Jumat, 07 Desember 2012

Makalah Tafsir Hatimi


Bab I
Pendahuluan

Latarbelakang Masalah
           Ada tingkat kesulitan tertentu untuk menghindari bias ketika berbicara dalam istilah “baik” atau “buruk”. Itulah sebabnya, aspek kehidupan manusia yang penting, yaitu moralitas, Namun, pada saat ini psikolog telah meneliti berbagai proses mendasar dari perkembangan moral, bagaimana orang menilai baik atau buruk.
Setiap individu memiliki moral melalui sosialisasi sejak seseorang individu dilahirkan. Moral menunjukan pada pengaturan sikap-sikap seseorang untuk berbuat dan merasakan khususnya apabila dia berhubungan dengan lain atau menanggapi satu keadaan. Moral mencakup kebiasaan, sikaf, sifat yang dimiliki seseorang yang berkembang apabila seseorang berhubungan dengan orang lain. Manusia tidak terlepas dari suatu moralalitas/moral atau kebiasaan baik itu berupa kebiasaan baik maupun buruk. Nilai-nilai spiritual yang dimaksudkan dalam islam adalah ajaran agama yang berwujud perintah, larangan dan anjuran, yang kesemuanya berfungsi untuk membina kepribadian manusia dalam kaitannya sebagai hamba Allah serta angggota masyarakat.

Rumusan masalah
1.      Bagaimana penjelasan tafsir ayat Al-qur’an surat An nahl 90 dan Al-baqarah 177  tentang Moral ?
2.      Jelaskan pembahasan mengenai moral secara jelas?









Bab II
Pembahasan

A. Moral/Moralitas

Arti Moral (Mos) bahasa berasal dari bahasa Latin yang jamak dari kata “Mores” berarti adat kebiasaan.[1] Di dalam kamus besar bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik dan buruknya suatu perbuatan, sikap, kewajiban dan kelakuan.[2] Moral juga memilki kesetaraan atau kesamaan dengan akhlak, budi perketi dan susila. Jika dalam kehidupan sehari-hari dikatakan bahwa orang tersebut bermoral, maka yang dimaksud adalah bahwa orang tersebut tingkah lakunya baik. Tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat. Salah satu ukuran moralitas adalah sejauh mana individu mampu untuk menahan godaan untuk melanggar norma moral, walaupun tidak ada kemungkinan untuk diketahui atau dihukum.
Secara umum moralitas dapat dikatakan sebagai kapasitas untuk membedakan yang benar dan yang salah dan malu ketika melanggar standar tersebut. Islam mengajarkan pentingnya rasa malu untuk melakukan perbuatan yang tidak baik sebagai sesuatu yang penting. Islam mengajarkan bahwa Allah mengilhamkan ke dalam jiwa manusia dua jalan yaitu jalan kefasikan dan ketakwaan. Manusia memiliki akal untuk memilih jalan mana yang ia akan tempuh. Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang amat ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Makna moral terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Dalam pengertian inilah maka kita memasuki wilayah norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku manusia.





B. Tafsir An-Nahl 90 dan Tafsir Al-Baqarah 177.
Surat An-Nahl ayat 90
اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَاِيْتَآئِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تذَكَّرُوْنَ  (النحل : .٩)

"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran."[3]             
Allah memerintahkan para hamba-Nya untuk berlaku adil dalam setiap perkataan dan perbuatan. Allah menyuruh mereka untuk selalu berusaha menuju yang lebih baik dalam setiap usaha dan mengutamakan yang terbaik dari lainnya.                                                                                                                                                   
بِالْعَدْلِ  maksudnya, tauhid atau inshaf.[4] Ibnu Abbas menafsirkannya dengan tauhid, yaitu mengucap dua kalimah syahadah (  ( اشهد أن لآإله إلا الله وأن محمدا رسول الل[5] Inshaf (sederhana) dalam seluruh aspek: Inshaf dalam bidang tauhid adalah beri’tikad bahwa Allah bersifat dengan sifat kesempurnaan, bersih dari segala kekurangan. Dalam bidang i‘tikad ialah menisbahkan segala perbuatan kepada Allah dan menisbahkan usaha kepada manusia, Padahal inshaf itu ialah menisbahkan seluruh perbuatan milik Allah, baik atau jahatnya, zahir dan bathinnya.
               وَاْلاِحْسَانِ  maksudnya, menunaikan segala yang fardhu (wajib) secara sempurna atau bahwa engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, sebagaimana tersebut dalam hadits:[6] Artinya, engkau beribadah kepada Allah karena memperhatikan kebesaran-Nya seolah-olah engkau melihat-Nya dengan mata kepalamu. Berbuat baik (وَاْلاِحْسَانِ), yakni kepada Allah dan kepada para hamba-Nya.
                   وَاِيْتَآئِ ذِى الْقُرْبَى  maksudnya, memberikan sedekah kepada kaum kerabat. Ini lebih diutamakan daripada bersedekah kepada orang lain karena sedekah kepada kaum kerabat merupakan sarana untuk mempererat hubungan persaudaraan. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya taat yang paling cepat memperoleh balasan (fahala) ialah mempererat hubungan persaudaraan (silaturrahmi)” (Al-Hadits)[7]. Makanya, kaum kerabat disebutkan secara khusus dalam ayat ini karena penting penyebutannya[8],
                    وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ (dan Allah melarang dari perbuatan keji) maksudnya, zina[9].
                     وَاْلمُنْكَرِ maksudnya, kufur dan maksiat-maksiat lainnya[10], termasuk zina yang telah disebutkan secara khusus di atas. Maksudnya, segala macam bentuk maksiat dilarang oleh Allah SWT.
                     وَالْبَغْيِ  maksudnya, melakukan penganiayaan terhadap manusia. Disebutkan secara khusus sebagaimana penyebutan pada pelarangan zina (الْفَحْشَآءِ) karena penting[11]. Karena  tindakan penganiayaan terhadap manusia merupakan maksiat yang paling besar setelah kufur. Oleh karena itu, sebahagian ulama berkata: “Siksaan (azab) yang paling cepat diterima seseorang akibat berbuat maksiat ialah siksaan (azab) akibat melakukan tindakan penganiayaan terhadap manusia”. Dalam satu riwayat Rasulullah SAW bersabda: “Seandainya salah satu dari dua gunung melakukan penganiayaan terhadap lainnya, maka sungguh Allah akan menghancurkan gunung tersebut akibat penganiayaan yang dilakukan kepada gunung lainnya” (Al-Hadits). Dalam riwayat yang lain beliau bersabda: “Orang yang melakukan penganiayaan dan para pembantunya adalah anjing-anjing neraka” (Al-Hadits)[12]    

يَعِظُكُم   Maksudnya dapat memberi pengajaran kepada manusia dengan perintah dan larangan[13].
                 لَعَلَّكُمْ تذَكَّرُوْنَ  Maksudnya, mudah-mudahan bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Dalam kitab Mustadrak dari Ibnu Mas’ud, beliau berkata: “Ayat ini merupakan ayat yang paling lengkap dalam Al-Qur`an yang menjelaskan tentang kebaikan dan kejahatan”[14].

Surah Al Baqarah 177


 “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah kebaktian orang yang beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”[15]  
            Keimanan seseorang kepada allah menyebabkan dia merendahkan dihadapanya sedangkan keimanan kepada malaikat mengacu kepada eksistensi keimanan terhadap prose alam ghaib yang mencakup kepadaa keimanan kepada allah dan wahyu dan lain-lain. Iman kepad nabi merupakan iman kepada jalan yang lurun dan petunjuk yang benar yang ada di sepanjang sejarah. Bila kita perhatikan urutan ayat-ayat sebelumnya, yaitu ayat-ayat 174, 175 dan 176, maka yang paling sesuai ialah bahwa ayat ini diturunkan mula-mula terhadap Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) karena pembicaraan masih berkisar di sekitar mencerca dan membantah perbuatan dan tingkah laku mereka yang tidak baik dan tidak wajar. Ayat ini bukan saja ditujukan kepada umat Yahudi dan Nasrani, tetapi mencakup juga semua umat yang menganut agama-agama yang diturunkan dari langit termasuk umat Islam.
Fakta menunjukan bahwa manusia selalu memiliki tujuan dan tidak benar-benar bebas di dunia ini. Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah kebaktian orang yang beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi..
Pada ayat 177 ini Allah menjelaskan kepada semua umat manusia, bahwa kebaktian itu bukanlah sekedar menghadapkan muka kepada suatu arah yang tertentu, baik ke arah timur maupun ke arah barat, tetapi kebaktian yang sebenarnya ialah beriman kepada Allah dengan sesungguhnya, iman yang bersemayam di lubuk hati yang dapat menenteramkan jiwa, yang dapat menunjukkan kebenaran dan mencegah diri dari segala macam dorongan hawa nafsu dan kejahatan. Beriman kepada hari akhirat sebagai tujuan terakhir dari kehidupan dunia yang serba kurang ini. Beriman kepada malaikat yang di antara tugasnya menjadi perantara dan pembawa wahyu dari Allah kepada para nabi dan rasul. Beriman kepada semua kitab-kitab yang diturunkan Allah, baik Taurat, Injil maupun Alquran dan lain-lainnya, Beriman kepada semua nabi tanpa membedakan antara seorang nabi dengan nabi yang lain.
1. Ayat ini adalah salah satu dari ayat-ayatAl-Qur;an yang paling konsisten. Hal ini disebutkan dalam tafsir Al-Mizan bahwa rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits bahwa “setiap orang yang beramal sesuai dengan ayat ini maka ia memiliki iman yangh sempurna”.[16]
2. kita mesti memperhatikan kandungan dan intisari agama ini dan tidak hanya membaca moto-moto belaka
3. banyak sekali orang yang mengklaim sebagai orang yang beriman tetapi sesungguhnya orang-orang yang beriman yang sejati adalah yang mengikuti seluruh ayat ini dengan mendetail.
4. beriman kepada allah, hari berbangkit dan kitabullah disebutkan sebelum melakukan  amal-amal saleh.
5. dalam ayat ini amal karena allah, beriman kepada allah, berupa amal untuk membantu orang-orang miskin dan fakir, serta juga bantuan sosial atas kecelakaan dan bencana dinyatakan secara bersama-sama dan berturut-turut dalam ayai ini.
6. untuk menjadi orang yang bertakwa perlu meberikan derma wajib dan sunah. Ada beberapa orang yang kadang membantu orang-orang miskin sedangkan mereka tidak membayar bayaran wajib. Ada juga beberapa orang beriman lainya yang membayar bayaran wajib mereka namun sering acuh tak acuh pada fakir miskin dalam ayat ini orang-orang beriman yang sejati dipernekanalkan sebagai orang-orang yang membayar dua kewajiban dan memberikan harta yang dicintainya.
Beberapa riwayat mengatakan bahwa dalam harta orang kaya selain zakat ada bagian orang yang fakir miskin.[17] Termasuk dari orang yang tidak beriman kepada allah dan hari kiamat adalah orang yang tidur dalam keadaan kenyang disaat ada seseorang diantara tetangganya menderita kelaparan.[18]
7. bagaimanapu kesabaran merupakan sumber semua kebaikan karena itu Al-Quran memperkenalkan kesabaran sebagai salah satu faktor untuk memasuki surga.
8. kesalehan sama dengan aplikasi madu. Siapapun yang sangat baik dan saleh disebut orang yang bertakwaI  yaitu orang yang benar-benar berbuat bajik.    

emberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemunkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat menpelajaran.













Bab III
Penutup
Kesimpulan

Bahwa moral manusia adalah kebiasaan entah itu yang baik atau buruk, sikaf yang bagus atau jelek Maupun sifat.  Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang amat ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Makna moral terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Untuk mengukur moralitas seseorang adalah sejauh mana individu mampu untuk menahan godaan untuk melanggar norma moral karna jika seseorang itu bisa menahan godaan untuk melanggar sesuatu maka dia adalah orang yang bermoral. Islam juga mengajarkan bahwa allah mengilhamkan jalan kefasikan dan ketakwaan. Jadi sangat penting bagi kita bermoral yang baik.


Didalam Al-Qur’an pun di jelaskan mengenai moral yaitu allah menyuruh kita untuk berlaku adil baik itu dalam perkataan maupun perbuatan karna perbuatan dan perkatan yang baik akan mencerminkan kepribadian/moral kita. Dan berbuat kebaikan dengan menunaikan fardu-fardu dengan sempurna yaitu beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada para hamba-Nya ialah dengan memaafkan segala kesalahan yang mereka lakukan. memberikan bantuan/sedekah kepada kaum kerabat. Ini lebih diutamakan daripada bersedekah kepada orang lain karena sedekah kepada kaum kerabat merupakan sarana untuk mempererat hubungan persaudaraan. Tetapi akan lebih baik lagi jika diberikan kepada kerabat dan orang-orang yang membutuhkan. dan Allah melarang dari perbuatan keji yakni zina dan kemungkaran yaitu berupa perbuatan kekafiran dan kemaksiatan dan permusuhan) menganiaya orang lain. Karena  tindakan penganiayaan terhadap manusia merupakan maksiat yang paling besar setelah kufur. “Siksaan (azab) yang paling cepat diterima seseorang akibat berbuat maksiat ialah siksaan (azab) akibat melakukan tindakan penganiayaan terhadap manusia. Mudah-mudahan kita mendapat pelajaran dari itu semua.


Daftar Pustaka







[1] Mahjudin, Akhlak Tasawuf,  Jakarta, hlm 8
[2] Kamus Bahasa indonesia
[3] An nahl 90
[4] Ibnu Abbas
[5] Ash-Shawi, Hasyiah…, hal. 401
[6] Al -Mahalli dan As-Suyuthi, Tafsir, hal. 401
[7] Ibid, hal. 402
[8] Ibid
[9] Ibid
[10] Ibid
[11] Al -Mahalli dan As-Suyuthi, Tafsir
[12] Ash-Shawi, Hasyiah
[13] Al -Mahalli dan As-Suyuthi, Tafsir
[14] Ibid
[15] Al-Baqarah 177
[16] Tafsir Al-Mizan, jilid 1 hal,415 (edisi bahasa persia)
[17] Tafsir Al-Qurtubi, jilid 2, hal.242.
[18] Ushulul kafi, jilid 2, hal. 660.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar