Jumat, 17 Mei 2013

Psikologi Dakwah


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dakwah merupakan kewajiban setiap muslim. Sebagai dai tentu saja kita ingin mencapai kesuksesan dalam mencapai tugas dakwah. Salah satu bentuk keberhasilan dalam dakwah adalah berubahnya sikap kejiwaan seseorang. Dari tidak cinta Islam menjadi cinta, dari tidak mau beramal saleh menjadi giat melakukannya, dari cinta kemaksiatan menjadi benci dan tertanam dalam jiwanya rasa senang terhadap kebenaran ajaran Islam, begitulah seterusnya.
Karena dakwah bermaksud mengubah sikap kejiwaan seorang mad’u, maka pengetahuan tentang psikologi dakwah, sistematikanya dan kedudukan psikologi dakwah menjadi sesuatu yang sangat penting. Dengan pengetahuan tentang psikologi dakwah ini, diharapkan kita atau para juru dakwah dapat melaksanakan tugas dakwah dengan pendekatan kejiwaan. Rasul Saw. Dalam dakwahnya memang sangat memperhatikan tingkat kesiapan jiwa orang yang didakwahinya dalam menerima pesan-pesan dakwah.

B. Rumusan Masalah
1.     Apa Pengertian Psikologi Dakwah?
2.     Jelaskan Ruang Lingkup psikologi dakwah?
3.     Jelaskan kedudukan dan Hubungan psikologi dakwah dengan ilmu lainya?











BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Psikologi Dakwah
Pengertin Psikologi
Psikologi menurut bahasa berasal dari kata Yunani yang terdiri dari dua kata. Psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Jadi psikologi secara bahasa dapat berarti ‘ilmu jiwa’. Perkembangan definisi-definisi psikologi masih berlanjut hingga saat ini, di antaranya menurut behaviorisme, psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari atau menyelidiki tentang tingkah laku manusia atau binatang yang tampak secara lahir. [1]
Menurut Para ahli Psikologi adalah sebagai berikut: Menurut George A. Miller  seorang sarjanaa psikologi Amerika Serikat mendifinisikan psikologi sebagai ilmu pengetahuan tentang mental manusia.[2] Psikologi dengan demikian mempunyai objek n yang berupa mental atau  jiwa manusia secara luas. Menurut Floyd L. Ruch seorang sarjana Amerika Serikat menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang bmembahsa tentang proses penyesuaian diri manusia yang berupa tingkah laku yang berusaha memenuhi kebutuhan baik biologis maupun kebutuhan hidup sosialnya.[3] Yang dijadikan objek penelitiannya adalah tingkah laku yang berhubungan dengan proses penyesuaian diri.
Pengertian Dakwah
Dakwah secara bahasa mempunyai makna bermacam-macam;
1.      النداء : memanggil dan menyeru,
2.      Menegaskan atau membela, baik terhadap yang benar atau yang salah, yang positif atau negatif.
3.      Suatu usaha berupa perkataan ataupun perbuuatan untuk menarik seseorang kepada suatu ailiran atau agama tertentu.
4.      Do’a (permohonan),
5.      Meminta dan  mengajak seperti ungkapan, da’a bi as-syai’ yang artinya meminta dihidangkan atau didatangkan makanan atau minuman.
Secara terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam menentukan dan mendefinisikan dakwah. Sebagian ulama seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Abu al-Futut dalam kitabnyaal-Madkhal ila ilm ad-Da’wat mengatakan, bahwa dakwah adalah menyampaikan (at-tabligh) dan menerangkan (al-bayan) apa yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.  Sebagian lagi menganggap dakwah sebagai ilmu dan pembelajaran (ta’lim). Dari sekian definisi dakwah yang telah dipaparkan, melihat para ulama sepakat bahwa dakwah adalah suatu kegiatan untuk menyampaikan dan mengajarkan serta memperaktekan ajaran islam di dalam kehidupan sehari-hari.
Pengertian Psikologi dakwah
Berdasarkan definisi-definisi dakwah yang telah disebutkan diatas, sesungguhnya esensi dakwah terletak pada usaha pencegahan (preventif) dari penyakit-penyakit masyarakat yang bersifat psikis dengan cara mengajak, memotivasi, merangsang serta membimbing individu atau kelompok agar sehat dan sejahtera jiwa dan raganya, sehingga mereka dapat menerima ajaran agama dengan penuh kesadaran dan dapat menjalankan ajaran agama sesuai dengan tuntutan syariat islam.
Psikologi dakwah dapat juga diberi batasan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku yang merupakan cerminan hidup kejiwaannya untuk diajak kepada pengalaman ajakan-ajakan  islam demi kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akhirat.
B. RuangLingkup Psikologi Dakwah
Dengan memperhatikan sasaran/obyek dakwah atau penerangan agama yang berupa manusia baik secara individu maupun sosial dengan pembagian latarbelakang sosio-kulturnya maka psikologi dakwah sekurang-kurangnya mempunyai tugas pembahasan dalam hal-hal sebagai berikut:
1.      Pengertian psikologi dakwah dan rangkaianya dengan psikologi lainya
2.      Bantuan psikologi individu dan sosial/kelompok bagi perkembangan psikologi dakwah dengan latar belakang sejarah perkembangan psikologi
3.      Faktoe motivasi terhadap tingkah laku manusia dalam proses dakwah
4.      Proses dakwah dalam pengertian dan klaitanya dengan proses belajar manusia
5.      Faktor leadhership dalam proses kegiatan dakwah
6.      Faktor pengaruh lingkungan terhadap perkembangan hidup berama manusia
7.      Metode dakwah yang efektif merupakan permasalah dalam dakwah
8.      Dan lain-lain yang menyangkut faktor perkembangan hidup beragaman pada manusia
Memperhatikan ruanglingkup pembahasan tersebut maka psikologi dakwah mempunyai tugas untuk memberikan kepada kita suatu pengertian tentang pentingnya memahami tingkah laku manusia, bagaimana mengamalkanya serta mengontrolnya. Proses pelaksanaan kegiatan dakwah dalam masyarakat atau landasan psikologi dakan akan dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan oleh manusia sebagai individu dan sebagai makhlik sosial. Dengan demikian makan statement nabi besar Muhammad SAW dibawah ini dapat berkembang dalam masyarakat umat manusia.


    
Artinya: Tiada kemenangan tanpa adanya kekuatan dan tiada kekuatan tanpa adanya persatuan dan tiada persatuan bila tidak ada keutamaan dan tidak ada keutamaan bila tiada ajaran Al-Qur’an atau Al-Hadits atau agama dan tiada agama bila tidak ada tabligh atau dakwah.
C. Kedudukan Psikologi Dakwah Dan Hubunganya dengan ilmu lain

Psikologi dakwah dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang bertugas mempelajari/membahas tentang segala gejala hidup kejiwaan manusia yang terlibat dalam proses kegiatan dakwah. Posisi atau kedudukan psikologi dakwah dalam sistematika studi psikologi cukup memiliki peranan penting karena sebagai sebuah disiplin ilmu psikologi di tuntut untuk menjawab persoalan-persoalan kontemporer, sebagaimana yang dibutuhkan oleh para pegiat studi psikologi baik dari kalangan akademisi maupun praktisi. Mulai dari pemaparan sistematika studi psikologi yang diklasifikasikan menjadi dua bagian secara teori maupun praktisnya, kemudian dalam bagian psikologi praktis tersebut terdapat studi psikologi agama islam dan diakhir psikologi dakwah merupakan bagian dari psikologi agama islam.
Oleh karena itu psikologi dakwah merupakan psikologi praktis atau psikologi terapan, maka ruang lingkup pembahasannya pun berada dalam proses kegiatan dakwah dimana sasarannya adalah manusia sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial. Didalamnya melibatkan sikap dan kepribadian para juru dakwah dalam menggarap sasaran dakwah yang berupa manusia yang punya sikap dan kepribadian pula. Di sinilah akan terlihat adanya hubungan atau antar hubungan dan saling pengaruh mempengaruhi antara juru dakwah dengan sasaran dakwah, sehingga terwujudlah suatu rangkaian proses yaitu input yang berupa motivasi dakwah yang dibawa oleh juru dakwah dengan sikap dan kepribadiannya ke arah sasaran dakwah yang berupa manusia sebagai individu dan anggota masyarakat dari mana tiga kekuatan rohaniah digerakkan (kognisi, konasi, dan emosi) melalui proses belajar sehingga timbul pengertiaan, kasadaran, penghayatan dan pengalaman terhadap ajaran agama, yang merupakan thruput, sedang tingkah laku yang berubah berupa pengamalan ajaran agama adalah output. Antara output dengan input terjadi interaksi yang disebut feedback sebagai pengkoreksi lebih lanjut terhadap bahan input yang dimasukkan kedalam proses-proses permainan manusia. Bilamana output tidak sesuai dengan input maka tidak perlu dilakukan perbaikan-perbaikan lebih lanjut. Bilamana output sudah tepat atau sudah benar sesuai dengan input maka tidak perlu dilakukan perbaikan-perbaikan bahkan perlu dikembangkan terus. Demikian proses itu berlangsung terus dalam dakwah secara siklus.[4]
Hubungan Psikologi Dakwah dengan Ilmu Lain
Ø  Hubungan Ilmu Dakwah dengan Psikologi: Islam adalah agama dakwah, agama yang menyebarluaskan kebenaran dan mengajak orang-orang yang belum mempercayainya untuk percaya,  menumbuhkan pengertian dan kesadaran umat islam agar mampu menjalankan hidup sesuai yang diperintahkan. Dalam melaksanakan proses dakwah akan menghadapi berbagai keragaman dalm berbagai hal, seperti pikiran-pikiran, pengalaman, kepribadian, dan lanl-lain. Keragaman tersebut akan memberikan corak dalam menerima pesan dakwah, karena itulah untuk mengefektifkan sorang dai ketika menyampaikan pesan dakwah kepada mad’u diperlukan memahami psikologi yang mempelajari tentang kejiwaan.
Ø  Hubungan psikologi dakwah dengan ilmu komunikasi: Kegiatan dakwah adalah kegiatan komunikasi, dimana Da’i mengkomunikasikan pesan kepada Mad’u, perseorangan atau kelompok.
Ø  Hubungan psikologi dakwah dengan ilmu agama: Psikologi Agama (ilmu jiwa agama) meneliti sejauh mana pengaruh keyakinan agama terhadap sikap dan tingkahlaku seseorang (berfikir, bersikap, dan bereaksi).
Ø  Hubungan psikologi dakwah dengan patologi sosial: Psikologi dakwah adalah upaya mengajak kepada ajaran agama menuju kepada kesejahteraan jiwa dan raga Mad’u dan Da’i.
Ø  Hubungan psikologi dakwah dengan sosial: Soiologi menaruh perhatian pada interaksi sosial. Interaksi sosial akan terjadi apabila terjadinya komunikasi. Demikian juga kegiatan dakwah yang merupakan komunikasi antara Da’i dan Mad’u.
Ø  Hubungan psikologi dakwah dengan psikologi individual: Manusia adalah makhluk individual, makhluk yang tidak bisa di bagi-bagi, terdiri dari jasmanimdan rohani yang merupakan kesatuan yang utuh. Psikologi individual adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia dari segi individualitas (pribadinya).
Ø  Hubungan psikologi dakwah dengan psikologi sosial: Selain manusia sebagai makhluk individual, secara hakiki manusia juga merupakan makhluk sosisal. Psikologi sosial merupakan landasan yang memberikan dan mengarahkan psikologi dakwah kepada pembinaan sosialisasi manusia sebagai objek dakwahkarena dalam psikologi sosial dipelajari tentang peyesuaian diri manusia yang diitimbulkan oleh rangsangan-rangsangan sosial, perubahan tingkah lku sesuai rangsangan-rangsangan sosial.











BAB III
PENUTUP
Dari pemaparan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempeljari tentang gejala-gejala jiwa, dakwah adalah suatu kegiatan untuk menyampaikan dan mengajarkan serta memperaktekan ajaran islam di dalam kehidupan sehari-hari. Jadi psikologi dakwah usaha pencegahan (preventif) dari penyakit-penyakit masyarakat yang bersifat psikis dengan cara mengajak, memotivasi, merangsang serta membimbing individu atau kelompok agar sehat dan sejahtera jiwa dan raganya, sehingga mereka dapat menerima ajaran agama dengan penuh kesadaran dan dapat menjalankan ajaran agama sesuai dengan tuntutan syariat islam.
Ruang lingkup psikologi dakwah ini meliputi proses kegiatan dakwah dimana sasarannya adalah manusia sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial. Kedudukanya pun begitu penting dalam sistematika studi psikologi cukup memiliki peranan penting karena sebagai sebuah disiplin ilmu psikologi di tuntut untuk menjawab persoalan-persoalan kontemporer, sebagaimana yang dibutuhkan oleh para pegiat studi psikologi baik dari kalangan akademisi maupun praktisi.
Psikologi dakwah ini berhubungan dengan ilmu-ilmu lainya seperti Hubungan Ilmu Dakwah dengan Psikologi, Hubungan psikologi dakwah dengan ilmu komunikasi, Hubungan psikologi dakwah dengan ilmu agama, Hubungan psikologi dakwah dengan patologi sosial, Hubungan psikologi dakwah dengan sosial, Hubungan psikologi dakwah dengan psikologi individual, Hubungan psikologi dakwah dengan psikologi sosial












Daftar Pustaka
H.M. Arifin, , Psikologi Dakwah, Jakarta: Bumi Aksara, 1991


[1] Ernest R. Hilgard, Intruduction to Psycholgy, (USA: Brace and World Inc, 1962), hlm. 2.
[2] Psychology the science of mental Life, George A. Miller, hal. 1
[3] Psychology and Life, Floyd L. Ruch, hal. 13
[4] H.M. Arifin, , Psikologi Dakwah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm 17-18

Metodologi studi islam



Makalah Metodologi Studi Islam

Pengertian dan Metode Pendekatan Studi Islam






Disusun oleh :
A.   Hatimi 11521001
Ade Yulia 1152 1002





Dosen Pembimbing :
H. Opi Palopi





JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
RADEN FATAH PALEMBANG
2013

Bab 1
Pendahuluan

A.   Latarbelakang Masalah
Dalam sejarah studi islam ditemukan beberapa tipologi. Diantaranya dilihat dari orang yang melakukan studi muncul dua tipologi yakni insider dan outsider. Bila ditinjau dari sisi pendekatan muncul pula dua tipologi besar yaitu pendekatan normatif (murni studi islam) dan pendekatan dengan menggunakan teori-teori non islamic studies.
Sejumlah karya telah lahir dari sejumlah pengkajian dari tipologi insider dan outsider. Demikian juga sejumlah ilmuwan telah membuktikan betapa bear peran teori-teori ilmu non-islamic studies dalam kajian studi islam. Baik ilmu humaniora maupun eksakta. Tidak berlebihan pula untuk menyatakan bahwa sejumlah ilmwan telah berussaha memadukan teori-teori non-islamic studies dengan teori-teori islamic studies atau menggunakan teori-teori non islamic studies sebagai alat analisis dalam islamic studies. Satu diantara ilmu non-islamic studies yang besar peranannya dalam studi islam adalah hermeneutika.    

B.  Rumusan Masalah
1.      Pengertian Metodolosi Studi Islam?
2.      Jelaskan Bagaiama Metode Pendekatan Studi?










Bab 2
Pembahaasan

A.      Pengertian Metodologi Studi Islam
Metodologi berasal dari bahasa latin methodologia,  methodus + -logia –logy. Istilah ini pertama kali digunakan  pada tahun 1800. Pengertian Metodologi Studi Islam terdiri dari dua kata yaitu metodologi dan Studi Islam. Dalam bahasa Arab Metodologi Studi Islam dipahami sebagai Dirosah Islamiyah, dalam bahasa Inggris Islamic Studies, dalam istilah Jerman Islam wissenschaft.[1] Istilah metodologi berasal dari bahaasa yunani yakni methodos dan logis. Methodos berarti cara, kiat dan seluk beluk yakni berkaitan dengan upaya menyelesaikan sesuatu. Sementara logos berarti ilmu pengetahuan, cakrawala dan wawasan. Dengan demikian metodologi adalah pengetahuan tentang metode atau cara-cara yang berlaku dalam kajian atau penelitian.
Cara dan prosedur untuk memperoleh pengetahuan dapat ditentukan berdasarkan disiplin ilmu yang dikajinya. Oleh karna itu dalam menentukan disiplin ilmu kita harus menentukan metode yang relevan dengan disiplin itu. Masalah yang dihadapi dalam proses verifikasi ini adalah bagaimana prosedur kajian dan cara dalam pengumpulan dan analisis dan agar kesimpulan ditarik memenuhi persyaratan berpikir induktif. Penetapan kajian dan cara ini disebut metodologi atau metodologi penelitian.
Metodologi dimaknai sebagai Sebuah sistem yang luas dari prinsip atau aturan dari   metode atau prosedur yang khusus  diturunkan untuk menafsirkan atau memecahkan berbagai masalah dalam lingkup tertentu dari sebuah disiplin ilmu. Tidak seperti algoritma , metodologi bukanlah rumus tetapi satu set praktek.  Sedangkan studi Islam dipahami sebagai kajian yang bersifat ilmiah dan objektif dalam memahami tentang Islam. 
Selain itu metodologi adalah pengatahuan tentang metode-metode.[2] Manurut Asmuni Syukir, metodologi berarti ‘ilmu pegnetahuan yang mempelajari tentang cara-cara atau jalan yang efektif dan efisien. Louay safi mendifinisikan metodologi sebagai bidang penelitian yang berhubungan dengan pembahasan tentang metode-metode yang digunakan dalam mengkaji fenomena alam dan manusia atau dengan redaksi yang lain metodologi adalah bidang penelitian ilmiah yang membenarkan, mendeskripsikan dan menjelaskan aturan-aturan, prosedur-prosedur sebagai metode ilmiah.[3] Al-Faruqi mengidentifikasi lima prinsip metodologi studi islam yang diungkapkanya dengan istilah “ lima kesatuan” yaitu kesatuan allah, makhluk, kebenaran, kehidupan dan hiumanitas.[4]   
Pada dataran normativitas studi islam agaknya masihg banyak terbebani oeh misi keagamaan yang bersifat memihak, romantis dan apologi sehingga kadar muatan analisis, kritis, metodologis, historis, empiris dan terutama dalam menelaah teks-teks atau naskah-naskah keagamaan produk sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan kecuali dalam lingkungan para peneliti tertentu yang masih sangat terbatas.[5]  
Dengan demikian secara sederhana dapat ditemukan jawabanya bahwa dilihat dari segi normatif sebagaimana tang terdapat dalam al-qur’an dan hadits maka islam lebih merupakan agama yang tidak dapat diberlakukan kepadanya paradigma ilmu pengetahuan yaitu paradigma analitis, kritis, metodologis, historis dan empiris. Sebagaimana agama islam lebih bersifat memihak, romantis, apologis dan subjektif sedangkan jika dilihat dari segi historis yakni islam dalam arti yang dipraktikan oleh manusia serta tumbuh dan berkembang dalam sjarah kehidupan manusia maka islam dapat dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu yakni ilmu keislaman atau islam studies.

Studi Islam adalah sebuah upaya yang bersifat aspektual, polimetodis, pluralistik dan tanpa batas yang tegas. Ia bersifat aspektual dalam arti bahwa Islam harus diperlakukan sebagai salah satu aspek yang eksistensi. Sedangkan studi Islam bersifat polimetodis dalam arti bahwa berbagai metode atau disiplin yang berbeda digunakan untuk memahami Islam, oleh karena itu, orang perlu memahami Islam dengan metode sejarah, penyelidikan sosiologis, fenomenologis, dan sebagainya. Ia pluralistik karena ada banyak agama-agama dan tradisi lain disamping Islam.  
Studi Islam mulai dikembangkan oleh Mukti Ali pada akhir dekade tahun 70-an. Kajian masih bersifat stadium awal, terfokus pada persoalan praktis menyangkut penataan, pembinaan dan pengembangan hubungan antar pemeluk agama-agama di Indonesia. Memasuki dasawarsa tahun 80-an, studi agama memasuki fase baru yang segar dimana mulai muncul kajian-kajian yang secara tematik lebih variatif dan secara kualitattif lebih intensif. Situasi ini disebabkan oleh perkembangan dunia pendidikan, teknologi komunikasi dan transportasi, yang secara langsung membantu perkembangan internal kajian agama.[6] 

B.     Pendekatan Studi
Pendekatan “approach, artinya cara pandangan atau paradigma terhadap sesuatu. Yang dimaksud dengan pendekatan dalam konteks studi Islam adalah cara pandangan atau paradigma dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.
A.      Pendekatan Teologis normatif
Dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainya. Amin abdullah mengatakan bahwa teolog sebagaimana kita ketahui tidak bisa tidak pasti mengacu kepada agama tertentu. Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen dan dedikasi yang tinggi serta penggunakaan bahasa yang bersifat subjektif yakni bahasa sebagai pelaku bukan sebagai pengamat adalah merpakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis. [7] 
            Dari pemikiran tersebut dapat diketahui bahwa pendekatan teologis dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk forma dan simbol-simbol keagamaan yang masing-masing bentuk forma atau simbol-simbol kegamaan tersebut mengklaim dirinya sendirinya sebagai yang paling benar sedangkan yang lain sebagai salah. Aliran teologis yang satu begitu yakin dan fanatik bahwa pahamnyalah yangh benar dan paham lainya salah sehingga memandang paham orang lain itu keliru, sesat, kafir, murtad dan seterusnya.
            Salah satu ciri teologis masa kini adalah sifat kritisnya. Teologis kritis bersikap kritis pula terhadap lingkunganya. Kita perlu memerlukan pendekatan teologi dalam memahami agama karena tanpa adanya pendekatan teologis keagamaan seseorang akan mudah cair dan tidak jelas identitas dan pelembagaanya. Pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan berfikir deduktif yaitu cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya karena ajaran yang berasal dari tuhan sudah pasti sehingga tidak perlu dipertanyakan lebih dahulu melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi.
            Pendekatan teologis ini selanjuutnya erat kaitanya dengan pendekatan normatif yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan ali dari tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam pendekatan ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari tuhan tidak ada kekurangan sedikitpun dan bersikap ideal.


B.       Pendekatan Atropologis
Pendekatan antropologis dalam memahmi agama dapat di artikan sebagai salah satu upaya memahmi agama dengan cara meliohat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dengan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabnya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama.
Sejalan dengan pendekatan tersebut maka dalam berbagai peneliian antropologi agama dapat ditemukan adanya hubungan positif anatara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik. Melalui pendekatan ini kita melihat bahwa aga,ma ternyata berkorelasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Dalam hubungan ini jika kita ingin mengibah pandangan dan sikap etos kerja seseorang maka dapat dilakukan dengan cara mengubah pandangan keagamaanya.
Melalui pendekatan ini kita juga dapat melihat hubungan antara agama dan negara. Selanjutnya melalui pendakatan ini juga dapat ditemukan keterkaitan agama dengan prikoterapi. Melalui pendekatan sntropologis sebagaimana tersebut diatas terloihat dengan jelas hubungan agama dengan berbagai maslah kehidupan manusia dan dengan itu pula agama terlihat akrab dan fungsional dengan berbagai fenomenologi kehidupan manusia.
Dengan demikian pendekatan antropologi sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama karena dalam ajaran agama tersebut terdapat uraian an informasi yang dapat dijelaskan lewat bantuan ilmu antropologi dengan cabang-cabangnya.       


C.       Pendekatan Sosiologis    
Sosiologis adalah ilmu yang mempelajari hidup berasama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu. Spsiologi mencpba mengerti sifat dan maksud hidup bersama cara terbentuk dan tumbuh serta berubahanya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaannya, keyakinan yang memberi tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia.[8]   Selanjutnya sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi.
Pentingnya pendekatan ini sosiologi dalaam mehami agama sebagai mana disebutkan dapat dipahami karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya. Melalui pendekatan sosialogis agama akan dapat dipahami dengan mudah karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial.   
D.      Pendekatan Filosofis
Filsafat pada in tinya berupaya menjelaskan inti, hakikat atau hikmah mengenai sesuatu yang berada dibalik objek formalnya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asa dan inti yang terdapat dibalik yang bersifat lahiriah. Berfikir secara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran agama dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama. Pendekatan filosofis yang demikian itu sebenarnya sudah banyak mdilakukan oleh para ahli.
Pentingnya pendekatan filosofis ini maka kita menjumpai bahwa filsafat telah digunakan untuk memahmi berbagai bidang lainya selain agama. Melalui pendekatan inbi seseorang tidak akan terjebak pada pengalaman agama yang bersifat formalistik. Pendekatan filosofis yang bercorak perenialis ini walaupun secara teoristis memberikan harapan dan kesejukan namun belum secara luas dipahami dan diterima kecuali oleh sekolompok kecil saja. Islam sebagai agama yang banyak menyuruh penganutnya mempergunakan akal pikiran sudah dapat dipastikan sangat memerlukan pendekatan filosofis dalam memahami ajaran agamanya.      
E.       Pendekatan Historis
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek=, latarbelakang dan pelaku dari peristiwa tersebut. Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial. Kandungan al-qur’an itu terbagi nebjadi dua bagian. Pertama  berisi konsep-konsep dan bagian Kedua  berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya karena pemahaman demikianlah itu menyesatkan orang yang memahaminya.
F.        Pendekatan Kebudayaan
Dalam kamus umum bahasa indonesia kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat dan berarti pula kegiatan batin untuk menciptakan sesuatu termasuk hasil kebudayaan.
Dengan demikian kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengarahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat, dan sebagainya. Kesemuanya itu selanjutnya digunakan sebgai kerangka acuan oleh seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapinya.
Dapat pula digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada tataran empiris atau agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala dimasyarajat. Pengalaman agama yang terdapat dimasyarakat tersebut diproses oleh penganutnya dari sumber agama yaitu wahyu melalui penalaran.
G.      Pendekatan Psikologis
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa secara seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Dalam ajaran agama banyak kita jumpai istilah-istilah  yang menggambarkan sikap batin seseorang.
Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan amalkan seseprang juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama kedalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan ilmu ini agama akan menemukan cara yang tepat dwan corak un tuk menanamkanya. 
















Bab 3
Penutup
Dari uraian di atas kita dapat menyimpulkan ternyata agama dapat dipahami melalui berbagai pendekatan. Dengan pendekatan ini semua orang akan sampai pada agama. Seorang teolog, sosiolog, antropolog, sejarawan, ahli jiwa an budayawan akan sampai pada pemahaman agama yang benar disini juga kita melihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan normatif belaka melainkan agama dapat dipahami sesmua orang sesuai dengan pendekatan dan kseanggupan yang dimilikinya. Dari keadaan demikian seseorang akan memiliki kepuasan dari agama karena seluruh persoalan hidup mendapat bimbingan dari agama.




















Daftar Pustaka
v  Ahmad Norma Permata,( ed) Metodologi Studi Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000
v  Abuddin Nata, iMetodologi Studi Islam, Jakarta: Pt Rajagrafindo persada, 2009.



[1] R.Pumer, Religionswissenchaft or religiology, dalam numen, no. 19, 1972, 103
[2] Jujun S, Suriasumantri, Filsafat ilmu: sebuah pengantar populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993 hlm,. 328
[3] Louay Safi, Ancangan Metodologi Alternatif: Sebuah Refleksi perbandingan metode penelitian islam dann barat, Yogyakarta: Tiara Wicana yogya, 2001, hlm. 7, 8.
[4] Ibid
[5] Amin abdullah, Studi Agama Normativitas atau historisitas, Yogyakarta: 1996, cet 1 hlm 106.
[6] Ahmad Norma Permata,( ed) Metodologi Studi Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000 hlm, 27

[7] Eric J. Sharpe, Comparative Religion of History, London: Duckworth, 1986, hlm. 313
[8] Hassan Shadily, Sosiologi untuk Mayarakat Indoneisa, Jakarta: Bina Aksara, 1983,     cet ix hlm 1