Jumat, 10 Mei 2013

Makalah Fiqh Siyasah ( komponen siyasah syar'iyah)



Makalah Fiqh Siyasah
Komponen Dasar Siyasah Syariyah






Disusun oleh :
A.   Hatimi 11521001
Utty Purnawa sari 1152 170204





Dosen Pembimbing :
Abdul Razaq




JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
RADEN FATAH PALEMBANG
2013


BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
            Dalam kajian nya kita telah mengetahui tentang pengertian fiqh siyasah. Fiqh siyasah adalah mengatur, mengendalikan, mengurus atau membuat keputusan. Yakni pengurus kemaslahatan umat manusia sesuai dengan syara’. Sehingga dengan memahami fiqh siyasah diharapkan dapat membawa kemaslahatan untuk manusia dengan menunjukan kepaa jalan yang menyelamatkan baik didunia maupun diakhirat.
            Sedangkan pengertian fiqh siyasah sya’iyah adalah diartikan sebagai ketentuan kebijaksanaan pengurus masalah kenegaraan yang berdasarkan syariat agama islam. adapun Siyasah syar’iyyah menurut batasan ahmad fathi bahansi adalah pengaturan kemaslahatan umat manusia sesuai dengan ketentuan syara’ agama islam. berkenanaan dengan batasan tersebut timbul beberapa persoalan. Siapa yang harus merencanakan kebijaksanaan, melaksanakan dan menilai siayasah syar’iyah? Syarat-sayarat apa yang harus dipenuhi untuk dapat menduduki jabatan perencana, pelaksana dan penilai peraturan? Siapa yang harus diatur? Mengapa harus diatur? Apa hak dan kewajiban yang diatur? Bagaimana cara merencanakan, melaksanakan dan menilai peraturan? Apa bentuk peraturan yang digunakan.
            Dalam prespektif kesejajarahan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan diatas beraneka ragamam. Hal ini tidak hanya sisebabkan oleh perbedaan penekanan atas aspek-aspek tertentu dari kehidupan siyasah syar’iyah tapi juuga dikarnakana ketidaksamaan kerangka pemikiran yang digunakan untuk melukiskan pembagian aspek siayasah syar’iyyah.
            Itulah tadi pengantar kita tentang ulasan pengertian fiqh siyasah dan siyasah syar’iyah. Dalam pembahasan yang akan penulis ambil disini sesuai dari ulasan tentang pengertian fiqh siyasah dan siyasah syar’iyah. Ternyata didalmnya tidak hanya berhenti pada ulasan pengertianya saja tetapi disini penulis akan membahas tentang komponen dasar fiqh siyasah syar’iyah.
B. Rumusan Masalah?
            Adapun rumusan masalah yang akan kita bahas dalam makalah ini sebagai berikut:
1.      Jelaskan komponen dasar siyasah syar’iyah:
A.    Sumber dan tata hukum?
B.     Kepemimpinan  serta batasan-batsanya?
C.     Keadilan?
D.    Musyawarah?























BAB II
PEMBAHASAN

Berkenaan dengan kehidupan bernegara. Al-Qur’an dalam batas-batas tertentu tidak memberikan pemberian. Al-Qur’an hanya memaktubkan tata nilai. Demikian Al-Sunnah. Sebagai contoh Nabi tidak menetapkan peraturan serta rinci mengenai prosedur pergantian kepemimpinan umat dan kualifikasi pemimpin umat.

A. Sumber dan Tatat Hukum
            Sumber dan tata hukum disini dimaksudkan sebagai tata hukum dalam fiqh siyasah syar’iyya. Dikalangan umat islam ada pendapat bahwa islam adalah agama yang komprehensif. Didalmnya terdapat sistem politik dan tata hukum, sistem ekonomi, sistem sosial dan sebgainya.
            Hal ini diyakini oleh Rasyid Ridha, Hasan al-Bnna dan Al-Maududi yang menyatakan bahwa islam adalah agama yang serba lengkap oleh sebab itulah dalam bernegara umat islam hendaknya kembali kepada sistem ketatanegaraan dan tidak perlu atau bahkan jangan menirut sistem ketatanegaraan barat.[1]
            Sama halnya dalam sumber dan tata hukum yang dibahas dalam fiqh siyasah syar’iyah. Sistem yang telah ada dalam Islam khususnya masalah tata hukum atau politik islam haruslah dijadikan teladan karena telah lama dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW dan oleh Khulafa Al-Rasyidin.[2]
             Sayyid Quthb penulis tafsir Al-Qur’an juga berpendapat bahwa islam adalah agama yang sempurna dan amat lengkap sebagai suatu sistem kehidupan yang tidak saja meliputi tuntunan moral dan peribadatan tetapi juga sistem politik termasuk bentuk dan ciri-cirinya, sistem masyarakat, istem ekonomi dan sebaginya.[3]
            Kajian tentang sumber dan tata hukum dakam fiqh siyasah ini apat kita lihat dulu dari aspek yang mendukung yaitu agama islam sebenarnya agama yang sempurna karna dalam kajiannya sudah sangat jelas bahwa agama yang komferhensif. Didalamnya terdapat sistem politik dan tata hukum.  
Sistem yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan kaum mukminin yang hidup bersama beliau di Madinah, jika dikaji dari segi praksis dan diukur dengan variabel-variabel politik di era modern, tidak disangsikan lagi dan dapat dikatakan bahwa sistem itu adalah sistem politik par excellence. Sistem yang ditawarkan Islam adalah sistem yang  didasari konsep religius, jika dilihat dari tujuan-tujuannya, motif-motifnya, dan fundamental maknawi tempat sistem ini berpijak.
Sistem yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan kaum mukminin yang hidup bersama beliau di Madinah, jika dikaji dari segi praksis dan diukur dengan variabel-variabel politik di era modern, tidak disangsikan lagi dan dapat dikatakan bahwa sistem itu adalah sistem politik par excellence. Sistem yang ditawarkan Islam adalah sistem yang  didasari konsep religius, jika dilihat dari tujuan-tujuannya, motif-motifnya, dan fundamental maknawi tempat sistem ini berpijak.
Dengan demikian, sistem yang ada dalam Islam menyandang dua karakter (agama dan sistem) sekaligus karena hakikat Islam yang sempurna merangkum urusan-urusan yang menyangkut masalah materi dan ruhani, serta mengurus perbuatan manusia dalam kehidupannya di dunia dan akhirat.

B. Kepemimpinan dan batasan-batasanya
Dalam hal mengkaji batasan-batasan ini maka yang berbicara disini salah satunya adalah Al-Qur’an. Tetapi Al-Qur’an dalam batas tetrettnu tidak memberikan dan menentukan sistem dan bentuk tertentu dalam hal tata hukum dan bernegara. Tetapi islam hanya memaktubkan tata nilai dqn dasar-dasarnya demikian pula As-Sunnah. Sebagai contoh Nabi Muhammad SAW tidak menetapkan prosedur secara rinci mengenai pergantian kepemimpinan dan kualifikasi kepemimpinan.[4] Prof. C. A. Nallino berkata, ”bahwa Muhammad telah membangun dalam waktu yang bersamaan, agama (a religion) dan negara (a state). Dan batas-batas teritorial negara yang dia bangun sepanjang hayatnya”.


1. Prinsip Al-Qur’an
Sebelum membahas mengenai masalah kajian kita tentang prinsip kepemimpinan disini penulis akan membahas yang diawali kedudukan manusia itu sendiri.

Kedudukan manusia di atas bumi

øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkŽÏù `tB ßÅ¡øÿム$pkŽÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."  (Q.S. Al-Baqarah: 30)
ytãur ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä óOä3ZÏB (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# óOßg¨ZxÿÎ=øÜtGó¡uŠs9 Îû ÇÚöF{$# $yJŸ2 y#n=÷tGó$# šúïÏ%©!$# `ÏB öNÎgÎ=ö6s% £`uZÅj3uKãs9ur öNçlm; ãNåks]ƒÏŠ Ï%©!$# 4Ó|Ós?ö$# öNçlm; Nåk¨]s9Ïdt7ãŠs9ur .`ÏiB Ï÷èt/ öNÎgÏùöqyz $YZøBr& 4 ÓÍ_tRrßç6÷ètƒ Ÿw šcqä.ÎŽô³ç Î1 $\«øx© 4 `tBur txÿŸ2 y÷èt/ y7Ï9ºsŒ y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÎÎÈ

Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa.  (Q.S. an-Nur: 55)

`¨Br& Ü=Ågä §sÜôÒßJø9$# #sŒÎ) çn%tæyŠ ß#ϱõ3tƒur uäþq¡9$# öNà6è=yèôftƒur uä!$xÿn=äz ÇÚöF{$# 3 ×m»s9Ïär& yì¨B «!$# 4 WxŠÎ=s% $¨B šcr㍞2xs? ÇÏËÈ

Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi. (Q.S. an-Naml: 62)

ߊ¼ãr#y»tƒ $¯RÎ) y7»oYù=yèy_ ZpxÿÎ=yz Îû ÇÚöF{$# Läl÷n$$sù tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# Èd,ptø:$$Î/ Ÿwur ÆìÎ7®Ks? 3uqygø9$# y7¯=ÅÒãŠsù `tã È@Î6y «!$# 4 ¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbq=ÅÒtƒ `tã È@Î6y «!$# öNßgs9 Ò>#xtã 7ƒÏx© $yJÎ/ (#qÝ¡nS tPöqtƒ É>$|¡Ïtø:$# ÇËÏÈ

Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah Keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, Karena mereka melupakan hari perhitungan. (Q.S. Shaad: 26)

È@è% ¢Oßg¯=9$# y7Î=»tB Å7ù=ßJø9$# ÎA÷sè? šù=ßJø9$# `tB âä!$t±n@ äíÍ\s?ur šù=ßJø9$# `£JÏB âä!$t±n@ Ïèè?ur `tB âä!$t±n@ AÉè?ur `tB âä!$t±n@ ( x8ÏuŠÎ/ çŽöyø9$# ( y7¨RÎ) 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ֍ƒÏs% ÇËÏÈ

Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala urusan. (Q.S. Ali Imran: 26)

uqèdur Ï%©!$# öNà6n=yèy_ y#Í´¯»n=yz ÇÚöF{$# yìsùuur öNä3ŸÒ÷èt/ s-öqsù <Ù÷èt/ ;M»y_uyŠ öNä.uqè=ö7uŠÏj9 Îû !$tB ö/ä38s?#uä 3 ¨bÎ) y7­/u ßìƒÎŽ|  É>$s)Ïèø9$# ¼çm¯RÎ)ur Öqàÿtós9 7LìÏm§ ÇÊÏÎÈ

Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. (Q.S. al-An’am: 165)

              Setelah kita melihat dan membaca ayat Al-Qur’an yang menjelaskan kedudukan manusia dibumi maka kita selanjutnya kita akan membahas pada pembahasan yang berikutnya yaitu prinsip kepemimpinan. Berikut ini adalaah ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang prinsip kepemimpinan.

Prinsip Kepemimpinan   
Di dalam konsep Islam, pemimpin merupakan hal yang sangat final dan fundamental. Ia menempati posisi tertinggi dalam bangunan masyarakat Islam. Dalam kehidupan berjama'ah, pemimpin ibarat kepala dari seluruh anggota tubuhnya. Ia memiliki peranan yang strategis dalam pengaturan pola (minhaj) dan gerakan (harakah). Kecakapannya dalam memimpin akan mengarahkan ummatnya kepada tujuan yang ingin dicapai, yaitu kejayaan dan kesejahteraan ummat dengan iringan ridho Allah dalam (Qs. 2 : 207).
šÆÏBur Ĩ$¨Y9$# `tB ̍ô±o çm|¡øÿtR uä!$tóÏGö/$# ÉV$|ÊósD «!$# 3 ª!$#ur 8$râäu ÏŠ$t6Ïèø9$$Î/ ÇËÉÐÈ
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya Karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.
Dalam bangunan masyarakat Islami, pemimpin berada pada posisi yang menentukan terhadap perjalanan ummatnya. Apabila sebuah jama'ah memiliki seorang pemimpin yang prima, produktif dan cakap dalam pengembangan dan pembangkitan daya juang dan kreativitas amaliyah, maka dapat dipastikan perjalanan ummatnya akan mencapai titik keberhasilan. Dan sebaliknya, manakala suatu jama'ah dipimpin oleh orang yang memiliki banyak kelemahan, baik dalam hal keilmuan, manajerial, maupun dalam hal pemahaman dan nilai tanggung jawab, serta lebih mengutamakan hawa nafsunya dalam pengambilan keputusan dan tindakan, maka dapat dipastikan, bangunan jama'ah akan mengalami kemunduran, dan bahkan mengalami kehancuran dijelskan dalam Surat Al-Israa’: 16.
!#sŒÎ)ur !$tR÷Šur& br& y7Î=ökX ºptƒös% $tRötBr& $pkŽÏùuŽøIãB (#qà)|¡xÿsù $pkŽÏù ¨,yÛsù $pköŽn=tæ ãAöqs)ø9$# $yg»tRö¨Bysù #ZŽÏBôs? ÇÊÏÈ
Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), Kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.
Oleh karena itulah, Islam memandang bahwa kepemimpinan memiliki posisi yang sangat strategis dalam terwujudnya masyarakat Islami yang dalam sistem kehidupannya menerapkan prinsip-prinsip Islam. Begitu pentingnya kepemimpinan atau imam dalam sebuah jama'ah atau kelompok.
Demikian juga jika kita lihat dalam sejarah Islam (Tarikh Islam) mengenai pentingnya kedudukan pemimpin dalam kehidupan ummat muslim. Kita lihat dalam sejarah, ketika Rasulullah saw. wafat, maka para shahabat segera mengadakan musyawarah untuk menentukan seorang khalifah. Hingga jenazah Rasulullah pun harus tertunda penguburanya selama tiga hari. Para shahabat ketika itu lebih mementingkan terpilihnya pemimpin pengganti Rasulullah, karena kekhawatiran akan terjadinya ikhlilaf (perpecahan) di kalangan ummat muslim kala itu. Hingga akhirnya terpilihlah Abu Bakar sebagai khalifah yang pertama setelah Rasulullah saw. wafat.



Al-Qur’an
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#räÏ­Gs? ZptR$sÜÎ/ `ÏiB öNä3ÏRrߊ Ÿw öNä3tRqä9ù'tƒ Zw$t6yz (#rŠur $tB ÷LêÏYtã ôs% ÏNyt/ âä!$ŸÒøót7ø9$# ô`ÏB öNÎgÏdºuqøùr& $tBur Ïÿ÷è? öNèdârßß¹ çŽt9ø.r& 4 ôs% $¨Y¨t/ ãNä3s9 ÏM»tƒFy$# ( bÎ) ÷LäêZä. tbqè=É)÷ès? ÇÊÊÑÈ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh Telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. (Q.S. Ali-Imran: 118)

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's?
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. ( Q.S. An-Nisa: 59)
(#qà)¨?$$sù ©!$# ÈbqãèÏÛr&ur ÇÊÎÉÈ Ÿwur (#þqãèÏÜè? zöDr& tûüÏùÎŽô£ßJø9$# ÇÊÎÊÈ tûïÏ%©!$# tbrßÅ¡øÿムÎû ÇÚöF{$# Ÿwur tbqßsÎ=óÁムÇÊÎËÈ
Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku, Dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati batas, Yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan". (Q.S. As-Syuara: 150-152)

As-Sunnah
Apabila ada Tiga orang berpergian keluar hendaklah salah seorang diantara mereka menjadi pemimpin. ( H.R. Abu Daud).[5]

Tiap-tiap kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinya, seorang kepala negara yang memimpin rakyat bertanggung jawab atas mereka dan seseorang laki-laki pemimpin penghuni rumahnya dan bertanggung jawab atas mereka       
( Muttafaq alaih).[6]
              Setelah kita mengetahui dan membahas dalam kajian prinsip kepemimpinan diatas maka disana sudah jelas bahwa dalam Al-Quran surat Ali-imran: 118, An-Nisa: 59 dan As-Syuara: 150-152 kita dapat memahami kajiannya prinsip kepemimpinan yang baik berdasarkan yang telah Al-Quran dan Hadits jelaskan.  
C. Keadilan
Kata ‘adl adalah bentuk masdar dari kata kerja ‘adala – ya‘dilu – ‘adlan – wa ‘udulan – wa ‘adalatan (عَدَلَ – يَعْدِلُ – عَدْلاً – وَعُدُوْلاً - وَعَداَلَةً) . Kata kerja ini berakar dengan huruf-huruf ‘ain (عَيْن), dal (دَال) dan lam (لاَم), yang makna pokoknya adalah ‘al-istiwa’’ (اَلْاِسْتِوَاء = keadaan lurus) dan ‘al-i‘wijaj’ (اَلْاِعْوِجَاج = keadaan menyimpang). Jadi rangkaian huruf-huruf tersebut mengandung makna yang bertolak belakang, yakni lurus atau sama dan bengkok atau berbeda. Dari makna pertama, kata ‘adl berarti “menetapkan hukum dengan benar”. Jadi, seorang yang ‘adil adalah berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda. Persamaan itulah yang merupakan makna asal kata ‘adl, yang menjadikan pelakunya “tidak berpihak” kepada salah seorang yang berselisih, dan pada dasarnya pula seorang yang ‘adil berpihak kepada yang benar, karena baik yang benar maupun yang salah sama-sama harus memperoleh haknya. Dengan demikian, ia melakukan sesuatu yang patut dan tidak sewenang-wenang.
Keadilan adalah tujuan umum atau tujuan akhir pemerintahan Islam. Kalangan ahli hukum dan pemerhati masalah kenegaraan/politik tidak sesering ulam hukum Islam dalam membicarakan makna keadilan, berikut urgensitas komitmen para penguasa untuk berpegang teguh dan menerapkannya, termasuk juga para aparat negara yang berhubungan dengan kepentingan umum. Perintah melaksanakan keadilanbanyak ditemukan secara eksplisit dalam al-Qur’an. Ayat-ayat al-Qur’an menyuruh untuk berlaku adil dan Allah sendiri menjadikan keadilan itu sebagai tujuan dari pemerintahan. Di antaranya Allah berfirman:

*  ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. (Q.S. an-Nisa’: 58)

* ¨bÎ) ©!$# ããBù'tƒ ÉAôyèø9$$Î/ Ç`»|¡ômM}$#ur Ç!$tGƒÎ)ur ÏŒ 4n1öà)ø9$# 4sS÷Ztƒur Ç`tã Ïä!$t±ósxÿø9$# ̍x6YßJø9$#ur ÄÓøöt7ø9$#ur 4 öNä3ÝàÏètƒ öNà6¯=yès9 šcr㍩.xs? ÇÒÉÈ
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. ( Q.S. An-Nahl: 90)

Mendalamnya makna keadilan berdasarkan iman bisa dilihat dari kaitannya dengan amanat (amanah, titipan suci dari tuhan) kepada manusia untuk sesamanya. Khususnya amanat yang berkenaan dengan kekuasaan memerintah. Kekuasaan pemerintahan adalah sebuah keniscayaan demi ketertiban tatanan hidup kita. Sendi setiap bentuk kekuasaan adalah sikap patuh dari banyak orang kepada penguasa. Kekuasaan dan ketaatan adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Namun, kekuasaan yang patut dan harus ditaati hanyalah yang mencerminkan rasa keadilan karena menjalankan amanat Tuhan.


D. Prinsip Musyawarah
Secara etimologis, musyawarah berasal dari kata syawara, yaitu berunding, berembuk, atau mengatakan dan mengajukan sesuatu. Makna dasar dari kata musyawarah adalah mengeluarkan dan menampakan (al-istihkhraju wa al-izhar). Secara terminologis, musyawarah diartikan sebagai upaya memunculkan sebuah pendapat dari seorang ahli untuk mencapai titik terdekat pada kebenaran demi kemaslahatan umum.
Kata musyawarah diambil dari akar kata syin (sy) waw (w), dan ra (r). Ketiga huruf tersebut membentuk kata syawara, yang awalnya bermakna mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna ini kemudian berkembang sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain (termasuk pendapat). Pada dasarnya, musyawarah digunakan untuk hal-hal yang bersifat umum atau pribadi. Oleh karena itu, bermusyawarah sangat dibutuhkan, terutama untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, baik oleh masyarakat secara individu maupun secara umum.
Al-Qur’an
$yJÎ6sù 7pyJômu z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä. $ˆàsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$# (#qÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó$#ur öNçlm; öNèdöÍr$x©ur Îû ͐öDF{$# ( #sŒÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. ( Q.S. Ali-Imran: 159)

y
tûïÏ%©!$#ur (#qç/$yftGó$# öNÍkÍh5tÏ9 (#qãB$s%r&ur no4qn=¢Á9$# öNèdãøBr&ur 3uqä© öNæhuZ÷t/ $£JÏBur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZムÇÌÑÈ
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka. ( Asy-Syu’araa’: 38)

As-Sunnah
Hendaklah kamu selesaikan urusan kamu dngan musyawarah.[7] 

Bermusyawarahlah kamu dengan orang-orang yang memiliki pemikiran yang tajam (ahl al-ra’yi) tentang suatu hal dan ikutilah mereka dalam hal itu[8]

Apabila salah seorang kamu meminta konsultasi kepada saudaranya, maka hendaklah ia memberikan petunjuk kepada orang itu. (H.R. Ibn Majah)[9]

Orang yang diminta nasehatnya adalah orang terpercaya. (H.R. Ibn Majah)[10]         
BAB II
Penutup

Dari deskripsi singkat di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa ayat-ayat dan hadits-hadits yang menjadi prinsip bernegara dalam pandangan Islam tidak menentukan suatu sistem dan bentuk tertentu mengenai kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang harus diikuti umat Islam, melainkan hanya menerangkan dasar-dasarnya saja. Tapi dari dasar-dasar dan prinsip-prinsip itu dapat dikembangkan sistem sosial pemerintahan dan sistem ekonomi sesuai dengan tuntunan zaman. Artinya, sistem dan bentuk pemerintahan serta teknis pengelolaan diserahkan kepada kehendak umat sesuai dengan masalah-masalah kehidupan duniawi yang timbul pada tempat dan zaman mereka.


























Daftar Pustaka

Abdul Karim Zaidan, Individu dan Negara menurut Pandangan Islam, dalam Hamidullah dkk, Politik Islam, Konsepsi dan Dokumentasi, Politik Islam, Konsepsi dan Dokumentasi, terj. Jamaluddin Kafie, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1987

Abu Daud, Sunan Abu Daud, al-Qahirat: Dar al-Hadits, 1988, Vol. III

Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, al-Maktab al-Islami, t.t., Jil. II

Ahmad Djazuli, Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-rambu Syari’ah, Bandung: Sunan Gunung Jati Press, 2003

Ali Abdurraziq, al-Islam wa Ushul al-Hukm

Al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan dalam Takaran Islam, penerj. Abdul Hayyie al-Kattani, jud. Asli: al-Ahkam al-Sulthaniyat, Jakarta: Gema Insani Press, 2000

Bukhari, Shahih al-Bukhari, Jil. III, Juz  9

Ibn Katsir, Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir, Beirut: Dar al-Qur’an al-Karim, 1981, Jil. I

Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Beirut: Dar al-Fikr, t.t., Jil. II

J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002

Muhammad Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, judul asli: an-Nazhariyatu as-Siyasatul-islamiyyah, penerj. Abdul Hayyie al-Kattani, Jakarta: Gema Insani Press, 2001)

Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001

Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran, Jakarta: UI-Press, 1990



[1] J. Pulungan Suyuthi, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta: PT. Raja Grafinmdo
   Persada, 2002 hlm. 1
[2] Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran, (Jakarta: UI-Press,      
   1990), h. 1
[3] J. Suyuthi Pulungan, Op. cit.
[4] ibid
[5] Abu Daud, Sunan Abu Daud, (al-Qahirat: Dar al-Hadits, 1988), Vol. III, h. 37
[6] Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahamd bin Hanbal, (al-Maktab al-Islami, t.t.), Jil. II, h. 5 dan

[7] Sebagaimana dikutip oleh Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abd al-Mu’thi Muhammad,al-Fikr al-
   Siyasi fi al-Islam, (Iskandariyat: Dar al-Jami’at al-Mishriyat, 1978), h. 72
[8] Sebagaimana dikutip oleh Ibn Katsir, Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir, (Beirut: Dar al-Qur’an al-Karim,
   1981), Jil. I, h. 332
[9] Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), Jil. II, h. 1233
[10]Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar