Jumat, 07 Desember 2012

Esensi Al Qur'an


Nama                   : A.Hatimi
Nim            : 11521001
Kelas          :BPI-Kesejahteraan Sosial
AL-QUR’AN TENTANG TAKWA
Secara etimologi kata takwa berasal dari akar kata waqa-yaqi-waqayah yang artinya menyelamatkan, menjaga atau melindungi. Dalam kamus bahasa mu’jam maqayis lughah karya zakariya, wiqayah berarti menjaga suatu barang dari suatu yang merugikan atau merusaknya. Orang yang bertakwa adalah orang yang menghindari dari perbuatan-perbuataan yang dilarang oleh allah dan melaksanakn semua yang diperintahkany. Dengan demikian ketakwaan mengandung arti ketundukan, kepatuhan senada dengan arti kata islam dan iman yang juga bermakna ketundukan dan kepatuhan. Dalam ajaran sufi takwa merupakan maqam yang tertinggi ndalaam mencapai kenikmatan spiritual namun untuk memperolehnya diperlukan usaha-usahaa yang maksimal.
Pada dasarnya semua a jaran islam berorientasi kepada ketakwaan kepada tuhan yang mahaa esa yaitu ketundukan atas semua perintah dan menjauhkan larangannya demi mencapai keselamatan di dunia dan akhirat. Selanjutnya daalam kondisi apapun sekalipun kematian datng kepada kita allah memerintahkan untuk tidak meninggalkan dunia ini dalam keadaan kufur kepadanya tetapi dalam keadaan mengikuti ajaran islam. Jika kita melepaskan ajaran tersebut pada detik itu kematian datng merenggut nyawasehingga kita meninggal tidak dalam keadaan berserah diri atau muslim. Ajaran islam tidak hanya berorientasi untuk kehidupan saat ini tetapi yang lebih utama adalah kehidupan setelah akhirat. Karena itu setiap orang yang beriman harus memperhatikan apa yang akan di perbuat, Seperti firman allah yang berbunyi:
Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada allah dan hendaklahsetiap diri        memperhatikan aapa yang telah diperbuat untuk esok hari (akhirat)dan bertakwalah kepada allah sesungguhnya allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.  (Q.s A l-Hasyr/59:18)
Ketakwaan terkait pula dengan keimanan karena keimanan merupakan unsur utama bagi baik dan buruknya seseorang dalaam pandangan Al-Qur’an selainitu keduanya mengandung maksud ketaatan dan kepatuhan. Dengan inilah menjadikan seseorang hidup dengan kehidupan berkualitas dan mendapatkan pahala yang besar.
  {124}الْمُحْسِنِينَ يُحِبُّ وَاللَّهُ النَّاسِ عَنِ وَالْعَافِينَ الْغَيْظَ وَالْكَاظِمِينَ وَالضَّرَّاءِ السَّرَّاءِ فِي يُنْفِقُونَ الَّذِينَ
 مَا عَلَى يُصِرُّوا وَلَمْ اللَّهُ إِلَّا الذُّنُوبَ يَغْفِرُ وَمَنْ لِذُنُوبِهِمْ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ  ذَكَرُوا أَنْفُسَهُمْ ظَلَمُوا أَوْفَاحِشَةً فَعَلُوا إِذَا وَالَّذِينَ                                                                                                                   .{125}  عْلَمُونَ وَهُمْ افَعَلُو               
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya)baik diwaktu lapangan maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mamaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan kejia atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan allah lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu sedang mereka mengathui (Q.s Ali-Imran/3:134-135)
Berdasarkan keterangan ayat ini orang yang bertakwa adalah pertama, orang yang melaksanakn rukun iman an islam seperti miman kepadda allah, hari pembalasan, malaikat, kitab-kitab para rasul, melaksanakaan sholat, mengeluarkan zakat. Kedua berbuat baik kepada keluarga kerabat dan orang lain, memerdekakan hamba saahaya. Ketiga menepati janji dan bersabar dalaam kelapangan, kesempitan, kesenangan dan kesedihan.       
Kepatuhan kepada allah secara ikhlas akan menjaga kita dari perbuatan yang menyimpang sehingga membuat batin menjadi tenang, bertambah rasa dekat dengan pemilik alam ini. Demikian pula meningkatnya kualitas kepercayaan serta semakin menambah intensitas ibadah kepada allah. Bahwa dengan ketakwaan kepada allah perbuatan dosa yang pernah dilakukan baik dosa besar maupun kecil jika bertobat lalu tunduk kepada allah maka akan di hapuskan dan pahala atas amal baik yang dikerjakan akan berlipat gandakan.
Balasan bagi orang yang bertakwa antara lain diberikan petunjuk untuk dapat membedakan yang hak dan batil serta menghapus kesalahaan-kesalahan serta mengampuni dosa-dosa yang besar yaitu berbuat syirik.  



AL-Qur’an Tentang Nafs (Jiwa)
Bahwa dalam penciptaannya (jiwa) itu Allah telah mengilhamkan jalan kejahatan dan ketaqwaan kepadanya. Beruntunglah bagi orang yang mau menjaga dan membina untuk kesucian jiwanya dan rugilah orang yang tidak mau menjaga dan membina jiwanya, membiarkan dan mengotorinya. (QS.Asy-Syams : 7-10)  
Dalam Kamus Lisan al-Arab, karya Ibnu Manzhut (t.t :4500-4501), nafs mempunyai banyak arti ruh, badan (jiwa) dan diri. Nafs dalam arti jiwa telah banyak dibicarakan oleh para ahli sejak awal baik dalam kajian filsafat, psikologi maupun ilmu tasawuf. Nafs dan manusia tidak bisa dipisahkan. Hal itu juga ditegaskan dalam al-Qur’an. Pengertian nafs di dalam al-Qur’an mempunyai beragam makna, misalnya diartikan seluruh yang terdapat dalam diri manusia yang melahirkan tingkah laku, seperti pada ayat berikut;

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Q.s al-Ra’d/13: 1   1)
Selain itu, di dalam al-Qur’an, kata nafs juga memiliki arti lain :
1.      Nafs, sebagain totalitas diri manusia


Maka pada hari ini seorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibatasi, kecuali dengan apa yang telah kamu lakukan (Q.s Yasin/36: 54)
            Pengunaan nafs pada ayat diatas menunjukkan totalitas manusia di alam akhirat. Jadi, totalitas manusia menurut Al-Qur’an bukan hanya bermakna manusia sebagai makhluk dunia, tetapi juga sebagai mahluk akhirat, yakni manusia yang bertanggungjawab atas perbuatannya.
2.      Nafs, sebagai sisi dalam manusia
Al-Qur’an telah mengisyaratkan bahwa manusia mempunyai sisi dalam dan sisi luar. Seperti pada surat berikut ;


Sama saja (bagi Tuhan), siapa diantara kamu yang merahasiakan ucapannya, dan siapa yang berterus terang dengan ucapan itu, dan siapa yang bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang hari. (Q.s al-Ra’d/13: 10)
            Kemampuan dan kesanggupan manusia dalam merahasiakan dan berterus terang dengan ucapannya menunjukkan sisi dalam dan luar dari manusia. Jika sisi luar manusiadapat nampak secara lahhiriyah, maka sisi dalamnya menurut Al-Qur’an adalah penggeraknya.
3.      Nafs, sebagai diri Tuhan, surat al-An’am/6 :12, 54
4.      Nafs, sebagai roh, surat al-An’am/6 :93
5.      Nafs, sebagai person sesuatu, surat Al-Furqan/25: 3
6.      Nafs, sebagai jiwa, surat Al-Syams/91:7
Al-Qur’an membagi tingkatan jiwa/nafs pada dua kelompok besar, yaitu martabat tinggi dan jiwa martabat rendah. Nafs martabat tinggi dimiliki oleh orang-orang yang bertakwa, yang takut kepada Allah dan berpegang teguh kepada petunjuk-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Sedangkan nafs martabat rendah dipunyai oleh orang-orang yang menentang perintah Allah dan mengabaikan ketentuan-ketentuan-Nya, serta orang-orang yang sesat dan cenderung berprilaku menyimpang dan melakukan kekejian serta kemunkaran.
Menurut Al-Qur’an jiwa yang tenang ditandai dengan hal beriku ini:
·         Memiliki keyakinan yang teguh terhadap kebenaran.
·         Memiliki rasa aman terbebas dari rasa takut dan sedih didunia dan terutama di akhirat.
·         Hatinya menjdai tentram karena selalu ingat kepada allah 

Al-Qur’an Tentang Wanita
            Wanita secara harfiah disebut kaum perempuan. Kaum yang sangat dihormati dalam konsepsi islam. Sebab, pada telapak kaki wanita/ibu terletak surga. Kaum wanita disebut pula dengan kaum hawa. Nama ini diambil dari nama ibunda manusia (siti hawa istri nabi adam As). Secara pisik (kodrati) wanita lebih lemah dari pria mereka memiliki perasaan yang lebih lembut dan halus. Wanita juga lebih banyak menggunakan pertimbangan emosi daan perasaan daripada akal pikiranya. Wanita adalah lambang kesejukan, kelembutan, daan cinta kasih. Itulah ciri-ciri umum karateristik wanita.
            Islam melalui utusaanya nabi muhammad SAW dataang membawa ajaran yang menempatkan wanita pada tempat terhormat setelah laki-laki. Menghormati dan memuliakan wanita, mengangkat harkat dan martabat wanita, dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh ahmad dan anas ra, nabi muhammad saw bersabda “Al-jannatu takhta aqdamil ummahati – Surga itu ditelapak kaki ibu. Hadits ini menggambarkan betapa mulianya tugas dan fungsi seorang ibu sebagai pemimpin rumah tangga, karena dialah yang bertanggung jawab dalam menentukan tinggi rendahnya martabat anggota keluargaya.

Ayat yang menjelaskan tentang asal usul wanita yang digambarkan allah secara umum;


Dan allah telah jadikan bagi kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri dan menjadikan   dari istri-istri kaliananak (laki-laki dqn perempuan)... ( Q.s. An-nahl 16:72)
Ayat diatas secara tegas menempatkan kesejahteraan antara lelaki dan wanita dalam bekerja dan mendapatkan hak-haknya wanita berhak mendapat ganjaran yang sama atas amal mereka, baik dalam kehidupan didunioa maupun di akhirat tidak ada diskriminasi dari allah terhadap hambanya. Pada dasarnya ajaran islam sangat mendorong kepada kaum wanita untuk berkarya secara maksimal sesuai dengan kemampuan dan kodratnya, karna itulah wanita memiliki kedudukan yang sama antara laki-laki daan perempuan mempunyai persamaan hak dalam pendidikan dan ilmu pengetahuan.


A. Kodrat Wanita
            Wanita memiliki kesamaan dalam berbagai hak dengan pria namun sebagai wanita ia memiliki kodrat dan berbagaai keterbatasan dibanding laki-laki. Secara teologis allah menciptakan wanita dari “unsur” pria. Allah berfirman;


Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita karena allah telahy melebihkan sebagian mereka (pria) atas sebagaian yang lain (wanita)” (QS. An-nisa 4:34).
Sesuai penjelasan ayat diatas wanita secara kodrati memiliki kelemahan-kelemahan tertentu sehingga ia harus rela dipimpin oleh kaum  pria terutama dalam konteks hubungan rumah tangga. Sebagaia seorang wanita belum sempurna statusnya sebagai seoarng istri bila belum memiliki anak, hamil dan melahirkan anak-anak adalah anjuran agama. Hamil dan melahirkan anak adalah kodrat wanita yang tidak mudah dijalani karna dibutuhkan perjuangan dan kesabaran dari wanita. Dengan demikian sesuai kodratnya wanita tidak cukup hanya hamil dan melahirkan wanita juga ikut bertanggung jawab untuk medidik anak-anaknya dengan baik agar ia cerdas dan berakhlak baik sehingga menjadi manusia yang berkualitas.
B. Potret Wanita Ideal
            Sosok wanita ideal adalah wanita yang memiliki kepribadian yang menarik dari penampakan luar dan dalam pribadinya. Kecntikan dari dalam yaitu memiliki sifat-sifat terpuji yang memancar melalui prilaku hidupnya sehari-hari, mewujud melalui wawasan yang luas, cerdas, dewasa dan terbukamenerima kebenaran sebagai akibat dari tingkat pendidikan dan pengetahuan yang memadai. Kecantikan dari luar yaitu memiliki bentuk pisik yang ideal.
            Kekayaan wanita yang terpuji adalah kekayaan yang disertai dengan taqwa. Harta bagi wanita shalehah hanya ditanganya bukan dihatinya  ia berfungsi membantu dirinya dengan melakuikan kebaikan dengan menolong orang lain dan dengan hartanya ia bisa menciptakan ketentraman dan kebahagiaan rumah tangga. Jadi, seorang wanita yang berharta agar ia menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi diri dan orang lain ia perlu memiliki iman dan taqwa. Tidak ada manfaatnya wanita berharta namun memiliki akhlak yang buruk.   

Nama                   : A.Hatimi
Nim            : 11521001
Kelas          :BPI-Kesejahteraan Sosial

Al-Qur’an Tentang Ghibah
Ghibah
Ghibah (menggunjing) merupakan suatu perbuatan tercela yang timbulnya dari lidah. Ghibah (mengunjing) yaitu membicarakan kejelekan orang dibelakang orangnya. Kejelekan orang yang di bicarakan itu baik tentang keadaan dirinya sendiri atau keluarganya, badannya, atau akhlaknya. Menggunjing itu dilarang, baik dengan kata-kata, isyarat, dan sebagainya.. Allah swt telah melarang keras ghibah sebagaimana dinyatakan dalam firmanya:



dan janganlah sebagian kamu mengunjingkan sebagian yang lain, sukakah salaah  seorang diantara kamu memakan daging saudaramu yang maati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada allah sesungguhnya allah maha penerima taubat lagi maha penyayang”.
Dalam ayat ini allah SWT telah mengumpamakan orang yang menggunjing seperti orang yang memakan daging saudara muslimnya yang sudah mati.
            Ketahuilah bahwa atas yang diartikan dengan kata ghibah atau menggunjing yaitu jikalau engkau menyebutkan perihal keadaan seseorang yang kiranya ia akan menjadi marah atau benci apabila mendengarnya sendiri atau apabila yang engkau katakan itu disampaikan oleh orang lain padanya. Sebuah ucapan yang dapat dianggap meliputi hal menggunjing ialah apa yang disabdakan oleh rasulullah SAW:

“Ghibah (menggunjing) ialah apabila engkau menyebutkan perihal saudaramu dengan sesuatu yang tidak disukai olehnya” (HR. Imam Muslim).
Dalam hadits diatas dinyatakan bahwa yang diharamklan adalah  menyebutkan apabila didengar cela saudara itu dengan lidah atau ucapan sebab dengan ucapan itu dapat dimengerti apa yang mnejadi kekurangan saudaranya itu apabila didengar orang lain dan jikalau yang dikatakan itu diberi tahu tentulah ia tidak senang mendengarnya.
Hal-hal yang menimbulkan Ghibah
1. Ingin Menghilangkan Kemarahan
            Diwaktu seseorang menghadapi sesuatu yang menyebabkan ia menjadi marah kepada orang lain makaa apabila kemarahanya telah meluap-luao biasaanya ia hendak menghilangkan dengan jalan menyebut-nyebut kekurangan serta keburukan orang yang didendam itu.
2. Kemegahan Diri
            Bahwa seseorang itu mempunyai keinginan agar dianggap lebih tinggi lebih megah dan mulai dari orang yang digunjing itu lalu orang tersebut dijelek-jelekan dimuka orang lain.
3. Kedengkian
            Kedengkian itu tentulah dihadapkan kepada seseorang yang banyak dipuji, dicinta dan dimuliakan. Kemudian orang yang dengki itu menginginkan sekali lenyapnya kenikmatan yang dimiliki oleh orang diataas itu tetapi tidak memperoleh jalan guna menjatuhkanya kecuali dengan memburuk-burukan orang tersebut.
4. Bercengkrama
            Bermain-main, bersenda gurau, serta menghabiskan waktu untuk ketawa yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Kemudian untuk memeriahkan cengkramanya itu disertai dengan menyebut cela orang lain.
5. Penghinaan
            Menganggap hina, rendah atau lemah kepada orang lain.

Cara Menyembuhkan Ghibah
            Untuk menyebuhkan penyakit akhlah yang buruk itu maka dalam penyembuhanya bida dengan cara pengolahan ilmu pengetahuan serta perbuatan. Secara pokoknya maka obatnya untuk menahan lidah dari kegemaran menggunjing ialah supaya seseorang itu menginsafi benar akan akibatnya yakni kemurahan allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:


Beruntunglah seseorang yang disibukan oleh celaanya sendiri dari pada melihat cela orang lain” (HR. Alp-Bazzar).
Tetapi obat yang paling mujarab sekali untuk ini ialah kekuatan keimanan dalam jiwa sebab barang siapa yang kokoh kuat keimananya dan keyakinanya pastilah mulutnya akan bungkam dari segala ucapan yang buruk tertutama sekali ialah menggunjing.

Hukumnya Menggunjing
Menggunjing dengan hati adalah mempunyai sangkaan yang buruk atau su’udh-dhan kepada orang lain. Hukumnya ini adalah haram sebagaimana halnya halnya mengucapkan yang buruk. Seperti haramnya mengatakan seseorang dengan lidah cela-celanya maka begitu pulalah haramnya jikalau sangkaan jelek kepadanya. Oleh sebab itu meneliti kejelekan orang lain itupun dilarang dan diharamkan dalam agama sebagaimana firman allah: “walla tajas-sasuu
(dan janganlah kamu semua mencari kejelekan orang lain). Ghibah, Su-udz-dn dan tajas sus itu adalah dilrang dan hukumnya haram sebab ada larangan dari firman allah.       
Allah SWT berfirman:


Hai orang-orang yang beriman jauhilah sebagian besar buruk sangka itu sebab setengahnya dari buruk sangka itu adalah dosa”. (QS. Hujurat: 12).

Dendanya Ghibah
Seseorang yang telah membicarakan orang lain seharusnya menyesal, kemudian bertaubat serta bersedih hati atas perbuatan yang pernah dilakukan. Dengan demikian ia dapat lepaslah haknya dari Allah SWT. Selanjutnya, hal-halnya agar di maafkan atas segala dosanya.
Adapun perbuatan yang membicarakan orang lain sewaktu ia tidak ada dan perkataannya itu menyinggung kehormatannya, maka hal ini dapat menghancurkan tali silahturahmi antar sesama umat muslim.





Nama              : A.HATIMI
Nim                 :11521001
Jurusan          :Bpi_Kesejahteraaan sosial

Al_Qur’an Tentang Hubungan Orang Tua Dan Anak
Islam telah memberikan tuntunan bagi umatnya di dalam menjalankan peran kehidupannya sebagai orang tua ataupun sebagai anak. Begitu sempurnanya ajaran Islam, sehingga seorang anak telah dijaga keselamatannya sebelum menjadi calon bayi dan ketika menjadi janin pun telah diperhatikan misalnya dengan sering mengajak berbicara atau membacakan Al Qur'an ketika anak masih terbungkus di dalam rahim ibunya. Dan di saat kelahirannya pun,disyariatkan dalam Islam untuk menyambut gembira atas berita kelahiran.
Islam telah mengajarkan bahwa orang tua secara biologis berhak memenuhi kebutuhan anaknya baik sandang maupun pangan. Karena, orang tualah yang telah berjasa menghadirkan kita ke dunia ini. Setiap orang tua mengharapkan anaknya menjadi anak yang shaleh dan shalehah  yang kelak akan membanggakan kedua orang tuanya.  Allah SWT berfirman :

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia” (Q.S.Al kahfi18:46)
Memiliki anak adalah dambaan setiap orang tua. Karena, menjadi harapan bagi kedua orang tuanya untuk melanjutkan garis keturunan. Anak dapat membahagiakan hati kedua orang tuanya dan terkadang juga justru menyiksa batin orang tuanya.
Firman Allah mengatakan :


“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah lah pahala yang besar”. (Q.S.Al-Anfal/8: 28)
Ayat ini memberikan peringatan bagi orang tua untuk waspada terhadap ujian dari harta dan anak. Terkait dengan anak sebagai ujian, Al-Maraghi (1994: 367) menjelaskan bahwa anak merupakan buah hati dan belahan jiwa bagi ibu bapak mereka. Karena kecintaan mereka terhadap anak sanggup membawa keduanya bersedia mengeluarkan segala yang dimiliki demi anak, baik harta, kesehatan, dan kesenangan. Karena anak, orang tua sering melakukan perbuatan dosa demi pendidikan, biaya hidup dan dalam mempersiapkan semua kebutuhannya.
Orang tua harus memandang anak adalah hikmah dan menjadi orang tua adalah anugerah. Ia mengatakan pula, orang tua wajib mendidik anak-anaknya untuk berbuat baik pada orang tuanya agar si anak tidak dilaknat oleh Allah SWT. Untuk ini, ada dua fondasi yang harus di bangun pada anak. Pertama, selalu bersyukur kepada Allah. Kedua, selalu menghargai pengorbanan kedua orang tuanya.
Tiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah-Islami). Ayah dan ibunya lah kelak yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (penyembah api dan berhala). (HR Bukhari).
Meskipun kewajiban anak terhadap ibunyalah yang paling sering diutarakan, namun bukan berarti ayah tidak memiliki tempat yang penting diantara anak anaknya. Karena meskipun sering sekali posisi ayah tidaklah sedekat ibu terhadap anak anaknya, namun karena ayahlah anak bisa terlahir dari rahim ibu. Sehingga kewajiban anak terhadap ibunya juga berlaku terhadap ayah.
Sebagai seorang anak yang terlahir dari seorang ibu, agama mengajarkan kita untuk berbuat baik kepada orang tua yang telah berjuang mempertaruhkan jiwa dan raga mereka demi kelahrian bayinya sebagai mana firman allah yang berbunyi:

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS Luqman 31 : 14)
Ada dua hal penting dalam ayat ini, pertama menunjuk perintah untuk berbakti kepada ibu dan bapaknya, khususnya ibu yang telah mengandung dalam kesulitan, kepayahan, kegelisahan. kedua perintah bersyukur kepada allah atas semua rahmat yang telah ia limpahkan, dan ibu bapak, karna keduanya merupakan penyebab bagi keberadaan kita. Dan keduanya telah merawat dengan baik dan mengalami berbagai macam kepayahan sehingga kita tegak dan kuat
Hubungan antara orang tua dan anak ibarat lingkaran yang takkan pernah putus, saling terhubung satu sama lain, meskipun terjadi perceraian antara ayah dan ibu, namun anak tak kan pernah kehilangan hak dan kewajiban terhadap ayah dan ibunya, begitu juga sebaliknya ayah dan ibu tetap memiliki kewajiban dan tidak kehilangan hak terhadap anak nya dunia dan akhirat.
Nama: A.Hatimi
Nim: 11521001
Jurusan: Bpi­_Kesejahteraaan Sosial

AL_Qur’an Tentang Ilmu pengetahuan
A. Pengertian
Al-Qur’an bukanlah kitab ilmu pengetahuan yang disusun berdasarkan penelitian atau perenungan manusia akan tetapi kitab yang memberikan petunjuk umat mansuia mengerjakan apa-apa yang dapat diketahui melalui penelitian dan perenungan dan juga semua yang tidak diketahui oleh manusia karena berada diluar jangkauan keduanya.
Dalam kamus maqayisy al-lugbah kata ilmu terambil dari kata alimah ya’malu ilman yang berarti mengetahui, pengetahui. Dikatakan oleh ibnu mas’ud “tidaklah dikatakan berilmu itu dengan banyak perkataan tetapi bertambahlah rasa ketakutan” sebagaimana dalam Al_Qur’an (Q.S Fathir/28).
B. Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan
            Pada dasarnya kemampuan manusia untuk mengetahui sesuatu atas iga istrumen yaitu indra, akal dan hati, sebagaimana firman allah yang berbunyi:
بصر الأو السمح لكم وجعل شئ ن تعلمو لا مهتكم ا بطون من جكمأخر والله  
           Artinya:                                                   ون تشكر لعلكم ة فىد الأو                                                                                                                                
“Dan allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan dia memberi kamu pendenagran penglihatan dan hati agar jamu bersyukur” (Q.S an_Nahl?78).
Ketiga potensi manusia yaitu inder, akal, hati dapat berfungsi secara optimal melalui latihan. Pelatihan terbaik adalah dengan membiasakan ketiganya pada batas jelajah masing-masing serta mengupayakan koordinasi ketiganya dibawah bimbingan imam sehingga membentuk suatu sistem yang kokoh dan menghasilkan pengetahuan.
C. Kedudukan Orang Yang Berilmu
            Dalam ayat berikut orang-orang yang berilmu memeperoleh kedudukan yang lebih tinggi bahkan setara dengan orang-orang yang beriman, Firman allah Swt:
  خبير ن تعملو بما والله درجت االعلمأوتو الذين منكمو منوا ءا ين الذ اللهفع ير
..Niscaya allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q.S Al_Mujadalah:11)
Allah menempatkan orang-orang yang berilmu sederajat dengan mereka yang beriman yaitu dengan melaksanakan apa yang diperintahkan allah dan rasulnya khususnya segala yang dibenci serta diangkat derajat mereka.
Nama             : A.Hatimi
Nim                :11521001
Jurusan         :Bpi_Kesejahteraan Sosial
AL - QUR’AN Tentang Dengki
Dengki adalah sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain dan berusaha menghilangkan kenikmatan itu dari orang tersebut baik dengan maksud agar kenikmatan berpindah ketangan sendiri ataupun tidak. Dengan definisi dengki yang demikian maka kita tahu bahwa dengki termasuk penyakit hati dan termasuk sifat yang tercela dalam pandangan agama. Allah berfirman:
                               فضله من الله مااتهم على الناسيحسدو ام 
Apakah mereka dengki kepada manusia lantaran karena yang telah allah berikan kepada manusia itu ( Q.S An-Nisa: 54)
Manusia kalau telah terhinggap penyakit dengki seperti ini timbul dalam hatinya niat jahat untuk menghilangkan kenikmatan yang telah diperoleh orang lain tersebut dan dengan berbagai tipu daya ia membuat makar dan kerusakan demi menghilanhgkan karunia yang diperoleh manusia itu. Dalam hal ini allah berfirman:
                                                                       (٥ : الفلق)       اداحسد سد شرحا ومن
Dan dari kejahatan orang-orang dengki apabila ia dengki (Q.S Al-Falak: 5)
Orang yang sedang dimusuhi orang yang berhati dengki perlu hati-hati dan waspada karena biasanaya dengan diam-diam akan menghancurkan dan membuat fitnah dengan berbagai macam tipu daya dan si pendengki ini sebernarnya merasa tersiksa batin seakan ia tidak kebagian nikmat sama sekali sehingga dalam batinya terasa perang melawan musuh yang tidak kelihatan dan orang yang bertipe ini jiwanya selalu merasa kurang terhadap apa saja yang ia miliki.


Hakekat Dengki 
Rasa dengki dan iri baru tumbuh manakala orang lain menerima nikmat. Biasanya jika seseorang mendapatkan nikmat, maka akan ada dua sikap pada manusia. Pertama, ia benci terhadap nikmat yang diterima kawannya dan senang bila nikmat itu hilang daripadanya. Sikap inilah yang disebut hasud, dengki dan iri hati. Kedua, ia tidak menginginkan nikmat itu hilang dari kawannya, tapi ia berusaha keras bagaimana mendapatkan nikmat semacam itu. Sikap kedua ini dinamakan ghibthah (keinginan). Yang pertama itulah yang dilarang sedang yang kedua diperbolehkan. 
Sebab-sebab Dengki 
Rasa dengki pada dasarnya tidak timbul kecuali karena kecintaan kepada dunia. Dan dengki biasanya banyak terjadi di antara orang-orang terdekat, antar keluarga, antarteman sejawat, antar tetangga dan orang-orang yang berdekatan lainnya. Sebab rasa dengki itu timbul karena saling berebut pada satu tujuan. Dan itu tak akan terjadi pada orang-orang yang saling berjauhan, karena pada keduanya tidak ada ikatan sama sekali. 
Adapun orang yang mencintai akhirat, yang mencintai untuk mengetahui Allah, malaikat-malaikat, nabi-nabi dan kerajaanNya di langit maupun di bumi maka mereka tidak akan dengki kepada orang yang mengetahui hal yang sama. Bahkan sebaliknya, mereka malah mencintai bahkan bergembira terhadap orang-orang yang mengetahuiNya. Karena maksud mereka adalah mengetahui Allah dan mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisiNya. Dan karena itu, tidak ada kedengkian di antara mereka.  Kecintaan kepada dunia yang mengakibatkan dengki antar sesama disebabkan oleh banyak hal. Di antaranya:
1.      Permusuhan. Ini adalah penyebab kedengkian yang paling parah. Ia tidak suka orang lain menerima nikmat, karena dia adalah musuhnya.
2.      Ta'azzuz (merasa paling mulia). Ia keberatan bila ada orang lain melebihi dirinya. Ia takut apabila koleganya mendapatkan kekuasaan, pengetahuan atau harta yang bisa mengungguli dirinya. 
3.      Takabbur atau sombong. Ia memandang remeh orang lain dan karena itu ia ingin agar dipatuhi dan diikuti perintahnya.
4.      Merasa ta'ajub dan heran terhadap kehebatan dirinya. Hal ini sebagaimana yang biasa terjadi pada umat-umat terdahulu saat menerima dakwah dari rasul Allah. Mereka heran manusia yang sama dengan dirinya, bahkan yang lebih rendah kedudukan sosialnya, lalu menyandang pangkat kerasulan, karena itu mereka mendengki-nya dan berusaha menghilangkan pangkat kenabian tersebut.
5.      Takut mendapat saingan. Bila seseorang menginginkan atau mencintai sesuatu maka ia khawatir kalau mendapat saingan dari orang lain, sehingga tidak terkabullah apa yang ia inginkan.
6.      ambisi memimpin (hubbur riyasah). Ia tidak menoleh kepada kelemahan dirinya, seakan-akan dirinya tak ada tolok bandingnya.
7.      Kikir  dalam hal kebaikan terhadap sesama hamba Allah. Ia gembira jika disampaikan khabar pada-nya bahwa si fulan tidak berhasil dalam usahanya. Sebaliknya ia merasa sedih jika diberitakan, si fulan berhasil mencapai kesuksesan yang dicarinya.
Terapi Mengobati Dengki 
Hasad atau dengki adalah penyakit hati yang paling berbahaya. Dan hati tidak bisa diobati kecuali dengan ilmu dan amal. Ilmu tentang dengki yaitu hendaknya kita ketahui bahwa hasad itu sangat membaha-yakan kita, baik dalam hal agama maupun dunia. Dan bahwa kedengkian itu setitikpun tidak membahayakan orang yang didengki, baik dalam hal agama atau dunia, bahkan ia malah memetik manfaat darinya. Dan nikmat itu tidak akan hilang dari orang yang kita dengki hanya karena kedengkian kita.
Adapun amal yang bermanfaat yaitu hendaknya kita melakukan apa yang merupakan lawan dari kedengkian. Misalnya, jika dalam jiwa kita ada iri hati kepada seseorang, hendaknya kita berusaha untuk memuji perbuatan baiknya, jika jiwa ingin sombong, hendaknya kita melawannya dengan rendah hati, jika dalam hati kita terbetik keinginan menahan nikmat pada orang lain maka hendaknya kita berdo'a agar nikmat itu ditambahkan.





Makalah Tafsir Hatimi


Bab I
Pendahuluan

Latarbelakang Masalah
           Ada tingkat kesulitan tertentu untuk menghindari bias ketika berbicara dalam istilah “baik” atau “buruk”. Itulah sebabnya, aspek kehidupan manusia yang penting, yaitu moralitas, Namun, pada saat ini psikolog telah meneliti berbagai proses mendasar dari perkembangan moral, bagaimana orang menilai baik atau buruk.
Setiap individu memiliki moral melalui sosialisasi sejak seseorang individu dilahirkan. Moral menunjukan pada pengaturan sikap-sikap seseorang untuk berbuat dan merasakan khususnya apabila dia berhubungan dengan lain atau menanggapi satu keadaan. Moral mencakup kebiasaan, sikaf, sifat yang dimiliki seseorang yang berkembang apabila seseorang berhubungan dengan orang lain. Manusia tidak terlepas dari suatu moralalitas/moral atau kebiasaan baik itu berupa kebiasaan baik maupun buruk. Nilai-nilai spiritual yang dimaksudkan dalam islam adalah ajaran agama yang berwujud perintah, larangan dan anjuran, yang kesemuanya berfungsi untuk membina kepribadian manusia dalam kaitannya sebagai hamba Allah serta angggota masyarakat.

Rumusan masalah
1.      Bagaimana penjelasan tafsir ayat Al-qur’an surat An nahl 90 dan Al-baqarah 177  tentang Moral ?
2.      Jelaskan pembahasan mengenai moral secara jelas?









Bab II
Pembahasan

A. Moral/Moralitas

Arti Moral (Mos) bahasa berasal dari bahasa Latin yang jamak dari kata “Mores” berarti adat kebiasaan.[1] Di dalam kamus besar bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik dan buruknya suatu perbuatan, sikap, kewajiban dan kelakuan.[2] Moral juga memilki kesetaraan atau kesamaan dengan akhlak, budi perketi dan susila. Jika dalam kehidupan sehari-hari dikatakan bahwa orang tersebut bermoral, maka yang dimaksud adalah bahwa orang tersebut tingkah lakunya baik. Tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat. Salah satu ukuran moralitas adalah sejauh mana individu mampu untuk menahan godaan untuk melanggar norma moral, walaupun tidak ada kemungkinan untuk diketahui atau dihukum.
Secara umum moralitas dapat dikatakan sebagai kapasitas untuk membedakan yang benar dan yang salah dan malu ketika melanggar standar tersebut. Islam mengajarkan pentingnya rasa malu untuk melakukan perbuatan yang tidak baik sebagai sesuatu yang penting. Islam mengajarkan bahwa Allah mengilhamkan ke dalam jiwa manusia dua jalan yaitu jalan kefasikan dan ketakwaan. Manusia memiliki akal untuk memilih jalan mana yang ia akan tempuh. Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang amat ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Makna moral terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Dalam pengertian inilah maka kita memasuki wilayah norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku manusia.





B. Tafsir An-Nahl 90 dan Tafsir Al-Baqarah 177.
Surat An-Nahl ayat 90
اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَاِيْتَآئِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تذَكَّرُوْنَ  (النحل : .٩)

"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran."[3]             
Allah memerintahkan para hamba-Nya untuk berlaku adil dalam setiap perkataan dan perbuatan. Allah menyuruh mereka untuk selalu berusaha menuju yang lebih baik dalam setiap usaha dan mengutamakan yang terbaik dari lainnya.                                                                                                                                                   
بِالْعَدْلِ  maksudnya, tauhid atau inshaf.[4] Ibnu Abbas menafsirkannya dengan tauhid, yaitu mengucap dua kalimah syahadah (  ( اشهد أن لآإله إلا الله وأن محمدا رسول الل[5] Inshaf (sederhana) dalam seluruh aspek: Inshaf dalam bidang tauhid adalah beri’tikad bahwa Allah bersifat dengan sifat kesempurnaan, bersih dari segala kekurangan. Dalam bidang i‘tikad ialah menisbahkan segala perbuatan kepada Allah dan menisbahkan usaha kepada manusia, Padahal inshaf itu ialah menisbahkan seluruh perbuatan milik Allah, baik atau jahatnya, zahir dan bathinnya.
               وَاْلاِحْسَانِ  maksudnya, menunaikan segala yang fardhu (wajib) secara sempurna atau bahwa engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, sebagaimana tersebut dalam hadits:[6] Artinya, engkau beribadah kepada Allah karena memperhatikan kebesaran-Nya seolah-olah engkau melihat-Nya dengan mata kepalamu. Berbuat baik (وَاْلاِحْسَانِ), yakni kepada Allah dan kepada para hamba-Nya.
                   وَاِيْتَآئِ ذِى الْقُرْبَى  maksudnya, memberikan sedekah kepada kaum kerabat. Ini lebih diutamakan daripada bersedekah kepada orang lain karena sedekah kepada kaum kerabat merupakan sarana untuk mempererat hubungan persaudaraan. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya taat yang paling cepat memperoleh balasan (fahala) ialah mempererat hubungan persaudaraan (silaturrahmi)” (Al-Hadits)[7]. Makanya, kaum kerabat disebutkan secara khusus dalam ayat ini karena penting penyebutannya[8],
                    وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ (dan Allah melarang dari perbuatan keji) maksudnya, zina[9].
                     وَاْلمُنْكَرِ maksudnya, kufur dan maksiat-maksiat lainnya[10], termasuk zina yang telah disebutkan secara khusus di atas. Maksudnya, segala macam bentuk maksiat dilarang oleh Allah SWT.
                     وَالْبَغْيِ  maksudnya, melakukan penganiayaan terhadap manusia. Disebutkan secara khusus sebagaimana penyebutan pada pelarangan zina (الْفَحْشَآءِ) karena penting[11]. Karena  tindakan penganiayaan terhadap manusia merupakan maksiat yang paling besar setelah kufur. Oleh karena itu, sebahagian ulama berkata: “Siksaan (azab) yang paling cepat diterima seseorang akibat berbuat maksiat ialah siksaan (azab) akibat melakukan tindakan penganiayaan terhadap manusia”. Dalam satu riwayat Rasulullah SAW bersabda: “Seandainya salah satu dari dua gunung melakukan penganiayaan terhadap lainnya, maka sungguh Allah akan menghancurkan gunung tersebut akibat penganiayaan yang dilakukan kepada gunung lainnya” (Al-Hadits). Dalam riwayat yang lain beliau bersabda: “Orang yang melakukan penganiayaan dan para pembantunya adalah anjing-anjing neraka” (Al-Hadits)[12]    

يَعِظُكُم   Maksudnya dapat memberi pengajaran kepada manusia dengan perintah dan larangan[13].
                 لَعَلَّكُمْ تذَكَّرُوْنَ  Maksudnya, mudah-mudahan bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Dalam kitab Mustadrak dari Ibnu Mas’ud, beliau berkata: “Ayat ini merupakan ayat yang paling lengkap dalam Al-Qur`an yang menjelaskan tentang kebaikan dan kejahatan”[14].

Surah Al Baqarah 177


 “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah kebaktian orang yang beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”[15]  
            Keimanan seseorang kepada allah menyebabkan dia merendahkan dihadapanya sedangkan keimanan kepada malaikat mengacu kepada eksistensi keimanan terhadap prose alam ghaib yang mencakup kepadaa keimanan kepada allah dan wahyu dan lain-lain. Iman kepad nabi merupakan iman kepada jalan yang lurun dan petunjuk yang benar yang ada di sepanjang sejarah. Bila kita perhatikan urutan ayat-ayat sebelumnya, yaitu ayat-ayat 174, 175 dan 176, maka yang paling sesuai ialah bahwa ayat ini diturunkan mula-mula terhadap Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) karena pembicaraan masih berkisar di sekitar mencerca dan membantah perbuatan dan tingkah laku mereka yang tidak baik dan tidak wajar. Ayat ini bukan saja ditujukan kepada umat Yahudi dan Nasrani, tetapi mencakup juga semua umat yang menganut agama-agama yang diturunkan dari langit termasuk umat Islam.
Fakta menunjukan bahwa manusia selalu memiliki tujuan dan tidak benar-benar bebas di dunia ini. Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah kebaktian orang yang beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi..
Pada ayat 177 ini Allah menjelaskan kepada semua umat manusia, bahwa kebaktian itu bukanlah sekedar menghadapkan muka kepada suatu arah yang tertentu, baik ke arah timur maupun ke arah barat, tetapi kebaktian yang sebenarnya ialah beriman kepada Allah dengan sesungguhnya, iman yang bersemayam di lubuk hati yang dapat menenteramkan jiwa, yang dapat menunjukkan kebenaran dan mencegah diri dari segala macam dorongan hawa nafsu dan kejahatan. Beriman kepada hari akhirat sebagai tujuan terakhir dari kehidupan dunia yang serba kurang ini. Beriman kepada malaikat yang di antara tugasnya menjadi perantara dan pembawa wahyu dari Allah kepada para nabi dan rasul. Beriman kepada semua kitab-kitab yang diturunkan Allah, baik Taurat, Injil maupun Alquran dan lain-lainnya, Beriman kepada semua nabi tanpa membedakan antara seorang nabi dengan nabi yang lain.
1. Ayat ini adalah salah satu dari ayat-ayatAl-Qur;an yang paling konsisten. Hal ini disebutkan dalam tafsir Al-Mizan bahwa rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits bahwa “setiap orang yang beramal sesuai dengan ayat ini maka ia memiliki iman yangh sempurna”.[16]
2. kita mesti memperhatikan kandungan dan intisari agama ini dan tidak hanya membaca moto-moto belaka
3. banyak sekali orang yang mengklaim sebagai orang yang beriman tetapi sesungguhnya orang-orang yang beriman yang sejati adalah yang mengikuti seluruh ayat ini dengan mendetail.
4. beriman kepada allah, hari berbangkit dan kitabullah disebutkan sebelum melakukan  amal-amal saleh.
5. dalam ayat ini amal karena allah, beriman kepada allah, berupa amal untuk membantu orang-orang miskin dan fakir, serta juga bantuan sosial atas kecelakaan dan bencana dinyatakan secara bersama-sama dan berturut-turut dalam ayai ini.
6. untuk menjadi orang yang bertakwa perlu meberikan derma wajib dan sunah. Ada beberapa orang yang kadang membantu orang-orang miskin sedangkan mereka tidak membayar bayaran wajib. Ada juga beberapa orang beriman lainya yang membayar bayaran wajib mereka namun sering acuh tak acuh pada fakir miskin dalam ayat ini orang-orang beriman yang sejati dipernekanalkan sebagai orang-orang yang membayar dua kewajiban dan memberikan harta yang dicintainya.
Beberapa riwayat mengatakan bahwa dalam harta orang kaya selain zakat ada bagian orang yang fakir miskin.[17] Termasuk dari orang yang tidak beriman kepada allah dan hari kiamat adalah orang yang tidur dalam keadaan kenyang disaat ada seseorang diantara tetangganya menderita kelaparan.[18]
7. bagaimanapu kesabaran merupakan sumber semua kebaikan karena itu Al-Quran memperkenalkan kesabaran sebagai salah satu faktor untuk memasuki surga.
8. kesalehan sama dengan aplikasi madu. Siapapun yang sangat baik dan saleh disebut orang yang bertakwaI  yaitu orang yang benar-benar berbuat bajik.    

emberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemunkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat menpelajaran.













Bab III
Penutup
Kesimpulan

Bahwa moral manusia adalah kebiasaan entah itu yang baik atau buruk, sikaf yang bagus atau jelek Maupun sifat.  Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang amat ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Makna moral terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Untuk mengukur moralitas seseorang adalah sejauh mana individu mampu untuk menahan godaan untuk melanggar norma moral karna jika seseorang itu bisa menahan godaan untuk melanggar sesuatu maka dia adalah orang yang bermoral. Islam juga mengajarkan bahwa allah mengilhamkan jalan kefasikan dan ketakwaan. Jadi sangat penting bagi kita bermoral yang baik.


Didalam Al-Qur’an pun di jelaskan mengenai moral yaitu allah menyuruh kita untuk berlaku adil baik itu dalam perkataan maupun perbuatan karna perbuatan dan perkatan yang baik akan mencerminkan kepribadian/moral kita. Dan berbuat kebaikan dengan menunaikan fardu-fardu dengan sempurna yaitu beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada para hamba-Nya ialah dengan memaafkan segala kesalahan yang mereka lakukan. memberikan bantuan/sedekah kepada kaum kerabat. Ini lebih diutamakan daripada bersedekah kepada orang lain karena sedekah kepada kaum kerabat merupakan sarana untuk mempererat hubungan persaudaraan. Tetapi akan lebih baik lagi jika diberikan kepada kerabat dan orang-orang yang membutuhkan. dan Allah melarang dari perbuatan keji yakni zina dan kemungkaran yaitu berupa perbuatan kekafiran dan kemaksiatan dan permusuhan) menganiaya orang lain. Karena  tindakan penganiayaan terhadap manusia merupakan maksiat yang paling besar setelah kufur. “Siksaan (azab) yang paling cepat diterima seseorang akibat berbuat maksiat ialah siksaan (azab) akibat melakukan tindakan penganiayaan terhadap manusia. Mudah-mudahan kita mendapat pelajaran dari itu semua.


Daftar Pustaka







[1] Mahjudin, Akhlak Tasawuf,  Jakarta, hlm 8
[2] Kamus Bahasa indonesia
[3] An nahl 90
[4] Ibnu Abbas
[5] Ash-Shawi, Hasyiah…, hal. 401
[6] Al -Mahalli dan As-Suyuthi, Tafsir, hal. 401
[7] Ibid, hal. 402
[8] Ibid
[9] Ibid
[10] Ibid
[11] Al -Mahalli dan As-Suyuthi, Tafsir
[12] Ash-Shawi, Hasyiah
[13] Al -Mahalli dan As-Suyuthi, Tafsir
[14] Ibid
[15] Al-Baqarah 177
[16] Tafsir Al-Mizan, jilid 1 hal,415 (edisi bahasa persia)
[17] Tafsir Al-Qurtubi, jilid 2, hal.242.
[18] Ushulul kafi, jilid 2, hal. 660.