Nama :
A.Hatimi
Nim : 11521001
Kelas :BPI-Kesejahteraan
Sosial
AL-QUR’AN TENTANG
TAKWA
Secara etimologi kata takwa berasal dari akar kata waqa-yaqi-waqayah yang artinya
menyelamatkan, menjaga atau melindungi. Dalam kamus bahasa mu’jam maqayis lughah karya zakariya, wiqayah berarti menjaga suatu barang dari suatu yang merugikan atau
merusaknya. Orang yang bertakwa adalah orang yang menghindari dari
perbuatan-perbuataan yang dilarang oleh allah dan melaksanakn semua yang
diperintahkany. Dengan demikian ketakwaan mengandung arti ketundukan, kepatuhan
senada dengan arti kata islam dan iman yang juga bermakna ketundukan dan
kepatuhan. Dalam ajaran sufi takwa merupakan maqam yang tertinggi ndalaam mencapai kenikmatan spiritual namun
untuk memperolehnya diperlukan usaha-usahaa yang maksimal.
Pada dasarnya semua a jaran islam
berorientasi kepada ketakwaan kepada tuhan yang mahaa esa yaitu ketundukan atas
semua perintah dan menjauhkan larangannya demi mencapai keselamatan di dunia
dan akhirat. Selanjutnya daalam kondisi apapun sekalipun kematian datng kepada
kita allah memerintahkan untuk tidak meninggalkan dunia ini dalam keadaan kufur
kepadanya tetapi dalam keadaan mengikuti ajaran islam. Jika kita melepaskan
ajaran tersebut pada detik itu kematian datng merenggut nyawasehingga kita
meninggal tidak dalam keadaan berserah diri atau muslim. Ajaran islam tidak
hanya berorientasi untuk kehidupan saat ini tetapi yang lebih utama adalah
kehidupan setelah akhirat. Karena itu setiap orang yang beriman harus memperhatikan
apa yang akan di perbuat, Seperti firman allah yang berbunyi:
Hai
orang-orang yang beriman bertakwalah kepada allah dan hendaklahsetiap diri memperhatikan aapa yang telah diperbuat
untuk esok hari (akhirat)dan bertakwalah kepada allah sesungguhnya allah maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.s A l-Hasyr/59:18)
Ketakwaan terkait pula dengan keimanan
karena keimanan merupakan unsur utama bagi baik dan buruknya seseorang dalaam
pandangan Al-Qur’an selainitu keduanya mengandung maksud ketaatan dan
kepatuhan. Dengan inilah menjadikan seseorang hidup dengan kehidupan
berkualitas dan mendapatkan pahala yang besar.
{124}الْمُحْسِنِينَ يُحِبُّ
وَاللَّهُ النَّاسِ عَنِ وَالْعَافِينَ الْغَيْظَ وَالْكَاظِمِينَ
وَالضَّرَّاءِ السَّرَّاءِ فِي يُنْفِقُونَ الَّذِينَ
مَا عَلَى يُصِرُّوا وَلَمْ اللَّهُ إِلَّا الذُّنُوبَ
يَغْفِرُ وَمَنْ لِذُنُوبِهِمْ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ ذَكَرُوا أَنْفُسَهُمْ ظَلَمُوا أَوْفَاحِشَةً
فَعَلُوا إِذَا وَالَّذِينَ .{125} عْلَمُونَ وَهُمْ افَعَلُو
(yaitu)
orang-orang yang menafkahkan (hartanya)baik diwaktu lapangan maupun sempit dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan mamaafkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan dan (juga) orang-orang yang apabila
mengerjakan perbuatan kejia atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan
allah lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain dari pada allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinya itu sedang mereka mengathui (Q.s
Ali-Imran/3:134-135)
Berdasarkan keterangan ayat ini orang
yang bertakwa adalah pertama, orang
yang melaksanakn rukun iman an islam seperti miman kepadda allah, hari
pembalasan, malaikat, kitab-kitab para rasul, melaksanakaan sholat,
mengeluarkan zakat. Kedua berbuat
baik kepada keluarga kerabat dan orang lain, memerdekakan hamba saahaya. Ketiga menepati janji dan bersabar
dalaam kelapangan, kesempitan, kesenangan dan kesedihan.
Kepatuhan kepada allah secara ikhlas
akan menjaga kita dari perbuatan yang menyimpang sehingga membuat batin menjadi
tenang, bertambah rasa dekat dengan pemilik alam ini. Demikian pula
meningkatnya kualitas kepercayaan serta semakin menambah intensitas ibadah
kepada allah. Bahwa dengan ketakwaan kepada allah perbuatan dosa yang pernah
dilakukan baik dosa besar maupun kecil jika bertobat lalu tunduk kepada allah
maka akan di hapuskan dan pahala atas amal baik yang dikerjakan akan berlipat
gandakan.
Balasan bagi orang yang
bertakwa antara lain diberikan petunjuk untuk dapat membedakan yang hak dan
batil serta menghapus kesalahaan-kesalahan serta mengampuni dosa-dosa yang
besar yaitu berbuat syirik.
AL-Qur’an
Tentang Nafs (Jiwa)
Bahwa dalam penciptaannya
(jiwa) itu Allah telah mengilhamkan jalan kejahatan dan ketaqwaan kepadanya.
Beruntunglah bagi orang yang mau menjaga dan membina untuk kesucian jiwanya dan
rugilah orang yang tidak mau menjaga dan membina jiwanya, membiarkan dan
mengotorinya. (QS.Asy-Syams : 7-10)
Dalam Kamus Lisan al-Arab, karya Ibnu Manzhut (t.t :4500-4501),
nafs mempunyai banyak arti ruh, badan (jiwa) dan diri. Nafs dalam arti jiwa telah banyak dibicarakan oleh para ahli sejak
awal baik dalam kajian filsafat, psikologi maupun ilmu tasawuf. Nafs dan
manusia tidak bisa dipisahkan. Hal itu juga ditegaskan dalam al-Qur’an.
Pengertian nafs di dalam al-Qur’an mempunyai beragam makna, misalnya diartikan
seluruh yang terdapat dalam diri manusia yang melahirkan tingkah laku, seperti
pada ayat berikut;
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Q.s al-Ra’d/13: 1 1)
Selain itu, di dalam al-Qur’an, kata nafs juga memiliki arti
lain :
1.
Nafs, sebagain totalitas diri manusia
Maka pada hari
ini seorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibatasi, kecuali
dengan apa yang telah kamu lakukan (Q.s
Yasin/36: 54)
Pengunaan nafs pada
ayat diatas menunjukkan totalitas manusia di alam akhirat. Jadi, totalitas
manusia menurut Al-Qur’an bukan hanya bermakna manusia sebagai makhluk dunia,
tetapi juga sebagai mahluk akhirat, yakni manusia yang bertanggungjawab atas
perbuatannya.
2.
Nafs, sebagai sisi dalam manusia
Al-Qur’an telah mengisyaratkan bahwa manusia mempunyai sisi dalam dan
sisi luar. Seperti pada surat berikut ;
Sama saja (bagi Tuhan), siapa diantara kamu yang merahasiakan
ucapannya, dan siapa yang berterus terang dengan ucapan itu, dan siapa yang
bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang hari. (Q.s al-Ra’d/13: 10)
Kemampuan dan
kesanggupan manusia dalam merahasiakan dan berterus terang dengan ucapannya
menunjukkan sisi dalam dan luar dari manusia. Jika sisi luar manusiadapat
nampak secara lahhiriyah, maka sisi dalamnya menurut Al-Qur’an adalah
penggeraknya.
3.
Nafs, sebagai diri Tuhan, surat al-An’am/6 :12, 54
4.
Nafs, sebagai roh, surat al-An’am/6 :93
5.
Nafs, sebagai person sesuatu, surat Al-Furqan/25: 3
6.
Nafs, sebagai jiwa, surat Al-Syams/91:7
Al-Qur’an membagi tingkatan jiwa/nafs pada dua kelompok
besar, yaitu martabat tinggi dan jiwa martabat rendah. Nafs martabat tinggi
dimiliki oleh orang-orang yang bertakwa, yang takut kepada Allah dan berpegang
teguh kepada petunjuk-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Sedangkan nafs martabat
rendah dipunyai oleh orang-orang yang menentang perintah Allah dan mengabaikan
ketentuan-ketentuan-Nya, serta orang-orang yang sesat dan cenderung berprilaku
menyimpang dan melakukan kekejian serta kemunkaran.
Menurut Al-Qur’an jiwa yang tenang ditandai dengan hal beriku ini:
·
Memiliki
keyakinan yang teguh terhadap kebenaran.
·
Memiliki rasa
aman terbebas dari rasa takut dan sedih didunia dan terutama di akhirat.
·
Hatinya menjdai
tentram karena selalu ingat kepada allah
Al-Qur’an Tentang Wanita
Wanita secara
harfiah disebut kaum perempuan. Kaum yang sangat dihormati dalam konsepsi
islam. Sebab, pada telapak kaki wanita/ibu terletak surga. Kaum wanita disebut
pula dengan kaum hawa. Nama ini diambil dari nama ibunda manusia (siti hawa
istri nabi adam As). Secara pisik (kodrati) wanita lebih lemah dari pria mereka
memiliki perasaan yang lebih lembut dan halus. Wanita juga lebih banyak
menggunakan pertimbangan emosi daan perasaan daripada akal pikiranya. Wanita
adalah lambang kesejukan, kelembutan, daan cinta kasih. Itulah ciri-ciri umum
karateristik wanita.
Islam melalui utusaanya nabi muhammad SAW dataang membawa
ajaran yang menempatkan wanita pada tempat terhormat setelah laki-laki.
Menghormati dan memuliakan wanita, mengangkat harkat dan martabat wanita, dalam
suatu hadits yang diriwayatkan oleh ahmad dan anas ra, nabi muhammad
saw bersabda “Al-jannatu takhta aqdamil
ummahati – Surga itu ditelapak kaki ibu. Hadits ini menggambarkan betapa
mulianya tugas dan fungsi seorang ibu sebagai pemimpin rumah tangga, karena
dialah yang bertanggung jawab dalam menentukan tinggi rendahnya martabat
anggota keluargaya.
Ayat yang menjelaskan
tentang asal usul wanita yang digambarkan allah secara umum;
“Dan allah telah jadikan bagi kalian
istri-istri dari jenis kalian sendiri dan menjadikan dari
istri-istri kaliananak (laki-laki dqn perempuan)... ( Q.s. An-nahl 16:72)
Ayat
diatas secara tegas menempatkan kesejahteraan antara lelaki dan wanita dalam
bekerja dan mendapatkan hak-haknya wanita berhak mendapat ganjaran yang sama
atas amal mereka, baik dalam kehidupan didunioa maupun di akhirat tidak ada
diskriminasi dari allah terhadap hambanya. Pada dasarnya ajaran islam sangat
mendorong kepada kaum wanita untuk berkarya secara maksimal sesuai dengan
kemampuan dan kodratnya, karna itulah wanita memiliki kedudukan yang sama
antara laki-laki daan perempuan mempunyai persamaan hak dalam pendidikan dan
ilmu pengetahuan.
A.
Kodrat Wanita
Wanita memiliki
kesamaan dalam berbagai hak dengan pria namun sebagai wanita ia memiliki kodrat
dan berbagaai keterbatasan dibanding laki-laki. Secara teologis allah
menciptakan wanita dari “unsur” pria. Allah berfirman;
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum
wanita karena allah telahy melebihkan sebagian mereka (pria) atas sebagaian
yang lain (wanita)” (QS. An-nisa 4:34).
Sesuai
penjelasan ayat diatas wanita secara kodrati memiliki kelemahan-kelemahan
tertentu sehingga ia harus rela dipimpin oleh kaum pria terutama dalam konteks hubungan rumah
tangga. Sebagaia seorang wanita belum sempurna statusnya sebagai seoarng istri
bila belum memiliki anak, hamil dan melahirkan anak-anak adalah anjuran agama.
Hamil dan melahirkan anak adalah kodrat wanita yang tidak mudah dijalani karna
dibutuhkan perjuangan dan kesabaran dari wanita. Dengan demikian sesuai
kodratnya wanita tidak cukup hanya hamil dan melahirkan wanita juga ikut
bertanggung jawab untuk medidik anak-anaknya dengan baik agar ia cerdas dan
berakhlak baik sehingga menjadi manusia yang berkualitas.
B.
Potret Wanita Ideal
Sosok wanita
ideal adalah wanita yang memiliki kepribadian yang menarik dari penampakan luar
dan dalam pribadinya. Kecntikan dari dalam yaitu memiliki sifat-sifat terpuji
yang memancar melalui prilaku hidupnya sehari-hari, mewujud melalui wawasan
yang luas, cerdas, dewasa dan terbukamenerima kebenaran sebagai akibat dari
tingkat pendidikan dan pengetahuan yang memadai. Kecantikan dari luar yaitu
memiliki bentuk pisik yang ideal.
Kekayaan wanita yang terpuji adalah kekayaan yang
disertai dengan taqwa. Harta bagi wanita shalehah hanya ditanganya bukan
dihatinya ia berfungsi membantu dirinya
dengan melakuikan kebaikan dengan menolong orang lain dan dengan hartanya ia
bisa menciptakan ketentraman dan kebahagiaan rumah tangga. Jadi, seorang wanita
yang berharta agar ia menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi diri dan orang
lain ia perlu memiliki iman dan taqwa. Tidak ada manfaatnya wanita berharta
namun memiliki akhlak yang buruk.
Nama : A.Hatimi
Nim : 11521001
Kelas :BPI-Kesejahteraan Sosial
Al-Qur’an Tentang
Ghibah
Ghibah
Ghibah (menggunjing) merupakan suatu
perbuatan tercela yang timbulnya dari lidah. Ghibah (mengunjing) yaitu
membicarakan kejelekan orang dibelakang orangnya. Kejelekan orang yang di bicarakan itu baik tentang keadaan dirinya
sendiri atau keluarganya, badannya, atau akhlaknya. Menggunjing itu dilarang,
baik dengan kata-kata, isyarat, dan sebagainya..
Allah swt telah melarang keras ghibah sebagaimana dinyatakan dalam firmanya:
“dan
janganlah sebagian kamu mengunjingkan sebagian yang lain, sukakah salaah seorang diantara kamu memakan daging saudaramu
yang maati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada
allah sesungguhnya allah maha penerima taubat lagi maha penyayang”.
Dalam ayat ini allah SWT telah mengumpamakan orang
yang menggunjing seperti orang yang memakan daging saudara muslimnya yang sudah
mati.
Ketahuilah
bahwa atas yang diartikan dengan kata ghibah atau menggunjing yaitu jikalau
engkau menyebutkan perihal keadaan seseorang yang kiranya ia akan menjadi marah
atau benci apabila mendengarnya sendiri atau apabila yang engkau katakan itu
disampaikan oleh orang lain padanya. Sebuah ucapan yang dapat dianggap meliputi
hal menggunjing ialah apa yang disabdakan oleh rasulullah SAW:
“Ghibah
(menggunjing) ialah apabila engkau menyebutkan perihal saudaramu dengan sesuatu
yang tidak disukai olehnya” (HR. Imam Muslim).
Dalam hadits diatas dinyatakan bahwa
yang diharamklan adalah menyebutkan
apabila didengar cela saudara itu dengan lidah atau ucapan sebab dengan ucapan
itu dapat dimengerti apa yang mnejadi kekurangan saudaranya itu apabila
didengar orang lain dan jikalau yang dikatakan itu diberi tahu tentulah ia
tidak senang mendengarnya.
Hal-hal yang menimbulkan Ghibah
1.
Ingin Menghilangkan Kemarahan
Diwaktu seseorang menghadapi sesuatu
yang menyebabkan ia menjadi marah kepada orang lain makaa apabila kemarahanya
telah meluap-luao biasaanya ia hendak menghilangkan dengan jalan
menyebut-nyebut kekurangan serta keburukan orang yang didendam itu.
2.
Kemegahan Diri
Bahwa seseorang itu mempunyai
keinginan agar dianggap lebih tinggi lebih megah dan mulai dari orang yang
digunjing itu lalu orang tersebut dijelek-jelekan dimuka orang lain.
3. Kedengkian
Kedengkian
itu tentulah dihadapkan kepada seseorang yang banyak dipuji, dicinta dan dimuliakan.
Kemudian orang yang dengki itu menginginkan sekali lenyapnya kenikmatan yang
dimiliki oleh orang diataas itu tetapi tidak memperoleh jalan guna
menjatuhkanya kecuali dengan memburuk-burukan orang tersebut.
4. Bercengkrama
Bermain-main,
bersenda gurau, serta menghabiskan waktu untuk ketawa yang tidak ada manfaatnya
sama sekali. Kemudian untuk memeriahkan cengkramanya itu disertai dengan
menyebut cela orang lain.
5. Penghinaan
Menganggap
hina, rendah atau lemah kepada orang lain.
Cara Menyembuhkan
Ghibah
Untuk
menyebuhkan penyakit akhlah yang buruk itu maka dalam penyembuhanya bida dengan
cara pengolahan ilmu pengetahuan serta perbuatan. Secara pokoknya maka obatnya
untuk menahan lidah dari kegemaran menggunjing ialah supaya seseorang itu
menginsafi benar akan akibatnya yakni kemurahan allah SWT. Rasulullah SAW
bersabda:
“Beruntunglah
seseorang yang disibukan oleh celaanya sendiri dari pada melihat cela orang
lain” (HR. Alp-Bazzar).
Tetapi obat yang paling mujarab sekali untuk ini
ialah kekuatan keimanan dalam jiwa sebab barang siapa yang kokoh kuat
keimananya dan keyakinanya pastilah mulutnya akan bungkam dari segala ucapan
yang buruk tertutama sekali ialah menggunjing.
Hukumnya Menggunjing
Menggunjing dengan hati adalah mempunyai
sangkaan yang buruk atau su’udh-dhan kepada orang lain. Hukumnya ini adalah
haram sebagaimana halnya halnya mengucapkan yang buruk. Seperti haramnya
mengatakan seseorang dengan lidah cela-celanya maka begitu pulalah haramnya
jikalau sangkaan jelek kepadanya. Oleh sebab itu meneliti kejelekan orang lain
itupun dilarang dan diharamkan dalam agama sebagaimana firman allah: “walla tajas-sasuu
(dan janganlah kamu semua mencari kejelekan orang
lain). Ghibah, Su-udz-dn dan tajas sus itu adalah dilrang dan hukumnya haram
sebab ada larangan dari firman allah.
Allah SWT berfirman:
“Hai
orang-orang yang beriman jauhilah sebagian besar buruk sangka itu sebab
setengahnya dari buruk sangka itu adalah dosa”. (QS. Hujurat: 12).
Dendanya Ghibah
Seseorang yang telah membicarakan orang lain seharusnya menyesal,
kemudian bertaubat serta bersedih hati atas perbuatan yang pernah dilakukan.
Dengan demikian ia dapat lepaslah haknya dari Allah SWT. Selanjutnya,
hal-halnya agar di maafkan atas segala dosanya.
Adapun perbuatan yang membicarakan orang lain sewaktu ia tidak ada
dan perkataannya itu menyinggung kehormatannya, maka hal ini dapat
menghancurkan tali silahturahmi antar sesama umat muslim.
Nama : A.HATIMI
Nim :11521001
Jurusan :Bpi_Kesejahteraaan sosial
Al_Qur’an
Tentang Hubungan Orang Tua Dan Anak
Islam
telah memberikan tuntunan bagi umatnya di dalam menjalankan peran kehidupannya
sebagai orang tua ataupun sebagai anak. Begitu sempurnanya ajaran Islam,
sehingga seorang anak telah dijaga keselamatannya sebelum menjadi calon bayi
dan ketika menjadi janin pun telah diperhatikan misalnya dengan sering mengajak
berbicara atau membacakan Al Qur'an ketika anak masih terbungkus di dalam rahim
ibunya. Dan di saat kelahirannya pun,disyariatkan dalam Islam untuk menyambut
gembira atas berita kelahiran.
Islam telah mengajarkan bahwa orang tua secara biologis berhak
memenuhi kebutuhan anaknya baik sandang maupun pangan. Karena, orang tualah
yang telah berjasa menghadirkan kita ke dunia ini. Setiap orang tua
mengharapkan anaknya menjadi anak yang shaleh dan shalehah yang kelak akan membanggakan kedua orang
tuanya. Allah SWT berfirman :
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia” (Q.S.Al kahfi18:46)
Memiliki anak adalah dambaan setiap orang tua. Karena, menjadi
harapan bagi kedua orang tuanya untuk melanjutkan garis keturunan. Anak dapat
membahagiakan hati kedua orang tuanya dan terkadang juga justru menyiksa batin
orang tuanya.
Firman Allah mengatakan :
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai
cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah lah pahala yang besar”. (Q.S.Al-Anfal/8: 28)
Ayat ini memberikan peringatan bagi orang tua untuk waspada
terhadap ujian dari harta dan anak. Terkait dengan anak sebagai ujian,
Al-Maraghi (1994: 367) menjelaskan bahwa anak merupakan buah hati dan belahan
jiwa bagi ibu bapak mereka. Karena kecintaan mereka terhadap anak sanggup
membawa keduanya bersedia mengeluarkan segala yang dimiliki demi anak, baik
harta, kesehatan, dan kesenangan. Karena anak, orang tua sering melakukan
perbuatan dosa demi pendidikan, biaya hidup dan dalam mempersiapkan semua
kebutuhannya.
Orang
tua harus memandang anak adalah hikmah dan menjadi orang tua adalah anugerah.
Ia mengatakan pula, orang tua wajib mendidik anak-anaknya untuk berbuat baik
pada orang tuanya agar si anak tidak dilaknat oleh Allah SWT. Untuk ini, ada
dua fondasi yang harus di bangun pada anak. Pertama, selalu bersyukur kepada
Allah. Kedua, selalu menghargai pengorbanan kedua orang tuanya.
Tiap bayi dilahirkan
dalam keadaan suci (fitrah-Islami). Ayah dan ibunya lah kelak yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (penyembah api dan berhala). (HR
Bukhari).
Meskipun
kewajiban anak terhadap ibunyalah yang paling sering diutarakan, namun bukan
berarti ayah tidak memiliki tempat yang penting diantara anak anaknya. Karena
meskipun sering sekali posisi ayah tidaklah sedekat ibu terhadap anak anaknya,
namun karena ayahlah anak bisa terlahir dari rahim ibu. Sehingga kewajiban anak
terhadap ibunya juga berlaku terhadap ayah.
Sebagai seorang anak yang terlahir dari seorang ibu, agama
mengajarkan kita untuk berbuat baik kepada orang tua yang telah berjuang mempertaruhkan
jiwa dan raga mereka demi kelahrian bayinya sebagai mana firman allah yang
berbunyi:
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah
yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu
dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS Luqman 31 : 14)
Ada dua hal penting dalam ayat ini, pertama menunjuk perintah untuk berbakti kepada ibu dan bapaknya,
khususnya ibu yang telah mengandung dalam kesulitan, kepayahan, kegelisahan. kedua perintah
bersyukur kepada allah atas semua rahmat yang telah ia limpahkan, dan ibu
bapak, karna keduanya merupakan penyebab bagi keberadaan kita. Dan keduanya
telah merawat dengan baik dan mengalami berbagai macam kepayahan sehingga kita
tegak dan kuat
Hubungan antara
orang tua dan anak ibarat lingkaran yang takkan pernah putus, saling terhubung
satu sama lain, meskipun terjadi perceraian antara ayah dan ibu, namun anak tak
kan pernah kehilangan hak dan kewajiban terhadap ayah dan ibunya, begitu juga
sebaliknya ayah dan ibu tetap memiliki kewajiban dan tidak kehilangan hak
terhadap anak nya dunia dan akhirat.
Nama: A.Hatimi
Nim: 11521001
Jurusan: Bpi_Kesejahteraaan Sosial
AL_Qur’an
Tentang Ilmu pengetahuan
A. Pengertian
Al-Qur’an bukanlah kitab ilmu
pengetahuan yang disusun berdasarkan penelitian atau perenungan manusia akan
tetapi kitab yang memberikan petunjuk umat mansuia mengerjakan apa-apa yang
dapat diketahui melalui penelitian dan perenungan dan juga semua yang tidak
diketahui oleh manusia karena berada diluar jangkauan keduanya.
Dalam kamus maqayisy al-lugbah kata ilmu
terambil dari kata alimah ya’malu ilman yang berarti mengetahui, pengetahui.
Dikatakan oleh ibnu mas’ud “tidaklah
dikatakan berilmu itu dengan banyak perkataan tetapi bertambahlah rasa
ketakutan” sebagaimana dalam Al_Qur’an (Q.S Fathir/28).
B. Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan
Pada
dasarnya kemampuan manusia untuk mengetahui sesuatu atas iga istrumen yaitu
indra, akal dan hati, sebagaimana firman allah yang berbunyi:
بصر
الأو السمح لكم وجعل شئ ن تعلمو لا مهتكم ا بطون من جكمأخر والله
Artinya: ون
تشكر لعلكم ة فىد الأو
“Dan allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan dia memberi kamu pendenagran
penglihatan dan hati agar jamu bersyukur” (Q.S
an_Nahl?78).
Ketiga potensi manusia yaitu inder,
akal, hati dapat berfungsi secara optimal melalui latihan. Pelatihan terbaik
adalah dengan membiasakan ketiganya pada batas jelajah masing-masing serta
mengupayakan koordinasi ketiganya dibawah bimbingan imam sehingga membentuk
suatu sistem yang kokoh dan menghasilkan pengetahuan.
C. Kedudukan
Orang Yang Berilmu
Dalam
ayat berikut orang-orang yang berilmu memeperoleh kedudukan yang lebih tinggi
bahkan setara dengan orang-orang yang beriman, Firman allah Swt:
خبير
ن تعملو بما والله درجت االعلمأوتو الذين منكمو منوا ءا ين الذ اللهفع ير
..Niscaya
allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan allah maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan (Q.S Al_Mujadalah:11)
Allah menempatkan
orang-orang yang berilmu sederajat dengan mereka yang beriman yaitu dengan
melaksanakan apa yang diperintahkan allah dan rasulnya khususnya segala yang
dibenci serta diangkat derajat mereka.
Nama : A.Hatimi
Nim :11521001
Jurusan :Bpi_Kesejahteraan Sosial
AL - QUR’AN
Tentang Dengki
Dengki adalah sikap tidak senang atas
kenikmatan yang diperoleh orang lain dan berusaha menghilangkan kenikmatan itu
dari orang tersebut baik dengan maksud agar kenikmatan berpindah ketangan
sendiri ataupun tidak. Dengan definisi dengki yang demikian maka kita tahu
bahwa dengki termasuk penyakit hati dan termasuk sifat yang tercela dalam
pandangan agama. Allah berfirman:
فضله من الله مااتهم على الناسيحسدو ام
Apakah
mereka dengki kepada manusia lantaran karena yang telah allah berikan kepada
manusia itu ( Q.S An-Nisa: 54)
Manusia kalau telah terhinggap penyakit
dengki seperti ini timbul dalam hatinya niat jahat untuk menghilangkan
kenikmatan yang telah diperoleh orang lain tersebut dan dengan berbagai tipu
daya ia membuat makar dan kerusakan demi menghilanhgkan karunia yang diperoleh
manusia itu. Dalam hal ini allah berfirman:
(٥ : الفلق)
اداحسد سد شرحا ومن
Dan
dari kejahatan orang-orang dengki apabila ia dengki (Q.S Al-Falak: 5)
Orang yang sedang dimusuhi orang yang
berhati dengki perlu hati-hati dan waspada karena biasanaya dengan diam-diam
akan menghancurkan dan membuat fitnah dengan berbagai macam tipu daya dan si
pendengki ini sebernarnya merasa tersiksa batin seakan ia tidak kebagian nikmat
sama sekali sehingga dalam batinya terasa perang melawan musuh yang tidak
kelihatan dan orang yang bertipe ini jiwanya selalu merasa kurang terhadap apa
saja yang ia miliki.
Hakekat
Dengki
Rasa dengki dan iri baru tumbuh
manakala orang lain menerima nikmat. Biasanya jika seseorang mendapatkan
nikmat, maka akan ada dua sikap pada manusia. Pertama, ia benci terhadap nikmat
yang diterima kawannya dan senang bila nikmat itu hilang daripadanya. Sikap
inilah yang disebut hasud, dengki dan iri hati. Kedua, ia tidak menginginkan
nikmat itu hilang dari kawannya, tapi ia berusaha keras bagaimana mendapatkan
nikmat semacam itu. Sikap kedua ini dinamakan ghibthah (keinginan). Yang
pertama itulah yang dilarang sedang yang kedua diperbolehkan.
Sebab-sebab
Dengki
Rasa dengki pada dasarnya tidak
timbul kecuali karena kecintaan kepada dunia. Dan dengki biasanya banyak
terjadi di antara orang-orang terdekat, antar keluarga, antarteman sejawat,
antar tetangga dan orang-orang yang berdekatan lainnya. Sebab rasa dengki itu
timbul karena saling berebut pada satu tujuan. Dan itu tak akan terjadi pada
orang-orang yang saling berjauhan, karena pada keduanya tidak ada ikatan sama
sekali.
Adapun orang yang mencintai akhirat,
yang mencintai untuk mengetahui Allah, malaikat-malaikat, nabi-nabi dan
kerajaanNya di langit maupun di bumi maka mereka tidak akan dengki kepada orang
yang mengetahui hal yang sama. Bahkan sebaliknya, mereka malah mencintai bahkan
bergembira terhadap orang-orang yang mengetahuiNya. Karena maksud mereka adalah mengetahui Allah dan mendapatkan kedudukan yang
tinggi di sisiNya. Dan karena itu, tidak ada kedengkian di antara mereka. Kecintaan kepada dunia yang mengakibatkan dengki antar sesama disebabkan
oleh banyak hal. Di antaranya:
1.
Permusuhan. Ini
adalah penyebab kedengkian yang paling parah. Ia tidak suka orang lain menerima
nikmat, karena dia adalah musuhnya.
2.
Ta'azzuz (merasa paling mulia). Ia keberatan bila ada orang lain melebihi dirinya.
Ia takut apabila koleganya mendapatkan kekuasaan, pengetahuan atau harta yang
bisa mengungguli dirinya.
3.
Takabbur atau sombong. Ia memandang remeh orang lain dan karena itu ia ingin agar
dipatuhi dan diikuti perintahnya.
4.
Merasa ta'ajub dan heran terhadap kehebatan dirinya. Hal ini sebagaimana yang
biasa terjadi pada umat-umat terdahulu saat menerima dakwah dari rasul Allah.
Mereka heran manusia yang sama dengan dirinya, bahkan yang lebih rendah
kedudukan sosialnya, lalu menyandang pangkat kerasulan, karena itu mereka
mendengki-nya dan berusaha menghilangkan pangkat kenabian tersebut.
5.
Takut mendapat saingan. Bila seseorang menginginkan atau mencintai sesuatu maka
ia khawatir kalau mendapat saingan dari orang lain, sehingga tidak terkabullah
apa yang ia inginkan.
6. ambisi memimpin (hubbur riyasah). Ia tidak menoleh kepada kelemahan
dirinya, seakan-akan dirinya tak ada tolok bandingnya.
7.
Kikir dalam hal kebaikan terhadap sesama
hamba Allah. Ia gembira jika disampaikan khabar pada-nya bahwa si fulan tidak
berhasil dalam usahanya. Sebaliknya ia merasa sedih jika diberitakan, si fulan
berhasil mencapai kesuksesan yang dicarinya.
Terapi Mengobati Dengki
Hasad atau
dengki adalah penyakit hati yang paling berbahaya. Dan hati tidak bisa diobati
kecuali dengan ilmu dan amal. Ilmu tentang dengki yaitu hendaknya kita ketahui
bahwa hasad itu sangat membaha-yakan kita, baik dalam hal agama maupun dunia. Dan
bahwa kedengkian itu setitikpun tidak membahayakan orang yang didengki, baik
dalam hal agama atau dunia, bahkan ia malah memetik manfaat darinya. Dan nikmat
itu tidak akan hilang dari orang yang kita dengki hanya karena kedengkian kita.
Adapun amal
yang bermanfaat yaitu hendaknya kita melakukan apa yang merupakan lawan dari
kedengkian. Misalnya, jika dalam jiwa kita ada iri hati kepada seseorang,
hendaknya kita berusaha untuk memuji perbuatan baiknya, jika jiwa ingin
sombong, hendaknya kita melawannya dengan rendah hati, jika dalam hati kita
terbetik keinginan menahan nikmat pada orang lain maka hendaknya kita berdo'a
agar nikmat itu ditambahkan.