Palembang yang terletak di Jln. Merdeka No. 12 Palembang dengan jumlah penghuni ± 226 Orang (Data pertanggal 1 November 2012), sedangkan luas bangunan : • Bangunan Kantor (623 M²) • Kamar Hunian (4.439 M²) • Jumlah (5.062 M²) terdiri dari : • Ruang Perkantoran (Ruang Tata Usaha, Umum, Kepegawaian& Keuangan, Pertemuan, Kalapas, Adm. Kamtib, Keamanan, Portatib Kegiatan Kerja, Bimker& Lolahasker, Besukan, Warung Informasi, KPLP, P2U, Binadik, Register, Bimaswat, Komandan dan Dapur) • Blok Hunian (Narapidana dan Tahanan sebanyak 4 Blok) • Ruang Ibadah, Ruang Pertemuan, Koperasi, Bimker, Perpustakaan, Wartel, Poliklinik dan Gudang. BAB III KEGIATAN PKL Uraian kegiatan PKL Kegiatan PKL di Lapas Wanita Kelas II A Palembang dilaksanakan pada tanggal 12 Desember 2014 sampai 12 Januari 2015 adapun kegaiatan yang kami lakukan adalah dimulai dari pukul 8.30 sampai pukul 03.00 WIB melakukan konseling terhadap warga binaan disini kami melakukan konseling individu, melakukan pengajaran baca tulis, B. Inggris, Rabana, melakukan pendidikan agama islam seperti mengajarkan tata cara mengkafani jenazah, sholat dzhur berjamaah, melakukan Ruqyah, Safaring volly, makan-makan bersama warga binaan beserta petugas Lapas Wanita Palembang, menonton film motivasi, melaksanakan perlombaan seperti cerdas cermat, hapalan ayat-ayat pendek, makan kerupuk, memindahkan duit di dalam sagu, lompat karung, joget balon, kelereng di dalam sendok dan yang terakhir memasukan pena didalam botol. A. Pendidikan dan Pengajaran Pengertian pendidikan Para ahli pendidikan menemui kesulItan dalam merumuskan definisi pendidikan. Kesulitan itu antara lain disebabkan oleh banyaknya jenis kegiatan serta aspek kepribadian yang dibina dalam kegiatan itu, masing-masing kegiatan tersebut disebut pendidikan. 1. Menurut Rupert C. Lodge dalam philosophiy of education menyatakan bahwa dalam pegertian yang luas pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. 2. Joe park merumuskan pendidikan sebagai the art or process of importing or acquiring knowledge and habit through instructional as strudy. Dalam definisi ini ditekankan kegiatan pendidikan diletakkan pada pengajaran ( instruction ) sedangkan segi kepribadian yang dibina adalah aspek kognitif dan kebiasaan. 3. Theodore mayor greene mengajukan definisi yang sangat umum pendidikan adalah usaha manusia untuk menyiapkan dirinya untuk suatu kehidupan yang bermakna. Dalam definisi ini aspek pendidikan luas sekali. 4. Alfed nort whitehead menyusun definisi pandidikan yang menekankan segi keterampilan menggunakan pengetahuan sehingga cakupan pendidika sempit. Pendidika adalah meningkatkan diri dalam segala aspeknya. Definisi ini mencakup kegiatan pendidikan yang melibatakan guru ataupun yang tidak melibatkan guru (pendidk). Mencakup pendidikan formal mauun non formal serta informal. Segi yang dibina oleh pendidikan dalam definisi ini adalah seluruh aspek kepribadian. Pengertian Pengajaran Sikun pribadi, guru besar IKIp Bandung, Pengajaran meurut pendapatnya adalah suatu kegiatan yang menyangkut pembinaan anak, mengenai segi kognitif dan psikomotor semata-mata, yaitu supaya anak lebih banyak pengetahuaanya, lebih cakap berpikir kritis, sistematis dan obyektif serta trampil dalam mengerjakan sesuatu. Tujuan pengajaran lebih mudah dari pada tujuan pendidikan. K.H Dewantoro berpendapat bahwa pengajaran itu adalah sebagian dari pendidikan. Ia menyatakan sebagai berikut” pengajaran (onderwijs) itu tidak lain dan tidak bukan ialah salah satu bagian dari pendidikan. Jelasnya, pengajaran tidak lain ialah pendidikan dengan cara memberikan ilmu atau pengetahuan serta kecakapan”. Sekalipun pengertian pendidikan dan pengajaran yang diberikan oleh Sikun Pribadi dan Dewantoro tersebut hanya berlaku bagi pendidikan yang melibatkan guru (si pendidik), namun pengertian itu dapat dipakai, sekurang-kurangnya untuk menentukan pengertian pendidikan dalam arti sempit. Hubungan Pendidikan dan Pengajaran Dalam arti sempit pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan umumnya di sekolah sebagai lembaga pendidikan dan dapat diketahui bahwa pengajaran hanyalah salah satu usaha yang hanya dilakukan melalui pendidikan dalam mendidik anak didiknya. Pendidik dalam rangka pengajaran dituntut untuk melakukan kegiatan yang bersifat edukatif dan ilmiah. Oleh karena itu, peran pendidik tidak hanya sebagai pengajar, tetapi sekaligus sebagai pembimbing yaitu sebagi wali yang memabantu anak didik mengatasi kesulitan dalam studynya dan pemecahan bagi permasalahan lainnya. Artinya, pendidikan tidak akan berhasil dalam mengembangkan anak didik secara utuh dan maksimal. B. Pembinaan Agama Upaya pembinaan dan bimbingan pemasyarakatan dilakukan secara terpadu dalam kegiatan-kegiatan yang diupayakan di lembaga pemasyarakatan (lapas) melalui pendekatan-pendekatan pembinaan dan bimbingan mental spiritual (agama, budi pekerti, akhlak, pancasila, dan sebagainya) sebagai upaya memulihkan harga diri sebagai pribadi dan warganegara. Pembinaan narapidana memperhatikan kebutuhan sebagai manusia pada umumnya, yaitu kebutuhan fisik dan non fisik (mental spiritual). Pembinaan fisik yang berkaitan dengan kebutuhan jasmaniah juga menyangkut masalah yang berkenaan dengan upaya membekali napi melalui kegiatan yang bersifat mendorong untuk memiliki pengetahuan dan ketrampilan. Sedangkan pembinaan mental spiritual meliputi aktivitas yang berkenaan dengan masalah keagamaan, budi pekerti, kemasyarakatan (sosial), kesadaran berbangsa dan bernegara, serta kamtibmas. Di damping itu dalam kaitannya dengan kepemudaan ada kegiatan paket kepramukaan sebagaimana yang telah berjalan selama ini. Dari pelaksanaan program kegiatan pembinaan keagamaan selama ini ada beberapa hal yang menjadi kendala, antara lain: belum adanya tenaga pembina khusus (rohaniawan) yang berlatar pendidikan tinggi dalam ilmu agama dan sebagai pegawai lembaga pemasyarakatan, alat-alat penunjang kegiatan yang belum tercukupi dan ketersediaan dana operasional yang masih terbatas. Pembinaan keagamaan dan mental spiritual terhadap narapidana ini membutuhkan tenaga “spesialis” yang terdiri dari tiga unsur, yaitu rohaniawan, psikolog dan dokter. Ketiganya hendaknya merupakan suatu keterpaduan dan selalu berada di tempat untuk menjalankan tugas setiap harinya yang berstatus sebagai pegawai lapas sebagaimana petugas lapas lainnya, bukan tenaga bantuan dari luar. C. Pengembangan Minat Bakat Minat Minat adalah seberapa besar seseorang merasa suka/tertarik atau tidak suka/mengabaikan kepada suatu rangsangan. Minat adalah dorongan yang kuat bagi seseorang untuk melakukan segala sesuatu yang menjadi keinginannya. Minat merupakan faktor yang dapat mengarahkan bakat dan keberadaannya merupakan faktor utama dalam pengembangan bakat. Kata minat lebih menggambarkan motivasi, yang mempengaruhi perhatian, berpikir dan berprestasi Spesifikasi minat dapat dibedakan menjadi: • Minat pribadi (personal interest), yaitu ciri pribadi individu yang relatif stabil. Minat pribadi ditujukan pada suatu kegiatan atau topik yang spesifik (misalnya minat pada olah raga, ilmu pengetahuan, musik, tarian, komputer, dan lain-lain). • Minat situasional, yaitu minat yang ditumbuhkan oleh kondisi atau faktor lingkungan, misalnya peran pendidikan formal, informasi yang diperoleh melalui buku, internet atau televisi. • Minat sebagai keadaan psikologis, yakni bila seseorang memiliki penilaian yang tinggi untuk suatu kegiatan (value of activity) dan pengetahuan yang tinggi terhadap kegiatan tersebut. Jadi minat merupakan kecenderungan atau arah keinginan terhadap sesuatu untuk memenuhi dorongan hati, minat merupakan dorongan dari dalam diri yang mempengaruhi gerak dan kehendak terhadap sesuatu, merupakan dorongan kuat bagi seseorang untuk melakukan segala sesuatu dalam mewujudkan pencapaian tujuan dan cita-cita yang menjadi keinginannya. Bakat Sedangkan Bakat adalah sebuah sifat dasar, kepandaian dan pembawaan yang dibawa sejak lahir, misalnya menulis. Ada juga kata “bakat yang terpendam”, artinya bakat alami yang dibawah sejak lahir tapi tidak dikembangkan. Misalnya seseorang memilki bakat menjadi seorang pelari, tetapi tidak dikembangkan, sehingga kemampuannya untuk berlari juga tidak berkembang. Bakat memiliki tiga arti yaitu achievement (kemampuan aktual), capacity (Kemampuan potensial), dan aptitude (sifat dan kualitas).Ciri-ciri bakat, yaitu: • Bakat merupakan kondisi atau kualitas yang dimiliki seseorang, yang memungkinkan seseorang tersebut akan berkembang pada masa mendatang. • Bakat merupakan potensi bawaan yang masih membutuhkan latihan agar dapat terwujud secara nyata. • Bakat merupakan potensi terpendam dalam diri seseorang. • Bakat dapat muncul perlu digali, ditemukan, dilatih, dan dikembangkan. • Bakat memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu, akan tetapi harus ditunjang dengan minat, latihan, pengertian, pengetahuan, pengalaman, dan dorongan.Bakat tidak selalu identik disertai minat. • Bakat yang tidak disertai minat, maupun minat yang tidak disertai bakat, akan menimbulkan gap. Bila orang tua tidak cukup cermat misalnya dengan hal ini akan berdampak buruk bagi anak. Aspek-aspek Bakat: • Aspek perseptual: meliputi kemampuan dalam memberikan penilaian atau pemahaman terhadap sesuatu. • Aspek psikomotor: meliputi kemampuan fisik seperti kekuatan fisik, kecepatan gerak, ketelitian dan ketepatan, koordinasi dan keluwesan anggota tubuh. • Aspek intelektual: meliputi kemampuan mengingat dan mengevaluasi suatu informasi D. Pengembangan Kepribadian Pembinaan Kepribadian adalah pembinaan yang bertujuan meningkatkan kualitas pribadi narapidana agar memiliki mental spiritual yang baik, memiliki kesadaran hukum yang baik, memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang baik dan memiliki kemampuan intelektual yang lebih baik. Program pembinaan Kepribadian terbagi menjadi : 1. Program belajar membaca Al – Quran. 2. Program pengajian (ceramah agama Islam) 3. Kebaktian bagi umat kristiani. 4. Program perayaan Hari Besar masing- masing agama dan kepercayaan WBP. 5. Program kegiatan olah raga dan seni (band dan marawis). 6. Program pelaksanaan kegiatan kunjungan untuk WBP setiap hari dimulai dari pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB. BAB IV PEMBAHASAN MASALAH Sistem Pemidanaan Indonesia Pedoman pemidanaan (straftoemeting-leiddraad), tidak dapat dilepaskan dengan aliran-aliran hukum pidana yang dianut di suatu negara. Sebab bagaimana pun juga rumusan pedoman pemidanaan baik yang dirumuskan secara tegas maupun tidak, selalu dipengaruhi oleh aliran-aliran hukum pidana yang dianut. Di dalam dunia hukum pidana terdapat tiga aliran, yaitu: 1. Aliran Klasik. Aliran Klasik, aliran ini menitikberatkan kepada perbuatan dan tidak kepada orang yang melakukan tindak pidana. Hukum pidana yang demikian ialah hukum pidana perbuatan (daadstrafrecht). Aliran Klasik ini berpijak pada tiga tiang: • Asas legalitas, yang menyatakan bahwa tiada pidana tanpa undang-undang, tiada tindak pidana tanpa undang-undang dan tiada penuntutan tanpa undang-undang. • Asas kesalahan, yang berisi bahwa orang hanya dapat dipidana untuk tindak pidana yang dilakukannya dengan sengaja atau karena kealpaan. • Asas pengimbalan (pembalasan) yang sekuler, yang berisi bahwa pidana secara kongkrit tidak dikenakan dengan maksud untuk mencapai sesuatu hasil yang bermanfaat, melainkan setimpal dengan berat ringannya perbuatan yang dilakukan. 2. Aliran Modern. Aliran Modern atau aliran positif, aliran ini tumbuh pada abad ke-19. Pusat perhatian aliran ini adalah si pembuat. Aliran ini disebut aliran positif karena dalam mencari sebab kejahatan menggunakan metode ilmu alam dan bermaksud untuk langsung mendekati dan mempengaruhi penjahat secara postif sejauh ia masih dapat diperbaiki. Sehingga aliran ini berorientasi kepada pembuat atau daderstrafrecht. Menurut aliran ini perbuatan seseorang tidak dapat dilihat secara abstrak dari sudut yuridis semata-mata terlepas dari orang yang melakukannya, tetapi harus dilihat secara konkrit bahwa dalam kenyataannya perbuatan seseorang itu dipengaruhi oleh watak pribadinya, faktor-faktor biologis atau lingkungan kemasyarakatan.Jadi aliran ini bertitik tolak pada pandangan determinisme untuk menggantikan “doktrin kebebasan kehendak”. Ciri-ciri aliran modern adalah sebagai berikut: • Menolak definisi hukum dari kejahatan (rejected legal definition of crime). • Pidana harus sesuai dengan tindak pidana (let the punishment fit the criminal). • Doktrin determinisme (Doctrine of determinisme). • Penghapusan pidana mati (abolition of the death penalty). • Riset empiris (Empirical Research: Use of the inductive method). • Pidana yang tidak ditentukan secara pasti (indeterminatesentence). 3. Aliran Neoklasik. Aliran Neoklasik, aliran ini mulai mempertimbangkan kebutuhan adanya pembinaan individual dari pelaku tindak pidana. Para penganut aliran ini kebanyakan sarjana Inggris menyatakan bahwa konsep keadilan social berdasarkan hukum tidak realistis, dan bahkan tidak adil. Aliran ini berorientasi kepada perbuatan dan orang atau hukum pidana yang berorientasi kepada daad-daderstrafrecht. Adapun cirri-ciri aliran ini adalah; • Modifikasi dari doktrin kebebasan kehendak yang dapat dipengaruhi oleh patologi, ketidakmampuan, penyakit jiwa, dan keadaan-keadaan lain. • Diterima berlakunya keadaan-keadaan yang meringankan. • Modifikasi dari doktrin pertanggungjawaban untuk mengadakan peringanan pemidanaan, dengan kemungkinan adanya per-tanggungjawaban sebagian di dalam kasus-kasus tertentu seperti penyakit jiwa, usia dan keadaan-keadaan lain yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan kehendak seseorang pada saat terjadinya kejahatan. • Masuknya kesaksian ahli di dalam acara peradilan guna menentukan derajat pertanggungjawaban. Aliran-aliran ini berusaha untuk memperoleh sistem hukum pidana yang praktis dan bermanfaat sesuai dengan perkembangan presepsi manuisa tentang hak-hak asasi manusia. Tentang pedoman pemidanaan secara tegas rumusannya tidak kita jumpai di dalam KUHP kita, tetapi hanya dapat kita simpulkan dari beberapa rumusan KUHP kita sendiri. Berdasarkan praktek peradilan pidana di Indonesia untuk dapat terselenggarananya Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice system) yang baik, maka perlu dibuat suatu pedoman pemidanaan yang lengkap dan jelas. Pedoman ini sangat berguna bagi Hakim dalm memutuskan suatu perkara dan mempunyai dasar pertimbangan yang cukup rasional. Maka sehubungan dengan hal tersebut di atas dalam Konsep Rancangan KUHP 2004 dalam Pasal 52, terdapat pedoman pemidanaan yang bunyinya sebagai berikut: Dalam Pemidanaan wajib mempertimbangkan: 1. Kesalahan pembuat tindak pidana. 2. Motif dan tujuan melakukan tindak pidana. 3. Sikap batin pembuat tindak pidana. 4. Apakah tindak pidana dilakukan secara berencana. 5. Cara melakukan tindak pidana. 6. Sikap dan tidakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana. 7. Riwayat hidup dan keadaan social-ekonomi pembuat tindak pidana. 8. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana. 9. Pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban. 10. Pemaafan dari korban dan/atau keluarganya. 11. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan. Lebih lanjut merujuk sistem pemidanaan di Indonesia tidak lepas dari tujuan pemidanaan, Muladi cenderung mengadakan kombinasi tujuan pemidanaan yang dianggap cocok dengan pendekatan-pendekatan Sosiologis, Ideologis dan Juridis Filosofis tersebut. Di landasi oleh asumsi dasar, bahwa tindak pidana merupakan gangguan terhadap keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan masyarakat yang mengakibatkan kerusakan individu ataupun masyarakat. Dengan demikian maka tujuan pemidanaan adalah untuk memperbaiki kerusakan individual dan sosial yang diakibatkan oleh tindak pidana. Perangkat tujuan pemidanaan yang dimaksudkan di atas adalah: (1) pencegahan (umum dan khusus), (2) perlindungan masyarakat, (3) memelihara solidaritas masyarakat, (4) pengimbalan/pengimbangan. Tim perancangan Konsep Rancangan KUHP 2004 telah sepakat bahwa tujuan pemidanaan adalah: 1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat. 2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadikannya orang yang baik dan berguna. 3. Menyelesaikan konflik yang ditimnulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. 4. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana. (Pasal 51 Konsep RKUHP 2004). Untuk itu sistem hukum pidana yang berlaku di Indonesia adalah sistem hukum pidana yang berlaku seperti yang diatur dalam KUHP yang ditetapkan pada UU No. 1 tahun 1964 jo UU No. 73 tahun 1958, beserta perubahan-perubahannya sebagaimana yang ditentukan dalam UU No. 1 tahun 1960 tentang perubahan KUHP(selanjutnya disebut UU Prp ), UU No. 16 Prp tahun 1960 tentang beberapa perubahan dalam KUHP, UU no. 18 prp tentang perubahan jumlah maksimum pidana denda dalam KUHP. Meskipun Wetboek van Strarecht peninggalan zaman penjajahan belanda sudah tidak dipakai lagi di negara kita, tapi sistem pemidanaannya masih tetap digunakan sampai sekarang, meskipun dalam praktek pelaksanaannya sudah sedikit berbeda. Dalam masalah pemidanaan dikenal dua sistem atau cara yang biasa diterapkan mulai dari jaman W.V.S Belanda sampai dengan sekarang yakni dalam KUHP: 1. Bahwa orang yang dipidana harus menjalani pidananya didalam tembok penjara. Ia harus diasingkan dari masyarakat ramai terpisah dari kebiasaan hidup sebagaimana layaknya mereka bebas. Pembinaan bagi terpidana juga harus dilakukan dibalik tembok penjara. 2. Bahwa selain narapidana dipidana, mereka juga harus dibina untuk kembali bermasyarakat atau rehabilitasi/resosialisasi. Dalam KUHP penjatuhan pidana pokok hanya boleh satu macam saja dari tindak pidana yang dilakukan, yaitu salah satu pidana pokok diancam secara alternatif pada pasal tindak pidana yang bersangkutan. Untuk pidana pokok masih dapat satu atau lebih pidana tambahan seperti termasuk dalam Pasal 10b, dikatakan dapat berarti penambahan pidana tersebut adalah fakultatif. Jadi pada dasarnya dalam sistem KUHP ini tidak diperbolehkan dijatuhi pidana tambahan pidana pokok, kecuali dalam Pasal 39 ayat (3)(perampasan atas barang sitaan dari orang yang bersalah) dan Pasal 40 (pengembalian anak yang belum dewasa tersebut pada orangtuanya). Mengenai maksimum pidana penjara dalam KHUP adalah lima tahun dan hanya boleh dilampaui hingga menjadi dua puluh tahun, yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati,pidana seumur hidup, atau pidana penjara selama waktu tertentu. Atau antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu sebagaimana 39 diatur dalam Pasal 12 ayat (3) sedangkan minimum pidana penjara selama waktu tertentu adalah satu hari dan paling lama lima belas hari sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (2) KUHP. Sedangkan mengenai maksimum pidana kurungan adalah satu tahun dan hanya boleh dilewati menjadi satu tahun empat bulan, dalam hal ada pemberatan pidana karena pengulangan, perbarengan, atau karena ketentuan Pasal 52-52a.Adapun minimum pidana kurungan adalah satu hari sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 KUHP. Sejarah pertumbuhan dan perkembangan pidana penjara sebagai pidana hukuman tumbuhnya bersamaan dengan sejarah perlakuan terhadap terhukum (narapidana) serta adanya bangunan yang harus didirikan dan pergunakan untuk menampung para terhukum yang kemudian dikenal dengan bangunan penjara. Dalam Sistem baru pembinaan narapidana bangunan Lembaga Pemasyarakatan mendapat prioritas khusus. Sebab bentuk bangunan yang sekarang ada masih menunjukkan sifat-sifat asli penjara, sekalipun image yang menyeramkan dicoba untuk dinetralisir. Dalam proses pemidanaan, lembaga pemasyarakatan/rutan yang mendapat porsi besar dalam melaksanakan pemidanaan, setelah melalui proses persidangan di pengadilan.Pada awalnya tujuan pemidanaan adalah penjeraan, membuat pelaku tindak pidana jera untuk melakukan tindak pidana lagi. Tujuan itu kemudian berkembang menjadi perlindungan hukum. Baik kepada masyarakat (pihak yang dirugikan) maupun kepada pelaku tindak pidana (pihak yang merugikan). Berangkat dari upaya perlindungan hukum, maka pelaku tindak pidana dalam menjalani pidananya juga mendapat perlakuan yang manusiawi, mendapat jaminan hukum yang memadai. Lembaga Pemasyarakatan menurut Pasal 1 ayat (3) UU Pemasyarakatan yaitu: Lembaga pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Peran Lembaga Pemasyarakatan memudahkan pengintegrasian dan penyesuaian diri dengan kehidupan masyarakat, tujuannya agar mereka dapat merasakan bahwa sebagai pribadi dan Warga Negara Indonesia yang mampu berbuat sesuatu untuk kepentingan bangsa dan negara seperti pribadi dan Warga Negara Indonesia lainnya serta mereka mampu menciptakan opini dan citra masyarakat yang baik. Pembinaan Narapidana Pembinaan telah menempatkan narapidana sebagai subjek pembinaan dan tidak sebagai objek pembinaan seperti yang dilakukan dalam sistem kepenjaraan. Dalam sistem pemasyarakatan perlakukan sudah mulai berubah. Pemasyarakatan telah menyesuaikan diri dengan falsafah negara yaitu Pancasila, terutama perlakukan terhadap narapidana. Sistem baru pembinaan narapidana secara tegas mengatakan bahwa tujuan pembinaan narapidana adalah mengembalikan narapidana kemasyarakat dengan tidak melakukan tindak pidana lagi. Fungsi dan tugas pembinaan pemasyarakatan terhadap warga binaan pemasyarakatan dilaksanakan secara terpadu dengan tujuan agar mereka setelah selesai menjalani pidananya, pembinaannya dan bimbingannya dapat menjadi warga masyarakat yang baik. Sebagai abdi negara dan abdi masyarakat wajib menghayati serta mengamalkan tugas-tugas pembinaan pemasyarakatan dengan penuh tanggung jawab. Untuk melaksanakan kegiatan pembinaan pemasyarakatan yang berdaya guna, tepat guna dan berhasil guna, petugas harus memiliki kemampuan profesional dan integritas moral. Pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan disesuakan dengan asas-asas yang terkandung dalam Pancasila, UUD NKRI 1945 dan Standar Minimum Rules (SMR). Pada dasarnya arah pelayanan pembinaan dan bimbingan yang perlu dilakukan oleh petugas ialah memperbaiki tingkah laku warga binaan pemasyarakatan agar tujuan pembinaan dapat dicapai. Ruang lingkup pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor : M.02.PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan dibagi dalam dua bidang : 1. Pembinaan Kepribadian meliputi : Pembinaan kesadaran beragama. Usaha ini diperlukan agar dapat diteguhkan imannya terutama member pengertian agar warga binaan pemasyarakatan dapat menyadari akibat-akibat dari perbuatannya yang benar dan perbuatan yang salah. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara. Upaya yang dilaksanakan melalui pendidikan Pancasila termasuk menyadarkan mereka agar dapat menjadi warga negara yang baik, dapat berbakti bagi bangsa dan negara. Mereka perlu disadarkan bahwa berbakti untuk bagsa dan negara adalah sebagian dari iman (takwa). Pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan). Usaha ini diperlukan agar pengetahuan serta kemampuan berpikir warga binaan pemasyarakatan semakin meningkat sehingga dapat menunjang kegiatan-kegiatan positif yang diperlukan selama masa pembinaan. Pembinaan intelektual dapat dilakukan baik melalui pendidikan formal maupun informal. Pendidikan formal diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang telah ada yang ditetapkan oleh pemerintah agar dapat ditingkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan. Pendidikan non formal diselenggarakan melalui kursus-kursus, latihan keterampilan dan sebagainya. Pembinaan kesadaran hukum. Pembinaan kesadaran hukum warga binaan pemasyarakatan dilaksanakan dengan memberikan penyuluhan hukum yang bertujuan untuk mencapai kesadaran hukum yang tinggi sehingga sebagai anggota masyarakat menyadari hak dan kewajibannya dalam rangka turut menegakkan hukum dan keadilan, perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban, ketentraman, kepastian hukum, dan terbentuknya perilaku setiap warga negara Indonesia yang taat kepada hukum. Penyuluhan hukum bertujuan lebih lanjut untuk membentuk keluarga yang sadar hukum yang dibina selama berada di lingkungan pembinaan maupun setelah berada kembali ditengah-tengah masyarakat. Pembinaan mengintegrasi diri dengan masyarakat. Pembinaan di bidang ini dapat dikatakan juga pembinaan kehidupan sosial kemasyarakatan yang bertujuan pokok agar bekas narapidana mudah diterima kembali oleh masyarakat lingkungannya. 2. Pembinaan Kemandirian. Pembinaan kemandirian diberikan dalam Lembaga Pemasyarakatan melalui program-program : A. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri misalnya : kerajinan tangan, industri rumah tangga, reparasi mesin dan alat-alat elektronik. B. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil, misalnya pengelolaan bahan mentah dari sektor pertanian dan bahan alam menjadi bahan setengah jadi (contoh mengolah rotan menjadi perabotan rumah tangga). C. Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakat masing-masing. Dalam hal ini bagi mereka yang memiliki bakat tertentu diusahan pengembangan bakat itu. Misalnya memilki kemampuan di bidang seni, maka diusahakan untuk disalurkan ke perkumpulan-perkumpulan seniman untuk dapat mengembangkan bakat sekaligus mendapatkan nafkah. D. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan pertanian (perkebunan) dengan menggunakan teknologi biasa atau teknologi tinggi, misalnya industry kulit, industri pembuatan sepatu. Sistem pemasyarakatan menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (selanjutnya disebut UU Pemasyarakatan) adalah: Suatu sistem tatanan mengenai arahan dan batasan serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dan aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga Negara yang baik dan bertanggung jawab. Sistem pemasyarakatan akan mampu mengubah citra negatif sistem kepenjaraan dengan memperlakukan narapidana sebagai subjek sekaligus sebagai objek yang didasarkan pada kemampuan manusia untuk tetap memperlakukan manusia sebagai manusia yang mempunyai eksistensi sejajar dengan menusia lain. Sistem ini menjanjikan sebuah model pembinaan yang humanis, tetap menghargai seorang narapidana secara manusiawi, bukan semata-mata tindakan balas dendam dari negara. Hukuman hilang kemerdekaan kiranya sudah cukup sebagai sebuah penderitaan tersendiri sehingga tidak perlu ditambah dengan penyiksaan hukuman fisik lainnya yang bertentangan dengan hak asasi manusia. Membina narapidana harus menggunakan prinsip-prinsip yang paling mendasar, kemudian dinamakan prinsip-prinsip dasar pembinaan narapidana. Ada empat komponen penting dalam pembinaan narapidana yaitu : 1. Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri. 2. Keluarga, adalah anggota keluarga inti, atau keluarga dekat. 3. Masyarakat, adalah orang-orang yang berada di sekeliling narapidana pada masih di luar lembaga pemasyarakatan/rutan, dapat masyarakat biasa, pemuka masyarakat, atau pejabat setempat. 4. Petugas, dapat berupa petugas kepolisian, pengacara,petugas keagamaan,petugas sosial,petugas lembaga pemasyarakatan, rutan, Balai hakim Wasmat dan lain sebagainya. Menurut Sahardjo dalam konferensi Dinas Kepenjaraan di Lembang Bandung, dalam sepuluh prinsip pembinaan dan bimbingan bagi narapidana. prinsip-prinsip untuk bimbingan dan pembinaan adalah: 1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna dalam masyarakat. 2. Penjatuhan pidana bukan tindakan pembalasan dendam dari Negara. 3. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan bimbingan. 4. Negara tidak berhak membuat seseorang narapidana lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum ia masuk lembaga. 5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenakan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat. 6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu atau hanya diperuntukkan bagi kepentingan lembaga atau neagara saja. Pekerjaan yang diberikan harus ditujukan untuk pembangunan Negara. 7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan asas pancasila. 8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun ia tersesat. Tidak boleh ditujukan kepada narapidana bahwa ia itu penjahat. 9. Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan. 10. Sarana fisik lembaga dewasa ini merupakan salah satu hambatan pelaksanaan sitem pemasyarakatan. Dalam sistem pemasyarakatan, tujuan pemidanaan adalah pembinaan dan bimbingan, dengan tahap-tahap admisi/orientasi, pembinaan dan asimilasi. Tahapan-tahapan tersebut tidak dikenal dalam sistem kepenjaraan. Tahap admisi/orientasi dimaksudkan, agar narapidana mengenal cara hidup, peraturan dan tujuan dari pembinaan atas dirinya, sedang pada tahap asimilasi narapidana diasimilasikan ke tengah-tengah masyarakat di luar lembaga pemasyarakatan. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya penyesuaian diri, agar narapidana tidak menjadi canggung bila keluar dari lembaga pemasyarakatan. Tujuan pembinaan adalah pemasyarakatan, dapat dibagi dalam Enam hal yaitu : A. Setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan tidak lagi melakukan tindak pidana. B. Mampu memotivasi orang lain. Narapidana yang telah mengenal diri sendiri, telah mampu memotivasi diri sendiri, diharapkan mampu memotivasi orang lain, kelompoknya, keluarganya, dan masyarakat sekelilingnya. C. Mampu memiliki kesadaran yang tinggi, baik untuk diri sendiri, keluarga, kelompoknya, masyarakat sekelilingnya, agama, bangsa dan negaranya. D. Memiliki kepercayaan diri yang kuat. Narapidana yang telah mengenal diri sendiri, diharapkan memiliki kepercayaan diri yang kuat. Percaya akan tuhan, percaya bahwa diri sendiri mampu merubah tingkah laku, tindakan, dan keadaaan diri sendiri untuk lebih baik lagi. E. Memiliki tanggung jawab. Mengenal iri sendiri juga merupakan sebuah upaya untuk membentuk rasa tanggung jawab. Jika narapidana telah mampu berpikir, mengambil keputusan dan bertindak maka narapidana harus mampu pula bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya itu. F. Menjadi pribadi yang utuh. Pada tahap terakhir diharapkan narapidana akan menjadi manusia dengan kepribadian yang utuh. Mampu menghadapi segala tantangan, hambatan halangan, rintangan dan masalah apapun dalam setiap langkah dan kehidupannya. Dengan memperhatikan tujuaan pembinaan adalah kesadaran, Nampak jelas bahwa peran narapidana untuk merubah diri sendiri sangat menonjol sekali.Perubahan bukan karena dipaksa oleh pembinanya, tetapi atas kesadaran diri sendiri. Pola pembinaan sebagaimana yang dtempuh ini, merupakan suatu penggabungan antara pembinaan intra dan ekstra yang menyangkut: (1) Kepribadian, (2) Kesadaran berbangsa dan bernegara (3) Kemampuan intelektual, keterampilan dan kemandirian. BAB V PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Palembang dapat disimpulkan bahwa: 1. Pembinaan yang dilakukan di Lapas Wanita Klas IIA Palembang sudah efektif, telah sesuai dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yang mana pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Pembinaan yang dilaksanakan di lapasWanita klas IIA Palembang yakni pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Pembinaan Kepribadian yang diberikan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Palembang adalah Pendidikan Agama, Pendidikan Olahraga, Serta pembinaan kemandirian yang dilaksanakan ialah Pembuatan cendramata, pembuatan kain songket, pembuatan kursi sofa, pembuatan baju batik dll. 2. Berdasarkan hasil pengamatan langsung maupun wawancara yang dilakukan, penulis menemukan berbagai macam hambatan yang dihadapi Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Palembang antara lain: • Ruang Rehabilitasi (sakau) dan ruang isolasi • Luas Lahan • Jumlah Petugas/Tenaga Kesehatan • Kapasitas Klinik Kesehatan • Jumlah Blok Hunian • Motivasi Narapidana. Saran Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Palembang, maka perlu dikemukakan beberapa saran sebagai sumbangan pemikiran bagi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Palembang. Adapun saran-saran yang penulis sampaikan adalah sebagai berikut : 1. Dalam penanggunalangan penyalahgunaan narkoba memerlukan banyak penyuluh maka dari itu jumlah penyuluh perlu adanya penambahan tenaga penyuluh yang lebih memadai. 2. Dalam melaksanakan kegiatan perlunya perhatian ekstra dari para pegawai demi tercapaian tujuan yang ingin dicapai. 3. Peran aktif orang tua dalam keluarga dengan memberikan pengetahuan dan bimbingan nilai-nilai agama sejak dini, dan juga orang tua haru bisa dicontoh atau menjadi panutan bagi anak-anaknya. 4. Orang tua memberikan pengawasan secara berkala terhadap pergaulan anak-anaknya dilingkungan dimana mereka tinggal. Daftar Pustaka Harsono, C.I., Sistem Baru Pembinaan Narapidana, op cit, Hlm .51. Josias, A. dan Simon R-Thomas Sunaryo, 2010, Studi Kebudayaan Lembaga Pemasyarakatan Di Indonesia, Lubuk Agung, Bandung, h.1 Lamintang, P.A.F. dan Theo Lamintang, 2010, Hukum Penitensier Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h.165Setiabudy, Marlina, 2011, Hukum Penitensier, Rafika Aditama, Bandung, h.124. Poernomo, Bambang, Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem Pemasyarakata, Liberty, Yogyakarta, 1986, hal.250 Priyatno, Dwidja,Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia.Refika Aditama.2009.Hlm 31-33. Tolib, 2010, Pokok-pokok Hukum Penitensier Indonesia, Alfabeta, Bandung, h.99 Undang-Undang Pasal I ayat 3Undang-Undang No.12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Undang-Undang No. 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. 3 Lampiran

Laporan PPL ( Fak. Dakwah dan Komunikasi)

LAPORAN KEGIATAN PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) DI JAKARTA-BANDUNG 3-8 JUNI 2014 DISUSUN O L E H KELOMPOK: KETUA : A. HATIMI (11521001) ANGGOTA : 1. ROMADON DWI ZAHRI (11521008) 2. SULAIMAN (11521009) 3. LILIS SYAFITRI (11521702) BPI-KESEJAHTRAAN SOSIAL FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN RADEN FATAH PALEMBANG TAHUN AKADEMIK 2014 LEMBAR PENGESAHAN PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN Proses Rehabilitasi Bagi Pecandu dan Penyalahguna Narkoba di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional ( BNN ) Obyek Penelitian : Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional ( BNN ) Alamat : Jl Hr Edi Sukma Desa Wates Jaya Kec. Cigombong Kab. Bogor Jawa Barat 16740 Waktu penelitian : 05 Juni 2014 Setelah membaca dan meneliti laporan kegiatan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Raden Fatah Palembang Tahun Akademik 2014 yang disusun oleh : Pelaksana : 11521001 A. Hatimi 11521008 Romadon dwi zahri 11521009 Sulaiman 11521702 Lilis syafitri Disetujui oleh Palembang, 27 Juni 2014 Dosen Pembimbing Lapangan I Dosen Pembimbing Lapangan II Aminullah Cik Sohar, M.Pd.I Ainur Rofik, M.Si NIP.195309231980031002 NIP. 197906192007101005 Ketua Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam Neni Novizah, M.Pd NIP.197903042008012012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, atas limpahan rahmad dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) tentang “Proses Rehabilitasi Bagi Pecandu dan Penyalahgunaan Narkoba di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN)“ Laporan ini disusun sebagai salah satu tugas mata pelajaran Praktek Propesi Lapangan Dakwah. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Yth: 1. Dr. Kusnadi, MA. Selaku Dekan Fakultas Dakwah. 2. Drs. Musrin, M.Hum. Selaku Dosen Pembimbing PPL. 3. Neni Novizah, M.Pd. Selaku Kajur Bimbingan Penyuluhan Islam. 4. Ainur Rofik, M.Si. Selaku Pembimbing Akademik. 5. Orang tua kami yang telah membantu baik moril maupun materil. 6. Teman-teman satu kelompok yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman kami untuk lebih baik dalam penulisan laporan berikutnya. Palembang, 27 Juni 2014 Data Tabel 1.1 Data Residen Berdasarkan Jenis Penyalahgunaan Zat Tahun 2007-2013 1.2 Data Residen berdasarkan Pendidikan Tahun 2007-2013 1.3 Data Residen berdasarkan Usia Tahun 2007-2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rehabilitasi adalah program untuk membantu memulihkan orang yang memilki penyakit kronis baik dari fisik ataupun psikologisnya. Pusat Rehabilitasi menggunakan berbagai metode yang berbeda terhadap si pasien, perawatan pun disesuaikan menurut penyakit si pasien dan seluk-beluk dari awal terhadap si pasien tersebut. Waktu juga menentukan perbedaan perawatan antar pasien. Para pasien yang masuk di pusat Rehabilitasi kebanyakan menderita rendah diri dan kurangnya pandangan positif terhadap kehidupan, oleh karena itu psikologi memainkan peranan yang sangat besar dalam program Rehabilitasi. Salah satu tempat rehabilitasi yang terdapat di kota Bandung adalah Rumah Cemara, Rumah Cemara merupakan sebuah lembaga non-profit yang bertujuan membantu masyarakat, khususnya Jawa Barat, dalam menghadapi masalah-masalah pemakaian obat. Kurangnya informasi dalam hal cara penanganan menjadi masalah tersendiri, Oleh karena itu perlu diwujudkan lingkungan yang mendukung. Di Indonesia lingkungan yang paling penting adalah keluarga. Kesediaan keluarga untuk menerima remaja yang pernah menggunakan narkoba di tengah keluarga merupakan dukungan yang amat berharga. hidup dengan bekal pendidikan yang terbatas. Bagi korban ketergantungan narkoba diperlukan layanan yang terpadu untuk membawa mereka kembali ke tengah masyarakat. Layanan ini biasanya mampumembantu untuk melepaskan dirinya dari jeratan narkoba dan bisa kembali bersosialisasi di tengah masyarakat. Sampai saat ini masalah penyalahgunaan narkoba pada remaja di indonesia adalah ancaman yang sangat mencemaskan bagi keluarga khususnya dan suatu bangsa pada umumnya. Pengaruh narkoba sangatlah buruk, baik dari segi kesehatan pribadinya maupun dampak sosial yang ditimbulkannya. Para remaja korban narkoba akan menanggung beban psikologis dansosial. Oleh karena itu solusi yang perlu dilakukan dengan cara menginformasikan tempat rehabilitasi guna menyediakan tempat untuk membantu dalam hal pemulihan bagi para pengguna. B. Ruang Lingkup Ruang lingkup pada laporan Praktek Pengalaman Lapangan ini adalah berkenaan dengan Proses Rehabilitasi Bagi Pecandu dan Penyalahgunaan Narkoba di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN). C. Tujuan Tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah memberikan pemahaman mengenai bahaya dari penyalahgunaan Narkoba, membuka wawasan supaya mendapatkan metode baru dalam cara penanganan penyalahgunaan atau pecandu Narkoba. D. Manfaat Manfaat dari penelitian yaitu memberikan pengetahuan kepada keluarga maupun masyarakat mengenai proses, tempat rehabilitasi Bagi Pecandu dan Penyalahgunaan Narkoba, mengetahui berbagai macam metode yang telah di terapkan diBalai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional. E. Metodologi Sumber data pada penelitian ini yaitu - Sumber data primer; yaitu data yang diperoleh langsung dari dokter, psikiater, residen, pembicara. - Sumber data Sekunder; yaitu data yang diperoleh dari dokumentasi Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional. Metode pengumpulan Data a. Observasi peneliti menggunakan metode ini untuk mengumpulkan data dengan melihat langsung proses Rehabilitasi dengan menggunakan medi gambar, visual. b. Wawancara peneliti menggunakan metode ini untuk mengumpulkan data dengan wawancara langsung dengan Dokter, Psikiater, Residen serta pihak yang terkait dalam Proses Rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional. c. Dokumentasi peneliti menggunakan metode ini untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan Proses Rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional serta catatan-catatan penting lainya yang berhubungan dengan penelitian ini. F. Sistematika Penulisan Pada penelitian ini peneliti membagi beberapa bagian yaitu bagian awal, bagian utama dan bagian akhir. • Bagian awal yang berisi Halaman Sampul, Halaman Logo (Logo Timbul), Halaman Judul (sama dengan halaman sampul), Halaman Pengesahan, Kata Pengantar, Daftar Isi, Daftar Gambar, Daftar Lampiran, Daftar Lainnya. • Bagian Utama yang berisi inti permasalahan penelitian yaiu BAB I PENDAHULUAN: yang berisi Latar Belakang, Ruang Lingkup, Tujuan dan Manfaat, Metodologi, Sistematika Penulisan. BAB II TUJUAN UMUM: yang berisi Gambaran umum BNN, Struktur Organisasi, Sejarah BNN, Sistem yang sedang berjalan. BAB III URAIAN KEGIATAN: yang berisi Uraian kegiatan PPL BAB IV PEMBAHASAN MASALAH: yang berisi Permasalahan, Usulan pemecahan masalah, Desain dan hasilnya. BAB V PENUTUP: yangb berisi Kesimpulan, Saran • Bagian akhir yang berisi Daftar Pustaka, Lampiran, Foto Kegiatan. BAB II TUJUAN UMUM A. Gambaran umum BNN Latar Belakang BNN Keberadaan Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional merupakan pusat rujukan nasional pelaksanaan rehabilitasi bagi penyalah guna dan/atau pecandu narkoba secara profesional yang berfungsi melaksanakan pelayanan rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan/atau pecandu narkoba dan Balai ini dipimpin oleh Kepala Balai Besar Rehabilitasi BNN. Dalam upaya mencapai visi “Indonesia Bebas Narkoba Tahun 2015”, UPT T&R BNN berperan serta dalam penanganan rehabilitasi korban penyalah guna dan atau pecandu narkotia, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Balai Besar Rehabilitasi BNN juga berfungsi sebagai pusat rujukan dalam hal pelayanan secara terpadu meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial terhadap korban penyalah guna dan / atau pecandu narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya, memfasilitasi pengkajian dan pengembangan rehabilitasi, serta memberikan bantuan informasi dalam rangka pemutusan jaringan peredaran gelap narkoba. Pelaksanaan pelayanan di Balai Besar Rehabilitasi BNN bagi pecandu dan penyalahguna narkoba menggunakan sistem one stop center (pelayanan satu atap) terdiri dari pelayanan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial dalam satu atap. Pada pelayanan rehabilitasi sosial menggunakan metode Therapeutic Community (TC) dengan kapasitas daya tampung berjumlah 500 orang. Target kinerja yang harus dicapai Balai Besar Rehabilitasi didukung dengan Anggaran Penggunaan Belanja Negara (APBN), yang merupakan penjabaran dari visi, misi, dan tujuan yang telah dituangkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Tahun 2010–2014 dan Rencana Kerja (Renja) Tahun 2011. Pengukuran pencapaian kinerja bertujuan untuk mendorong instansi pemerintah dalam meningkatkan transparansi, akuntabilitas dan efektifitas dari kebijakan dan program serta dapat menjadi masukan dan umpan balik bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka meningkatkan kinerja instansi pemerintah sebagai salah satu perwujudan tekad untuk senantiasa bersungguh-sungguh mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip “good governance” dengan mengguakan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Rehabilitasi berarti pemulihan kapasitas fisik dan mental kepada kondisi / keadaan sebelumnya. Bagi seorang penyalahguna atau pecandu narkoba, rehabilitasi merupakan sebuah proses yang harus dijalani dalam rangka full recovery (pemulihan sepenuhnya), untuk hidup normatif, mandiri dan produktif di masyarakat. Rehabilitasi berkelanjutan seorang pecandu narkoba diawali oleh tahapan rehabilitasi medis yang bertujuan memulihkan kesehatan fisik dan psikis / mental seorang pecandu narkoba melalui layanan kesehatan dan terapi medis / psikiatris. Tahapan selanjutnya yaitu rehabilitasi sosial yang bertujuan mengintegrasikan (menyatukan) kembali seorang pecandu narkoba ke dalam kehidupan masyarakat dengan cara memulihkan proses berpikir, berperilaku, dan beremosi sebagai komponen kepribadiannya agar mampu berinteraksi di lingkungan sosialnya (dalam lingkungan rehabilitasi). Berikutnya adalah tahapan bina lanjut (aftercare) yang merupakan serangkaian kegiatan positif dan produktif bagi seorang pecandu narkoba setelah menjalani tahap pemulihan (rehabilitasi medis dan sosial). Tahapan bina lanjut merupakan bagian yang integral (menyatu) dalam rangkaian rehabilitasi ketergantungan narkoba dan tidak dapat dianggap sebagai bentuk terapi yang berdiri sendiri. Hal ini berkaitan dengan pemahaman umum bahwa setelah seorang pecandu menjalani program rehabilitasi di tempat rehabilitasi, mereka masih memerlukan pendampingan agar proses reintegrasi ke masyarakat dapat berlangsung sesuai dengan tujuan untuk dapat hidup normatif, mandiri dan produktif. Pada kenyataannya terapi ketergantungan narkoba tidak berhenti di dalam tempat rehabilitasi melainkan terus berlanjut sampai seorang residen kembali ke masyarakat dengan menjalani hidup sehat dan menjadi manusia yang produktif. Seorang pecandu narkoba dapat mengikuti program rehabilitasi dengan didasarkan atas kesadaran sendiri, hasil penjangkauan, program wajib lapor, tersangka yang sedang menjalani proses penyidikan dan penuntutan, terdakwa yang sedang menjalani proses persidangan, dan terpidana yang telah mendapat penetapan atau keputusan hakim. VISI : Menjadi Pusat Rujukan Nasional Pelaksanaan Rehabilitasi Bagi Penyalahguna dan/atauPecandu Narkoba Secara Profesional. MISI : 1. melaksanakan pelayanan secara terpadu rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan/atau pecandu narkoba; 2. memfasilitasi pengkajian dan pengembangan rehabilitasi; 3. melaksanakan pelayanan program wajib lapor pecandu; 4. memberikan dukungan informasi dalam rangka pelaksanaan pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Kedudukan Balai Besar Rehabilitasi BNN : Tanggal 31 Oktober 1974 diresmikan oleh Ibu Tien Suharto, realisasi Bakolak Inpres No: 6 Tahun 1971 sebagai Pilot Project DKI Jakarta, dengan nama Wisma Pamardi Siwi yang berfungsi sebagai tahanan wanita & anak-anak nakal sebelum diperkarakan / diajukan ke pengadilan. SKEP Kapolri No. Pol. Skep/108/VII/1985 tentang perubahan struktur organisasi Polri Dinas Pamardisiwi (Rumwatik Pamardisiwi Sebagai tempat rehabilitasi sosial bagi anak nakal dan korban narkoba. Tahun 1997 dikembangkan Klinik Nazatra Disdokkes Polda Metro Jaya, sebagai pendukung pelayanan dalam bidang rehabilitasi medis dalam rangka pelayanan terpadu (medis dan sosial). Keppres RI No: 17 tahun 2002 tentang BNN tanggal 25 Januari disempurnakan dengan Kep. No: 20/XII/2004/BNN tentang Unit T & R Balai Kasih Sayang Pamardisiwi. Peraturan Ketua Badan Narkotika Nasional Nomor : PER/02/XI/2007/BNN tanggal 15 November 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Terapi dan Rehabilitasi BNN. Berdasarkan Peraturan Kepala BNN No. 02 tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Rehabilitasi BNN, maka nama UPT Terapi dan Rehabilitasi diubah menjadi Balai Besar Rehabilitasi BNN. Tugas Pokok : Melaksanakan pelayanan secara terpadu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, fasilitasi pengkajian dan pengembangan rehabilitasi, dan pelayanan wajib lapor serta memberikan dukungan informasi dalam rangka pelaksanaan pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya, untuk selanjutnya disebut P4GN Fungsi : • penyusunan perencanaan, program dan anggaran Balai Besar Rehabilitasi BNN; • penyusunan dan perumusan pedoman pelaksanaan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial terhadap korban penyalah guna dan/atau pecandu narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya;fasilitasi magang, pengkajian, penelitian dan pengembangan rehabilitasi; • pelayanan wajib lapor serta memberikan dukungan informasi dalam rangka pelaksanaan P4GN pemutusan jaringan peredaran gelap narkoba; • pelaksanaan pengkajian, pengembangan dan uji coba metode rehabilitasi guna peningkatan efektifitas dan efisiensi proses rehabilitasi; • pelaksanaan pelayanan rehabilitasi medis dan penunjang medis; • pelaksanaan pelayanan rehabilitasi sosial dan penunjang rehabilitasi sosial; • pelaksanaan pusat rujukan bagi fasilitasi rehabilitasi korban penyalah guna dan/atau pecandu narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya milik pemerintah, swasta dan lembaga swadaya masyarakat lainnya; • pelaksanaan penyelenggaraan database di lingkungan Balai Besar Rehabilitasi BNN; • pelaksanaan ketatausahaan dan rumah tangga Balai Besar Rehabilitasi BNN; • pelaksanaan evaluasi dan pelaporan perencanaan, program dan anggaran Balai Besar Rehabilitasi BNN. Syarat Calon Residen 1. Berusia 17 - 45 tahun. Jika diluar usia tersebut akan diputuskan oleh tim. 2. Calon residen adalah korban penyalahguna narkoba yang ditunjukkan dengan hasil tes urine prositif (+), atau memiliki riwayat penggunaan narkoba dalam dua belas bulan terakhir. 3. Tidak memiliki gangguan jiwa berat yang dibuktikan dengan hasil pemeriksaan medis atau rekomendasi psikiater/RS Jiwa. 4. Tidak memiliki cacat fisik atau penyakit kronis dan akut yang mengganggu dalam mengikuti program rehabilitasi. 5. Calon residen dengan didampingi orang tua/wali sebagai penanggungjawab. 6. Calon residen yang bekerja/kuliah/sekolah wajib menyertakan surat cuti dari tempat kerja/kuliah/sekolah. 7. Calon residen kiriman instansi wajib membawa surat pengantar resmi dari instansi yang mengirim. 8. Calon residen yang berasal dari anggota (kepolisian/angkatan) wajib menyertakan surat pengantar dari kesatuan. 9. Calon residen yang berasal dari putusan pengadilan wajib diantar oleh petugas kejaksaan dengan membawa surat putusan dari pengadilan. 10. Calon residen “bantaran” wajib diantar oleh penyiclik dengan membawa surat pengantar resmi. 11. Calon residen wajib mengikuti rehabilitasi sampai dengan komplit program. 12. Orangtua/wali wajib menghadiri pertemuan yang dijadwalkan oleh petugas Balai Besar Rehabilitasi BNN a.l family dialogue (FD), konseling keluarga, family support groups (FSG), kunjungan keluarga, dll. 13. Residen datang dengan membawa: • Foto copy KTP calon residen dan orangtua/wali masing~masing 2 lembar. • Foto copy Kartu Keluarga (KK) 2 Iembar. • Pas foto calon residen berwarna ukuran 4x6 sebanyak 2 Iembar. • Materai Rp 6ooo,- sebanyak 4 Iembar. • Surat pengantar dari BNNP/BNNK (Jika belum membawa bisa disusulkan). Asesmen / Screening Intake Asesmen merupakan suatu tindakan penilaian untuk mengetahui kondisi residen akibat penyalah gunaan narkoba yang meliputi aspek medis dan aspek sosial. Asesmen dilakukan dengan cara wawancara, observasi, serta pemeriksaan fisik dan psikis residen. Wawancara menggunakan format asesmen yang berlaku/standar yang terdapat dalam PP 25 tahun 2011 tentang wajib lapor dan sesuai dengan format Adiction Severity Index (ASI). Sedangkan observasi meliputi atas perilaku, proses berfikir dan emosi pecandu narkoba. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik diakhiri dengan penyusunan rencana terapi. Di bawah ini adalah tahapan pelaksanaan asesmen terhadap penyalah guna narkoba : 1. Pemeriksaan urin atau rambut untuk mengetahui jenis narkoba dan riwayat penyalah gunaan narkoba. 2. Wawancara menggunakan format asesmen yang berlaku / standar dalam PP 25 tahun 2011 tentang wajib lapor dan sesuai dengan format Adiction Severity Index (ASI) yang meliputi riwayat kesehatan, riwayat pekerjaan / dukungan hidup, riwayat penggunaan narkoba, riwayat keterlibatan pada tindak kriminalitas, riwayat keluarga dan sosial, serta riwayat psikiatris pecandu narkoba. 3. Pemeriksaan fisik. 4. Pemberian terapi simptomatik jika diperlukan. Pemberian terapi simptomatik tidak harus didahului oleh asesmen, jika kondisi fisik tidak memungkinkan asesmen dapat ditunda dengan mendahulukan penanganan kegawatdaruratan dan terapi simptomatik. 5. Rencana terapi. Setelah melakukan asesmen, beberapa hal yang harus dilakukan oleh petugas / asesor berdasarkan diagnosis kerja yang ditentukan dan berdasarkan hasil asesmen, petugas / asesor harus menyusun rencana terapi dan kemungkinan melakukan kasus rujukan terkait kondisi fisik, psikis, dan sosial residen. Asesor dapat menentukan lebih dari satu tindakan yang tertera : • Asesmen lanjutan / mendalam. • Evaluasi psikologis. • Program detoksifikasi. • Wawancara motivasional. • Intervensi singkat. • Terapi rumatan (tidak dilakukan di lingkungan BNN). • Rehabilitasi rawat inap. • Konseling. • Dan lain-lain. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fungsi-fungsi organ tubuh dan pemeriksaan penunjang jika diperlukan. Asesmen dapat dilakukan pada tahap awal, proses, dan setelah rehabilitasi yang dilakukan sekurang-kurangnya 6 bulan sekali. Asesmen bersifat rahasia dan dilakukan oleh tim dengan dokter sebagai penanggungjawab. Pelaksanaan asesmen tidak hanya dilakukan di Balai Besar Rehabilitasi BNN namun dapat juga dilakukan di perwakilan BNN di daerah (BNNP dan BNNK / Kota). Detoksifikasi Penegak hukum, layanan kesehatan, penyalahguna narkoba, layanan kesehatan mental, dan berbagai sistem lainnya mempunyai pengertian mengenai detoksifikasi yang berbeda-beda. Secara umum istilah detoksifikasi adalah suatu rangkaian intervensi yang bertujuan untuk menatalaksanakan kondisi akut dari intoksikasi (keracunan) maupun putus zat diikuti dengan pembersihan zat dari tubuh penyalahguna atau ketergantungan narkoba. Program detoksifikasi akan dapat meminimalisasi dampak terhadap fisik yang disebabkan oleh penggunaan narkoba. Proses detoksifikasi dalam keadaan normal dilaksanakan paling lama 2 (dua) minggu di tempat yang telah disiapkan sedemikian rupa dengan mengutamakan aspek kesehatan dan keselamatan residen. Proses detoksifikasi merupakan metode rehabilitasi medis yang dilaksanakan oleh petugas yang telah memiliki kualifikasi tertentu sesuai dengan standar yang berlaku. Entry Unit Tahap Entry Unit adalah tahap pengenalan dan adaptasi terhadap lingkungan baru di tempat rehabilitasi. Tujuan utama tahap orientasi adalah melakukan penyesuaian diri dengan program rehabilitasi TC. Kegiatan komunitas pada tahap orientasi berfokus pada penyesuaian diri melalui beberapa strategi spesifik, yaitu isolasi relatif, intervensi krisis, orientasi fokus dan konseling. Tahap ini berlangsung paling lama 2 minggu. Selama masa orientasi dilakukan pemantauan dan evaluasi untuk menilai kesiapan residen dapat diterima atau tidak untuk mengikuti tahapan berikutnya. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi sesuai dengan prosedur teknis yang ada. Kriteria penyelesaian tahap orientasi : • Residen dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan termasuk hubungan dengan manusia dan alam sekitar. • Residen dapat tahu dan paham serta taat terhadap peraturan yang berlaku di tempat rehabilitasi. Rumah Dampingan Residen tinggal di rumah dampingan ini dengan sesama residen lainnya yang telah mengikuti program pascarehabilitasi minimal 10 orang didampingi Konselor, Pekerja Sosial dan Tenaga Medis. Konselor, Pekerja sosial dan Tenaga medis berperan sebagai pendamping, bertugas memantau dan membimbing bila timbul permasalahan pribadi yang berkaitan dengan pekerjaan dan keluarga. Selama tinggal di Rumah Dampingan ini residen secara berkala mengikuti test urine dan rambut untuk mendeteksi kemungkinan penggunaan narkoba kembali (kekambuhan). Residen tinggal di Rumah Dampingan ini selama 2 (dua) bulan dan selama tinggal residen dapat mengunjungi keluarga yang tinggal di satu daerah/kota. Sedangkan yang memiliki keluarga di luar daerah/kota, dapat diberikan waktu kunjungan selama 3 (tiga) hari dilengkapi dengan surat jalan diketahui pejabat BNNP atau BNNK/Kota setempat. Re-Entry Tahap Re-Entry adalah tahapan akhir dalam program TC, dimana residen berada dalam tahap adaptasi dan kembali bersosialisasi dengan masyarakat luas di luar komunitas residensial yang dipersiapkan melalui program pola hidup sehat dan produktif berbasis konservasi alam (hutan dan laut). B. Struktur Organisasi BNN C. Sejarah BNN Sejarah penanggulangan bahaya Narkotika dan kelembagaannya di Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelligen Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi 6 (enam) permasalahan nasional yang menonjol, yaitu pemberantasan uang palsu, penanggulangan penyalahgunaan narkoba, penanggulangan penyelundupan, penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, pengawasan orang asing. Berdasarkan Inpres tersebut Kepala BAKIN membentuk Bakolak Inpres Tahun 1971 yang salah satu tugas dan fungsinya adalah menanggulangi bahaya narkoba. Bakolak Inpres adalah sebuah badan koordinasi kecil yang beranggotakan wakil-wakil dari Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, dan lain-lain, yang berada di bawah komando dan bertanggung jawab kepada Kepala BAKIN. Badan disediakan berdasarkan kebijakan internal BAKIN. Pada masa itu, permasalahan narkoba di Indonesia masih merupakan permasalahan kecil dan Pemerintah Orde Baru terus memandang dan berkeyakinan bahwa permasalahan narkoba di Indonesia tidak akan berkembang karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber-Pancasila dan agamis. Pandangan ini ternyata membuat pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia lengah terhadap ancaman bahaya narkoba, sehingga pada saat permasalahan narkoba meledak dengan dibarengi krisis mata uang regional pada pertengahan tahun 1997, pemerintah dan bangsa Indonesia seakan tidak siap untuk menghadapinya, berbeda dengan Singapura, Malaysia dan Thailand yang sejak tahun 1970 secara konsisten dan terus menerus memerangi bahaya narkoba. Menghadapi permasalahan narkoba yang berkecenderungan terus miningkat, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, Pemerintah (Presiden Abdurahman Wahid) membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintah terkait. BKNN diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) secara ex-officio. Sampai tahun 2002 BKNN tidak mempunyai personil dan alokasi anggaran sendiri. Anggaran BKNN diperoleh dan dialokasikan dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), sehingga tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal. BKNN sebagai badan koordinasi dirasakan tidak memadai lagi untuk menghadapi ancaman bahaya narkoba yang makin serius. Oleh karenanya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional, BKNN diganti dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN, sebagai sebuah lembaga forum dengan tugas mengoordinasikan 25 instansi pemerintah terkait dan ditambah dengan kewenangan operasional, mempunyai tugas dan fungsi: 1. mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba; dan 2. mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba. Mulai tahun 2003 BNN baru mendapatkan alokasi anggaran dari APBN. Dengan alokasi anggaran APBN tersebut, BNN terus berupaya meningkatkan kinerjanya bersama-sama dengan BNP dan BNK. Namun karena tanpa struktur kelembagaan yang memilki jalur komando yang tegas dan hanya bersifat koordinatif (kesamaan fungsional semata), maka BNN dinilai tidak dapat bekerja optimal dan tidak akan mampu menghadapi permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius. Oleh karena itu pemegang otoritas dalam hal ini segera menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Propinsi (BNP) dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota (BNK), yang memiliki kewenangan operasional melalui kewenangan Anggota BNN terkait dalam satuan tugas, yang mana BNN-BNP-BNKab/Kota merupakan mitra kerja pada tingkat nasional, propinsi dan kabupaten/kota yang masing-masing bertanggung jawab kepada Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota, dan yang masing-masing (BNP dan BN Kab/Kota) tidak mempunyai hubungan struktural-vertikal dengan BNN. Merespon perkembangan permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius, maka Ketetapan MPR-RI Nomor VI/MPR/2002 melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Tahun 2002 telah merekomendasikan kepada DPR-RI dan Presiden RI untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR-RI mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebagai perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 1997. Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tersebut, BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika. Berdasarkan undang-undang tersebut, status kelembagaan BNN menjadi Lembaga Pemerintah Non-Kementrian (LPNK) dengan struktur vertikal ke propinsi dan kabupaten/kota. Di propinsi dibentuk BNN Propinsi, dan di kabupaten/kota dibentuk BNN Kabupaten/Kota. BNN dipimpin oleh seorang Kepala BNN yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. BNN berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Kepala BNN dibantu oleh seorang Sekretaris Utama, Inspektur Utama, dan 5 (lima) Deputi yaitu Deputi Pencegahan, Deputi Pemberdayaan Masyarakat, Deputi Rehabilitasi, Deputi Pemberantasan, dan Deputi Hukum dan Kerja Sama. Sistem Kerja BNN Proses Rehabilitasi Residen dimulai dari Kesadaran Sendiri dari Residen untuk di Rehabilitasi, Wajib Lapor, Sdg dalam Proses Sidik, dan juga Penetapan /Keputusan Hakim, selanjutnya Residen Pecandu/penyalahguna Narkoba di tempatkan di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Naional ( BNN ), Lalu setelah itu layanan Pasca Rehabilitasi ada dua basis yaitu ada yang berbasis konservasi hutan dan juga ada yang berbasis konservasi laut, setelah proses selesai dilanjutkan dengan proses Rumah Dampingan atau Rumah Mandiri selanjutnya residen diarahkan atau diberikan pilihan apakah residen memilih untuk bergabung dengan instansi BUMN/Swasta atau Unit Usaha Mandiri Produktif untuk menerapkan atau mengembangkan bakat di instansi tersebut lalu Residen dikembalikan kepada keluarga untuk bisa menjalankan fungsinya sebagai anggota keluarga. Jika Residen kembali Kambuh maka Residen diproses seperti Residen menjalani Rehabilitasi sebelumnya. BAB III URAIAN KEGIATAN Uraian kegiatan PPL Kegiatan PPL di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional ( BNN ) dilaksanakan pada tanggal 05 Juni 2014 pukul ± 10.00 WIB adapun kegaiatan yang kami lakukan mendengarkan pemaparan dari pihak Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional ( BNN ) secara umum menjelaskan mengenai Proses Rehabilitasi yang mencakup/meliputi cara penanganan penyalahgunaan Narkoba, Bahaya Narkoba, Metode rehabilitasi dan pihak Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional ( BNN ) menyampaikan bahwa di BNN membuka peluang yang seluas-luasnya bagi kalangan akademik untuk mengadakan riset dan pengembangan Metode yang mana nantinya akan bermanfaat bagi kalangan akademik sendiri maupun pihak Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional ( BNN ). BAB IV PEMBAHASAN MASALAH Permasalahan Dari hasil pemaparan Pihak Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional ( BNN ) dengan melihat data statistik yang mereka sajikan bahwa data Residen berdasarkan pendidikan Tahun 2007 – 2013 menunjukan persentase yang paling banyak dalam penyalahgunaan Narkoba adalah anak SMA. Selain itu Data Residen yang terlibat dalam penyalahgunaan Narkoba berdasarkan Usia pada tahun 2007 – 2013 menunjukan persentase usia 26-30 yang paling banyak. Usulan pemecahan masalah Memperbanyak tim penyuluh mengenai bahaya penyalahgunaan Narkoba yang melakukan penyuluhan secara rutin terhadap siswa-siswi SMA serta terhadap orang-orang usia produktif, serta penanaman nilai pengetahuan Agama sejak dini, dan pengawasan dari orang tua terhadap lingkungan terhadap lingkungan pergaulan. Desain dan hasilnya Adanya kerjasama antara pihak Sekolah dengan Pihak BNN ataupun pihak yang terkait lainya sehingga terealisasinya program penyuluhan secara rutin terhadap siswa-siswi SMA serta terhadap orang-orang usia produktif supaya dapat meminimalisir bahkan mencegah angka penyalahgunaan Narkoba. BAB V PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional ( BNN ) dapat disimpulkan bahwa: 1. Data Residen beradarkan Jenis Penyalahgunaan Zat Tahun 2007-2013 menunjukan Persentase Zat Methampetamine yang paling tinggi. 2. Data Residen berdasarkan pendidikan Tahun 2007 – 2013 menunjukan persentase yang paling banyak dalam penyalahgunaan Narkoba adalah anak SMA. 3. Data Residen yang terlibat dalam penyalahgunaan Narkoba berdasarkan Usia pada tahun 2007 – 2013 menunjukan persentase usia 26-30 yang paling banyak. Saran Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional ( BNN ), maka perlu dikemukakan beberapa saran sebagai sumbangan pemikiran bagi Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional ( BNN ). Adapun saran-saran yang penulis sampaikan adalah sebagai berikut : 1. Dalam penanggunalangan penyalahgunaan narkoba memerlukan banyak penyuluh maka dari itu jumlah penyuluh perlu adanya penambahan tenaga penyuluh yang lebih memadai. 2. Peran aktif orang tua dalam keluarga dengan memberikan pengetahuan dan bimbingan nilai-nilai agama sejak dini, dan juga orang tua haru bisa dicontoh atau menjadi panutan bagi anak-anaknya. 3. Orang tua memberikan pengawasan secara berkala terhadap pergaulan anak-anaknya dilingkungan dimana mereka tinggal. DAFTAR PUSTAKA Atep Adya Barata, Dasar-dasar Pelayanan Prima, Cetakan ke-2, PT. Gramedia; Jakarta, 2004 Amirin, M.Tatang, Pokok-Pokok Teori Sistem, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2003 Kurniawan, Agung, Transformasi Pelayanan Publik , Yogyakarta, Penerbit Pembaruan 11, 2005 Roni, 2001, Ketika kejahatan Berdaulat: Pendekatan Kriminologi, Sosiologi dan Hukum, Jakarta, PT M2 Print, 2006, Robbin P. Stephen, 2006, Perilaku Organisasi, PT Intan Sejati (Gramedia group), Klaten Parasuraman, et.al, 1985, Sadli, saparinah 1976, Persepsi Sosial Mengenai Perilaku Menyimpang , tesis doktor pada fakultas psikologi univ Indonesia Jakarta . Siswandi Drs, 2011, Pangsa Narkotika Dunia-Indonesia, Jakarta (tanpa penerbit). Tjiptono, Santoso, Singgih dan Fandy, 2001, Riset Pemasaran: Konsep dan Aplikasi dengan SPSS , PT Elex Media Komputindo, Jakarta. LAMPIRAN DAFTAR ISI PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Masalah 1 Ruang Lingkup 2 Tujuan 2 Manfaat 2 Metodologi 2 Sistematika Penulisan 3 BAB II TUJUAN UMUM 4 Gambaran umum BNN 4 Struktur Organisasi BNN 12 Sejarah BNN 13 Sistem yang sedang berjalan 15 BAB III URAIAN KEGIATAN 16 Uraian kegiatan PPL 16 BAB IV PEMBAHASAN MASALAH 17 Permasalahan 17 Usulan pemecahan masalah 17 Desain dan hasilnya 17 BAB V PENUTUP 18 Kesimpulan 18 Saran 18 DAFTAR PUSTAKA 19 Foto Kegiatan 20