Jumat, 17 Mei 2013

Metodologi studi islam



Makalah Metodologi Studi Islam

Pengertian dan Metode Pendekatan Studi Islam






Disusun oleh :
A.   Hatimi 11521001
Ade Yulia 1152 1002





Dosen Pembimbing :
H. Opi Palopi





JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
RADEN FATAH PALEMBANG
2013

Bab 1
Pendahuluan

A.   Latarbelakang Masalah
Dalam sejarah studi islam ditemukan beberapa tipologi. Diantaranya dilihat dari orang yang melakukan studi muncul dua tipologi yakni insider dan outsider. Bila ditinjau dari sisi pendekatan muncul pula dua tipologi besar yaitu pendekatan normatif (murni studi islam) dan pendekatan dengan menggunakan teori-teori non islamic studies.
Sejumlah karya telah lahir dari sejumlah pengkajian dari tipologi insider dan outsider. Demikian juga sejumlah ilmuwan telah membuktikan betapa bear peran teori-teori ilmu non-islamic studies dalam kajian studi islam. Baik ilmu humaniora maupun eksakta. Tidak berlebihan pula untuk menyatakan bahwa sejumlah ilmwan telah berussaha memadukan teori-teori non-islamic studies dengan teori-teori islamic studies atau menggunakan teori-teori non islamic studies sebagai alat analisis dalam islamic studies. Satu diantara ilmu non-islamic studies yang besar peranannya dalam studi islam adalah hermeneutika.    

B.  Rumusan Masalah
1.      Pengertian Metodolosi Studi Islam?
2.      Jelaskan Bagaiama Metode Pendekatan Studi?










Bab 2
Pembahaasan

A.      Pengertian Metodologi Studi Islam
Metodologi berasal dari bahasa latin methodologia,  methodus + -logia –logy. Istilah ini pertama kali digunakan  pada tahun 1800. Pengertian Metodologi Studi Islam terdiri dari dua kata yaitu metodologi dan Studi Islam. Dalam bahasa Arab Metodologi Studi Islam dipahami sebagai Dirosah Islamiyah, dalam bahasa Inggris Islamic Studies, dalam istilah Jerman Islam wissenschaft.[1] Istilah metodologi berasal dari bahaasa yunani yakni methodos dan logis. Methodos berarti cara, kiat dan seluk beluk yakni berkaitan dengan upaya menyelesaikan sesuatu. Sementara logos berarti ilmu pengetahuan, cakrawala dan wawasan. Dengan demikian metodologi adalah pengetahuan tentang metode atau cara-cara yang berlaku dalam kajian atau penelitian.
Cara dan prosedur untuk memperoleh pengetahuan dapat ditentukan berdasarkan disiplin ilmu yang dikajinya. Oleh karna itu dalam menentukan disiplin ilmu kita harus menentukan metode yang relevan dengan disiplin itu. Masalah yang dihadapi dalam proses verifikasi ini adalah bagaimana prosedur kajian dan cara dalam pengumpulan dan analisis dan agar kesimpulan ditarik memenuhi persyaratan berpikir induktif. Penetapan kajian dan cara ini disebut metodologi atau metodologi penelitian.
Metodologi dimaknai sebagai Sebuah sistem yang luas dari prinsip atau aturan dari   metode atau prosedur yang khusus  diturunkan untuk menafsirkan atau memecahkan berbagai masalah dalam lingkup tertentu dari sebuah disiplin ilmu. Tidak seperti algoritma , metodologi bukanlah rumus tetapi satu set praktek.  Sedangkan studi Islam dipahami sebagai kajian yang bersifat ilmiah dan objektif dalam memahami tentang Islam. 
Selain itu metodologi adalah pengatahuan tentang metode-metode.[2] Manurut Asmuni Syukir, metodologi berarti ‘ilmu pegnetahuan yang mempelajari tentang cara-cara atau jalan yang efektif dan efisien. Louay safi mendifinisikan metodologi sebagai bidang penelitian yang berhubungan dengan pembahasan tentang metode-metode yang digunakan dalam mengkaji fenomena alam dan manusia atau dengan redaksi yang lain metodologi adalah bidang penelitian ilmiah yang membenarkan, mendeskripsikan dan menjelaskan aturan-aturan, prosedur-prosedur sebagai metode ilmiah.[3] Al-Faruqi mengidentifikasi lima prinsip metodologi studi islam yang diungkapkanya dengan istilah “ lima kesatuan” yaitu kesatuan allah, makhluk, kebenaran, kehidupan dan hiumanitas.[4]   
Pada dataran normativitas studi islam agaknya masihg banyak terbebani oeh misi keagamaan yang bersifat memihak, romantis dan apologi sehingga kadar muatan analisis, kritis, metodologis, historis, empiris dan terutama dalam menelaah teks-teks atau naskah-naskah keagamaan produk sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan kecuali dalam lingkungan para peneliti tertentu yang masih sangat terbatas.[5]  
Dengan demikian secara sederhana dapat ditemukan jawabanya bahwa dilihat dari segi normatif sebagaimana tang terdapat dalam al-qur’an dan hadits maka islam lebih merupakan agama yang tidak dapat diberlakukan kepadanya paradigma ilmu pengetahuan yaitu paradigma analitis, kritis, metodologis, historis dan empiris. Sebagaimana agama islam lebih bersifat memihak, romantis, apologis dan subjektif sedangkan jika dilihat dari segi historis yakni islam dalam arti yang dipraktikan oleh manusia serta tumbuh dan berkembang dalam sjarah kehidupan manusia maka islam dapat dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu yakni ilmu keislaman atau islam studies.

Studi Islam adalah sebuah upaya yang bersifat aspektual, polimetodis, pluralistik dan tanpa batas yang tegas. Ia bersifat aspektual dalam arti bahwa Islam harus diperlakukan sebagai salah satu aspek yang eksistensi. Sedangkan studi Islam bersifat polimetodis dalam arti bahwa berbagai metode atau disiplin yang berbeda digunakan untuk memahami Islam, oleh karena itu, orang perlu memahami Islam dengan metode sejarah, penyelidikan sosiologis, fenomenologis, dan sebagainya. Ia pluralistik karena ada banyak agama-agama dan tradisi lain disamping Islam.  
Studi Islam mulai dikembangkan oleh Mukti Ali pada akhir dekade tahun 70-an. Kajian masih bersifat stadium awal, terfokus pada persoalan praktis menyangkut penataan, pembinaan dan pengembangan hubungan antar pemeluk agama-agama di Indonesia. Memasuki dasawarsa tahun 80-an, studi agama memasuki fase baru yang segar dimana mulai muncul kajian-kajian yang secara tematik lebih variatif dan secara kualitattif lebih intensif. Situasi ini disebabkan oleh perkembangan dunia pendidikan, teknologi komunikasi dan transportasi, yang secara langsung membantu perkembangan internal kajian agama.[6] 

B.     Pendekatan Studi
Pendekatan “approach, artinya cara pandangan atau paradigma terhadap sesuatu. Yang dimaksud dengan pendekatan dalam konteks studi Islam adalah cara pandangan atau paradigma dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.
A.      Pendekatan Teologis normatif
Dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainya. Amin abdullah mengatakan bahwa teolog sebagaimana kita ketahui tidak bisa tidak pasti mengacu kepada agama tertentu. Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen dan dedikasi yang tinggi serta penggunakaan bahasa yang bersifat subjektif yakni bahasa sebagai pelaku bukan sebagai pengamat adalah merpakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis. [7] 
            Dari pemikiran tersebut dapat diketahui bahwa pendekatan teologis dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk forma dan simbol-simbol keagamaan yang masing-masing bentuk forma atau simbol-simbol kegamaan tersebut mengklaim dirinya sendirinya sebagai yang paling benar sedangkan yang lain sebagai salah. Aliran teologis yang satu begitu yakin dan fanatik bahwa pahamnyalah yangh benar dan paham lainya salah sehingga memandang paham orang lain itu keliru, sesat, kafir, murtad dan seterusnya.
            Salah satu ciri teologis masa kini adalah sifat kritisnya. Teologis kritis bersikap kritis pula terhadap lingkunganya. Kita perlu memerlukan pendekatan teologi dalam memahami agama karena tanpa adanya pendekatan teologis keagamaan seseorang akan mudah cair dan tidak jelas identitas dan pelembagaanya. Pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan berfikir deduktif yaitu cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya karena ajaran yang berasal dari tuhan sudah pasti sehingga tidak perlu dipertanyakan lebih dahulu melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi.
            Pendekatan teologis ini selanjuutnya erat kaitanya dengan pendekatan normatif yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan ali dari tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam pendekatan ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari tuhan tidak ada kekurangan sedikitpun dan bersikap ideal.


B.       Pendekatan Atropologis
Pendekatan antropologis dalam memahmi agama dapat di artikan sebagai salah satu upaya memahmi agama dengan cara meliohat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dengan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabnya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama.
Sejalan dengan pendekatan tersebut maka dalam berbagai peneliian antropologi agama dapat ditemukan adanya hubungan positif anatara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik. Melalui pendekatan ini kita melihat bahwa aga,ma ternyata berkorelasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Dalam hubungan ini jika kita ingin mengibah pandangan dan sikap etos kerja seseorang maka dapat dilakukan dengan cara mengubah pandangan keagamaanya.
Melalui pendekatan ini kita juga dapat melihat hubungan antara agama dan negara. Selanjutnya melalui pendakatan ini juga dapat ditemukan keterkaitan agama dengan prikoterapi. Melalui pendekatan sntropologis sebagaimana tersebut diatas terloihat dengan jelas hubungan agama dengan berbagai maslah kehidupan manusia dan dengan itu pula agama terlihat akrab dan fungsional dengan berbagai fenomenologi kehidupan manusia.
Dengan demikian pendekatan antropologi sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama karena dalam ajaran agama tersebut terdapat uraian an informasi yang dapat dijelaskan lewat bantuan ilmu antropologi dengan cabang-cabangnya.       


C.       Pendekatan Sosiologis    
Sosiologis adalah ilmu yang mempelajari hidup berasama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu. Spsiologi mencpba mengerti sifat dan maksud hidup bersama cara terbentuk dan tumbuh serta berubahanya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaannya, keyakinan yang memberi tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia.[8]   Selanjutnya sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi.
Pentingnya pendekatan ini sosiologi dalaam mehami agama sebagai mana disebutkan dapat dipahami karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya. Melalui pendekatan sosialogis agama akan dapat dipahami dengan mudah karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial.   
D.      Pendekatan Filosofis
Filsafat pada in tinya berupaya menjelaskan inti, hakikat atau hikmah mengenai sesuatu yang berada dibalik objek formalnya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asa dan inti yang terdapat dibalik yang bersifat lahiriah. Berfikir secara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran agama dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama. Pendekatan filosofis yang demikian itu sebenarnya sudah banyak mdilakukan oleh para ahli.
Pentingnya pendekatan filosofis ini maka kita menjumpai bahwa filsafat telah digunakan untuk memahmi berbagai bidang lainya selain agama. Melalui pendekatan inbi seseorang tidak akan terjebak pada pengalaman agama yang bersifat formalistik. Pendekatan filosofis yang bercorak perenialis ini walaupun secara teoristis memberikan harapan dan kesejukan namun belum secara luas dipahami dan diterima kecuali oleh sekolompok kecil saja. Islam sebagai agama yang banyak menyuruh penganutnya mempergunakan akal pikiran sudah dapat dipastikan sangat memerlukan pendekatan filosofis dalam memahami ajaran agamanya.      
E.       Pendekatan Historis
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek=, latarbelakang dan pelaku dari peristiwa tersebut. Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial. Kandungan al-qur’an itu terbagi nebjadi dua bagian. Pertama  berisi konsep-konsep dan bagian Kedua  berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya karena pemahaman demikianlah itu menyesatkan orang yang memahaminya.
F.        Pendekatan Kebudayaan
Dalam kamus umum bahasa indonesia kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat dan berarti pula kegiatan batin untuk menciptakan sesuatu termasuk hasil kebudayaan.
Dengan demikian kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengarahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat, dan sebagainya. Kesemuanya itu selanjutnya digunakan sebgai kerangka acuan oleh seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapinya.
Dapat pula digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada tataran empiris atau agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala dimasyarajat. Pengalaman agama yang terdapat dimasyarakat tersebut diproses oleh penganutnya dari sumber agama yaitu wahyu melalui penalaran.
G.      Pendekatan Psikologis
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa secara seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Dalam ajaran agama banyak kita jumpai istilah-istilah  yang menggambarkan sikap batin seseorang.
Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan amalkan seseprang juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama kedalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan ilmu ini agama akan menemukan cara yang tepat dwan corak un tuk menanamkanya. 
















Bab 3
Penutup
Dari uraian di atas kita dapat menyimpulkan ternyata agama dapat dipahami melalui berbagai pendekatan. Dengan pendekatan ini semua orang akan sampai pada agama. Seorang teolog, sosiolog, antropolog, sejarawan, ahli jiwa an budayawan akan sampai pada pemahaman agama yang benar disini juga kita melihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan normatif belaka melainkan agama dapat dipahami sesmua orang sesuai dengan pendekatan dan kseanggupan yang dimilikinya. Dari keadaan demikian seseorang akan memiliki kepuasan dari agama karena seluruh persoalan hidup mendapat bimbingan dari agama.




















Daftar Pustaka
v  Ahmad Norma Permata,( ed) Metodologi Studi Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000
v  Abuddin Nata, iMetodologi Studi Islam, Jakarta: Pt Rajagrafindo persada, 2009.



[1] R.Pumer, Religionswissenchaft or religiology, dalam numen, no. 19, 1972, 103
[2] Jujun S, Suriasumantri, Filsafat ilmu: sebuah pengantar populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993 hlm,. 328
[3] Louay Safi, Ancangan Metodologi Alternatif: Sebuah Refleksi perbandingan metode penelitian islam dann barat, Yogyakarta: Tiara Wicana yogya, 2001, hlm. 7, 8.
[4] Ibid
[5] Amin abdullah, Studi Agama Normativitas atau historisitas, Yogyakarta: 1996, cet 1 hlm 106.
[6] Ahmad Norma Permata,( ed) Metodologi Studi Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000 hlm, 27

[7] Eric J. Sharpe, Comparative Religion of History, London: Duckworth, 1986, hlm. 313
[8] Hassan Shadily, Sosiologi untuk Mayarakat Indoneisa, Jakarta: Bina Aksara, 1983,     cet ix hlm 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar