Minggu, 07 Juli 2013

Etika, Nilai, Norma dan Moral

BAB I
PENDAHULUAN
1.1            Latar Belakang
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber hukum dari segala penjabaran norma. Baik norma hukum,norma moral maupun norma kenegaraan lainnya. Oleh karena itu suatu pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan norma-norma yang merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau aspek praksis melainkkan suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar.
Sebagai suatu nilai, pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia baik hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Adapun manakala nilai-nilai tersebut akan dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis atau kehidupan yang nyata dalam masyarakat, bangsa maupun negara maka nilai-nilai tersebut kemudian dijabarkan dalam suatu norma-norma yang jelas sehingga merupakan suatu pedoman.
Sila-sila pancasila pada hakikatnya bukanlah merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat normatif maupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma.


1.2            Rumusan Masalah

1.      Apakah yang dimaksud  dengan Etika?
2.      Apakah yang dimaksud dengan Nilai, Norma, Moral?
3.      Jelaskan maksud dari nilai-nilai Pancasila sebagai Sumber Etika Politik!









BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral.
Etika berkaitan dengan pelbagai masalah ini karena etika pada pokoknya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai “susila” dan “tidak susila”, “baik” dan “buruk”. Sebagai bahasan khusus etika membicarakan sifat-sifat yang menyebabkan orang dapat disebut susila atau bijak.
Sebenarnya etika lebih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dan tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia.
2.2 Pengertian Nilai, Norma, dan Moral
Ø  Pengertian Nilai
Nilai atau “Value” termasuk bidang kajian filsafat, persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu Filsafat Nilai. Didalam Dictionary of Sosciology and Realated Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Dengan demikian nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang “tersembunyi” dibalik kenyataan-kenyataan lainnya.
Didalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan, dan keharusan. Maka apabila kita bicara tentang nilai, sebenarnya kita bicara tentang hal yang ideal. Notonegoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu:
1.      Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia.
2.      Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3.      Nilai kerohanian, yaitu segal sesuatu yang berguna bagi rohani manusia, nilai kerohanian ini dapay dibedakan atas empat macam:


Ø  Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (ratio, budi, cipta) manusia.
Ø  Nilai keindahan atau estetis, yang bersumber pada unsur perasaan mausia.
Ø  Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak manusia.
Ø  Nilai religius, yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak, dan bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan masing-masing
.
Ø  Pengertian Norma
Agar nilai menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka perlu lebih dikongkritkan lagi serta diformulasikan menjadi lebih objektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah laku secara kongkrit. Maka terwujud yang lebih kongkrit dari nilai tersebut adalah norma. Terdapat berbagai macam norma, dan dari berbagai macam norma tersebut norma hukumlah yang paling kuat keberlakuannya, karena dapat dipaksakan oleh suatu kekuasaan eksternal. Misalnya penguasa atau penegak hukum.
Ø  Pengertian Moral
Moral yaitu merupakan suatu ajaran-ajaran ataupun patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. 
Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang amat ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Makna moral terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Dalam pengertian inilah maka kita memasuki wilayah norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku manusia.
2.3 Nilai-nilai Pancasila sebagai Sumber Etika Politik
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan (1) asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku, (2) disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokratis), dan (3) dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral).
Prinsip-prinsip dasar etika politik itu dalam realisasi praksis dalam kehidupan kenegaraan senantiasa dilaksanakan secara korelatif diantara ketiganya. Kebijakan serta keputusan yang diambil dalam pelaksanaan kenegaraan baik menyangkut politik dalam negeri maupun luar negeri, ekonomi baik nasional maupun global, yang menyangkut rakyat, dan lainnya selain berdasarkan hukum yang berlaku (legitimasi hukum), harus mendapat legitimasi rakyat (legitimasi demokratis) dan juga harus berdasarkan prinsip-prinsip moralitas (legitimasi moral).

Etika politik ini juga harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut terlibat secara kongkri dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Para pejabat eksekutif, anggota legislatif, maupun yudikatif, para pejabat negara, anggota DPR maupun MPR aparat pelaksana dan penegak hukum, harus menyadari bahwa selain legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga harus berdasar pada legitimasi moral.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar