BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pancasila
sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga
merupakan sumber hukum dari segala penjabaran norma. Baik norma hukum,norma
moral maupun norma kenegaraan lainnya. Oleh karena itu suatu pemikiran filsafat
tidak secara langsung menyajikan norma-norma yang merupakan pedoman dalam suatu
tindakan atau aspek praksis melainkkan suatu nilai-nilai yang bersifat
mendasar.
Sebagai
suatu nilai, pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan
universal bagi manusia baik hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Adapun manakala nilai-nilai tersebut akan dijabarkan dalam kehidupan yang
bersifat praksis atau kehidupan yang nyata dalam masyarakat, bangsa maupun
negara maka nilai-nilai tersebut kemudian dijabarkan dalam suatu norma-norma
yang jelas sehingga merupakan suatu pedoman.
Sila-sila
pancasila pada hakikatnya bukanlah merupakan suatu pedoman yang langsung
bersifat normatif maupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai
etika yang merupakan sumber norma.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan Etika?
2. Apakah
yang dimaksud dengan Nilai, Norma, Moral?
3. Jelaskan
maksud dari nilai-nilai Pancasila sebagai Sumber Etika Politik!
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika
Etika
termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika
umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar
tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu
yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral
tertentu, atau bagaimana harus mengambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan pelbagai ajaran moral.
Etika
berkaitan dengan pelbagai masalah ini karena etika pada pokoknya membicarakan
masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai “susila” dan “tidak
susila”, “baik” dan “buruk”. Sebagai bahasan khusus etika membicarakan
sifat-sifat yang menyebabkan orang dapat disebut susila atau bijak.
Sebenarnya
etika lebih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam
hubungan dan tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikatakan bahwa
etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku
manusia.
2.2 Pengertian Nilai, Norma, dan Moral
Ø Pengertian
Nilai
Nilai
atau “Value” termasuk bidang kajian filsafat, persoalan-persoalan tentang nilai
dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu Filsafat Nilai. Didalam
Dictionary of Sosciology and Realated Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah
kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia.
Nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu
objek, bukan objek itu sendiri. Dengan demikian nilai itu sebenarnya adalah
suatu kenyataan yang “tersembunyi” dibalik kenyataan-kenyataan lainnya.
Didalam
nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan, dan keharusan. Maka
apabila kita bicara tentang nilai, sebenarnya kita bicara tentang hal yang
ideal. Notonegoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu:
1.
Nilai material, yaitu segala sesuatu
yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia, atau kebutuhan material ragawi
manusia.
2.
Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang
berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3.
Nilai kerohanian, yaitu segal sesuatu
yang berguna bagi rohani manusia, nilai kerohanian ini dapay dibedakan atas
empat macam:
Ø Nilai
kebenaran, yang bersumber pada akal (ratio, budi, cipta) manusia.
Ø Nilai
keindahan atau estetis, yang bersumber pada unsur perasaan mausia.
Ø Nilai
kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak manusia.
Ø Nilai
religius, yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak, dan bersumber
kepada kepercayaan atau keyakinan masing-masing
.
Ø Pengertian
Norma
Agar
nilai menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka
perlu lebih dikongkritkan lagi serta diformulasikan menjadi lebih objektif
sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah laku secara
kongkrit. Maka terwujud yang lebih kongkrit dari nilai tersebut adalah norma.
Terdapat berbagai macam norma, dan dari berbagai macam norma tersebut norma
hukumlah yang paling kuat keberlakuannya, karena dapat dipaksakan oleh suatu
kekuasaan eksternal. Misalnya penguasa atau penegak hukum.
Ø Pengertian
Moral
Moral
yaitu merupakan suatu ajaran-ajaran ataupun patokan-patokan, kumpulan
peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan
bertindak agar menjadi manusia yang baik.
Istilah
moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian
seseorang amat ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Makna moral
terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah
lakunya. Dalam pengertian inilah maka kita memasuki wilayah norma sebagai
penuntun sikap dan tingkah laku manusia.
2.3 Nilai-nilai
Pancasila sebagai Sumber Etika Politik
Dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan
dalam negara dijalankan sesuai dengan (1) asas legalitas (legitimasi hukum),
yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku, (2) disahkan dan dijalankan
secara demokratis (legitimasi demokratis), dan (3) dilaksanakan berdasarkan
prinsip-prinsip moral atau tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral).
Prinsip-prinsip
dasar etika politik itu dalam realisasi praksis dalam kehidupan kenegaraan
senantiasa dilaksanakan secara korelatif diantara ketiganya. Kebijakan serta
keputusan yang diambil dalam pelaksanaan kenegaraan baik menyangkut politik
dalam negeri maupun luar negeri, ekonomi baik nasional maupun global, yang
menyangkut rakyat, dan lainnya selain berdasarkan hukum yang berlaku
(legitimasi hukum), harus mendapat legitimasi rakyat (legitimasi demokratis)
dan juga harus berdasarkan prinsip-prinsip moralitas (legitimasi moral).
Etika
politik ini juga harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut terlibat
secara kongkri dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Para pejabat eksekutif,
anggota legislatif, maupun yudikatif, para pejabat negara, anggota DPR maupun
MPR aparat pelaksana dan penegak hukum, harus menyadari bahwa selain legitimasi
hukum dan legitimasi demokratis juga harus berdasar pada legitimasi moral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar