Minggu, 08 Desember 2013

Makalah Psikologi Konseling (KARAKTERISTIK KONSELING)

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Mencermati dinamika konseling dewasa ini,definisi konseling dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu devinisi konvensional dan devinisi modern. Definisi konseling konvensional lebih becirikan bahwa pelayanan konseling tidak mungganakan teknologi informatika, sedangkan definisi konseling modern bercirikan suatu pelayanan konseling menggunakan teknologi informatika. Adapun definisi adalah seseorang yang memiliki keahlian dalam bidang pelayanan konseling, ia sebagai tenaga profesional. Sedangkan konseli adalah individu yang mendapatkan pelayanan konseling. Dalam konseling pada setting sekolahan, yang dimaksud konseli adalah peserta didik yang mendapatkan pelayanan konseling, sedangkan dalam konseling pada setting luar sekolahan, yang dimaksud konseli ialah seorang atau kelompok orang sebagai anggota masyarakat, yang memperoleh pelayanan konseling.
Dalam kegiatan konseling ini ada juga tahapan-tahapan yang harus dimiliki oleh kegiatan ini, misal nya syarat-syarat konseling, kretaria konseling, karakteristik konseling dan sebagainya. Adapun makalah yang kami buat ini akan sedikit mengupas tentang karakteristik konseling, tetapi sekedar memberitahukan tentang karakteristik dari konselor dan koseling. Adapun karakteristik konselor ini meliki karakteristik atau ciri-ciri dalam aspek kepribadian, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman. Sedangkan karakteristik dari konseli itu sendiri meliputi beberapa keunikan, antara lain: keunikan kebutuhan, keunikan kepribadian, keunikan inteligensi, keunikan bakat, keunikan motif dan motivasi, keunikan minat, keunikan perhatian, keunikan sikap, dan keunikan kebiasaan, yang secara khas mempengaruhinya.





2. Rumusan Masalah
1. Konseling sebagai bantuan
2. Konseling sebagai peribahan perilaku
3. Hubungan konseling
4. Konselor dan klain sebagai team kerja








PEMBAHASAN
A.    Konseling Sebagai Bantuan
      Tidak ada seorang manusia pun yang tidak membutuhkan bantuan dari orang lain. Menurut Lewis, alasan-alasan pokok seorang selalu membutuhkan konseling, yaitu :
1.    Seseorang mengalami semacam ketidakpuasan pribadi, dan tidak mampu mengatasi atau mengurangi ketidakpuasan tersebut.
2.    Seseorang memasuki dunia konseling dengan kecemasan, cemas memandang proses konseling itu sebenarnya seperti apa, bagaimana, dan macam-macam dugaan.
3.    Seseorang yang membutuhkan konseling itu sebenarnya tidak mempunyai gambaran yang jelas tentang sesuatu yang mungkin terjadi.
1. Bantuan non-profesonal
- Bantuan sesaat
- bantuan bedasarkan pada belas kasihan atau kasih sayang
- -bantuan materi
- -bantuan tenaga
- -bantuan moril
- Bantuan nasehat
2. Bantuan profesonal
          Bantuan ini diberikan karna orang merasakan dan dalam kenyataannya memang membutuhkan bantuan dari orang lain, karna tidak bisa mengatasi sendiri.


B.    Konseling Untuk Perubahan Tingkah Laku
      Seorang klien yang datang dengan kondisi psikologis tidak stabil, cenderung bersifat destruktif. Kondisi psikologis yang buruk menyebabkan cara berpikirnya pun irasional. Selanjutnya, manifestasi dari pikiran irasional menyebabkan tingkah laku yang irasional pula. Maka, di sinilah seorang konselor berperan mengubah tingkah laku irasional menjadi rasional kembali.
      Perubahan tingkah laku merupakan proses yang aktif dan bereaksi dalam semua situasi yang ada pada klien. Itu berarti bahwa proses perubahan tingkah laku diarahkan pada tujuan dan proses berbuat melalui situasi yang ada pada klien. Ada beberapa teori perubahan tingkah laku berdasarkan pada aliran psikologi yang melandasinya, seperti berikut ini :
1.    Teori Perubahan Tingkah Laku Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan dalam memahami perilaku individu. Behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan individu dalam belajar. Teori perubahan tingkah laku behaviorisme ini merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dengan respons yang menyebabkan klien mempunyai pengalaman baru.

2.    Teori Perubahan Tingkah Laku Kognitif
Menurut Piaget, perubahan tingkah laku akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Konselor hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, serta mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
3.    Teori Perubahan Tingkah Laku Gestalt
Transfer dalam perubahan tingkah laku adalah pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Transfer perubahan tingkah laku terjadi dengan jalan melepaskan pengertian objek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata susunan yang tepat. Konselor hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

4.    Teori Perubahan Tingkah Laku Konstruktivisme
Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secara kognitif (mental). Untuk itulah manusia harus mengembangkan skema pikiran yang lebih umum atau rinci. Proses perkembangan tersebut meliputi beberapa hal berikut :
a.    Skema, yakni struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam berinteraksi dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori untuk mengidentifikasi rangsangan yang akan datang dan terus berkembang.
b.    Asimilasi, yakni proses kognitif dalam bentuk perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
c.    Akomodasi, yaitu proses pembentukan skema, atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
d.   Equilibrium, yaitu keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya (skema). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.

C.    Hubungan Konseling
      Hubungan dalam konseling bukan hubungan biasa, melainkan sengaja diciptakan oleh konselor dengan maksud membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh klien. Hubungan yang bersifat membantu ini akan berhasil dengan baik apabila klien percaya sepenuh hati kepada konselor bahwa konselor adalah orang yang tepat bisa mengatasi masalahnya. Tanpa adanya kepercayaan dari klien terhadap konselor, jangan diharap adanya keterbukaan dari klien tentang permasalahannya kepada konselor.
      Untuk menciptakan hubungan yang baik, seorang konselor perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan berkomunikasi yang baik. Ada beberapa keterampilan komunikasi yang mungkin bisa dikembangkan oleh seorang konselor, di antaranya adalah sebagai berikut :
1.    Rapport, yaitu hubungan baik yang perlu diciptakan oleh konselor dalam keseluruhan proses konseling. Konselor perlu menjelaskan tujuan dan rambu-rambu konseling yang perlu disepakati bersama klien. Konselor perlu memahami harapan klien dalam konseling, dan sebaliknya klien juga perlu memahami harapan konselornya.

2.    Empati, konselor harus menciptakan kebersamaan dengan klien, berjalan bersama-sama, mengikutinya, mengarahkan, dan membimbingnya dalam menghadapi masalah. Konselor juga wajib bersifat hangat, terbuka, bersahabat, peduli dan jujur, serta objektif dalam memandang permasalahan klien.

3.    Acceptance, konselor senantiasa menerima dan menghargai klien apa adanya dan tanpa syarat. Konselor memiliki pandangan positif tentang klien bukan berarti bahwa konselor setuju dan menerima begitu saja nilai-nilai dan pandangan hidup klien. Tetapi, yang utama adalah kemampuan konselor menerima klien apa adanya, menghargainya sebagai pribadi, tidak menghakimi perilakunya, dan tidak mencoba mempengaruhi klien dengan pandangan dan nilai-nilai hidup konselor.

4.    Congruence, konselor harus bisa menjadi dirinya sendiri seutuhnya, memiliki harmoni dalam keseluruhan aspek hidupnya, menyadari keterbatasan diri, tidak berpura-pura dalam bersikap, dan tidak mencoba menutupi kenyataan tentang dirinya. Bersikap jujur terhadap diri sendiri dan klien, serta konsisten antara kata dan perbuatan.
      Konselor diharapkan pula dapat memiliki sense of humor, self discipline, self responsibility, danpositive self concept. Selain itu, konselor harus memiliki pengetahuan, wawasan, dan pemahaman tentang karakteristik perkembangan manusia, berpikir dan bersikap kreatif, dan bersikap aktif dalam mengembangkan komunikasi.



D.    Konselor- Klien Sebagai Tim Kerja
      Tahap awal konseling, biasanya menjadi tahap paling sulit, baik bagi konselor maupun klien. Ketika itu, untuk pertama kalinya mereka saling bertemu dalam relasi, yang dalam arti tertentu bisa dikatakan formal dan tidak alamiah. Agar terjalin hubungan yang baik, semestinya konselor tidak enggan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari klien tentang diri konselor agar klien merasa dekat dengan konselor. Pada tahap awal konseling, konselor harus fokus pada usaha membentuk relasi dengan klien, ini mencakup usaha yang melibatkan klien dalam suatu kerja sama untuk memulai proses konseling.
     Konselor perlu menanamkan pemahaman tentang “berusahalah mengenal klien, dan usahakan agar dia menyukai anda”. Apabila pertemuan pertama berjalan lancar, dan klien merasa senang terhadap konselor, maka intervensi lebih jauh lagi dapat dilakukan. Agar dapat bekerja sama secara efektif dengan klien, konselor harus memperlihatkan sikap bahwa ia tertarik pada masalah klien, dan sedang berusaha bekerja sama dengan klien, penting bagi klien untuk merasakan kehadiran konselor di sisinya. Ini dapat diwujudkan dengan memperlihatkan minat yang mendalam kepada klien.

PENUTUP
KESIMPULAN
A. Psikologi sebagai bantuan
1. Bantuan non-profesonal
- Bantuan sesaat
- bantuan bedasarkan pada belas kasihan atau kasih sayang
- -bantuan materi
- -bantuan tenaga
- -bantuan moril
- Bantuan nasehat
2. Bantuan profesonal
          Bantuan ini diberikan karna orang merasakan dan dalam kenyataannya memang membutuhkan bantuan dari orang lain, karna tidak bisa mengatasi sendiri.

B. Konseling Sebagai Perubahan Tingkah laku
Seorang klien yang datang dengan kondisi psikologis tidak stabil, cenderung bersifat destruktif. Kondisi psikologis yang buruk menyebabkan cara berpikirnya pun irasional. Selanjutnya, manifestasi dari pikiran irasional menyebabkan tingkah laku yang irasional pula. Maka, di sinilah seorang konselor berperan mengubah tingkah laku irasional menjadi rasional kembali. Perubahan tingkah laku merupakan proses yang aktif dan bereaksi dalam semua situasi yang ada pada klien. Itu berarti bahwa proses perubahan tingkah laku diarahkan pada tujuan dan proses berbuat melalui situasi yang ada pada klien.

C. Hubungan Konseling
Hubungan dalam konseling bukan hubungan biasa, melainkan sengaja diciptakan oleh konselor dengan maksud membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh klien. Hubungan yang bersifat membantu ini akan berhasil dengan baik apabila klien percaya sepenuh hati kepada konselor bahwa konselor adalah orang yang tepat bisa mengatasi masalahnya. Tanpa adanya kepercayaan dari klien terhadap konselor, jangan diharap adanya keterbukaan dari klien tentang permasalahannya kepada konselor. Untuk menciptakan hubungan yang baik, seorang konselor perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan berkomunikasi yang baik.

D. Konselor dan Klaen menjadi Teanm Kerja
Tahap awal konseling, biasanya menjadi tahap paling sulit, baik bagi konselor maupun klien. Ketika itu, untuk pertama kalinya mereka saling bertemu dalam relasi, yang dalam arti tertentu bisa dikatakan formal dan tidak alamiah. Agar terjalin hubungan yang baik, semestinya konselor tidak enggan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari klien tentang diri konselor agar klien merasa dekat dengan konselor. Pada tahap awal konseling, konselor harus fokus pada usaha membentuk relasi dengan klien, ini mencakup usaha yang melibatkan klien dalam suatu kerja sama untuk memulai proses konseling.
DAFTAR PUSTAKA

Hartono, dan Soedarmadji, boy. 2012. Psikologi Konseling (Edisi Revisi). Jakarta: Prenada Media Group

Tidak ada komentar:

Posting Komentar