Sabtu, 14 Desember 2013

Makalah Sejarah Peradaban Islam ( Bani Ummayah )

BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejarah Peradaban Islam adalah sesuatu yang wajib kita ketahui sebagai umat Islam, karena dari Sejarah Peradaban Islam tersebut kita dapat belajar banyak hal dan banyak nilai-nilai moral yang kita dapat seperti mempelajari hasil kebudayaan pada suatu peradaban dan sistem pemerintahannya. Dari sinilah kita akan memperoleh nilai-nilai sosial, moral, budaya, pendidikan dan politik. Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan pada periode Islam klasik.
Andalusia mencapai puncak keemasannya.Banyak prestasi yang mereka peroleh bahkan pegaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia kepada kemajuan yang lebih kompleks, Andalusia juga dikatakan mampu menyaingi Baghdad yang ada di timur. Selama delapan abad, Islam pernah berjaya di bumi Eropa (Andalusia) dan membangun peradaban yang gemilang.
Namun peradaban yang di bangun dengan susah payah dan kerja keras kaum Muslimin itu, harus ditinggalkan dan dilepas begitu saja karena kelemahan-kelemahan yang terjadi di kalangan kaum Muslimin sendiri dan karena keberhasilan Bangsa Barat atau Eropa bangkit dari keterbelakangan. Kebangkitan yang meliputi hampir semua element peradaban, terutama di bidang politik yakni dengan dikalahkannya kerjaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya sampai kemajuan di bidang sains dan teknologi.
Masa yang silam kemajuan peradaban manusia terjadi pada masa kekuasaan Islam di hampir semua belahan dunia. Disaat di Eropa sedang berada dalam masa kegelapan (the darkness), di dunia Islam sendiri sedang berada dalam masa kejayaan. Baghdad dan Cordova merupakan salah satu bukti betapa tinggi dan majunya peradaban Islam pada masa itu. Pada masa kekuasaan Khalifah Bani Umayyah al Muntashir di Andaluisa, selain istana-istana yang megah, jalan-jalan sudah diperkeras dan diberi penerangan pada malam hari.
Dari sisi ilmu pengetahuan, tidak hanya dari kalangan muslim sendiri, orang-orang barat pun telah mengakui, bahwa sebagian besar dasar-dasar ilmu pengetahuan di lahirkan oleh para ilmuwan muslim. Begitu pula dengan masa kebangkitan Eropa yang tidak lepas dari pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam. Peradaban masa kini merupakan bagian dari rantai sejarah yang tidak putus dan dengan meneliti dan memahami sejarah peradaban Islam pada masa Bani Umayyah  di Andalusia kita akan dapat memetakan rentetan sejarah peradaban Islam yang merupakan bagian dari rantai evolusi hingga masa kini.

Rumusan Masalah
1.      Jelaskan Perkembangan Islam Pada Masa Bani Umayah di Damaskus dan Spanyol/Sisilia :
a.       Sejarah Berdirinya Bani Umayah
b.      Khalifah-khalifah pada masa bani Umayah
c.       Kemajuan yang di capai pada masa bani Umayah di Spanyol
d.      Kemunduran
e.       Kehancuran




















BAB II
PEMBAHASAN
Asal-usul nama Daulah Umayah
“Daulah Umayah“ itu berasal dari nama ”Umayah ibnu ’abdi syam ibnu’ abdi manaf, yaitu Salah seorang dari pemimpin-pemimpin kabilah Qurais dizaman jahilia. Umayah ini senantiasa bersaingan dengan pamanya, Hasyim ibnu abdi manaf, untuk mmerebut pimpinnan dan kehormatan dalam masyarakat bangsanya. Dan ia memamng memiliki cukup unsure-unsur yang diperlukan untuk berkuasa dizaman jahilia itu, karna ia berasal dari bangsawan, serata mempunya cukup kekayaan dan mempunyai 10 orang putra-putra yang terhormat dalam masyarakat.[1]
Proses dan sebab-sebab berdirinya berdirinya Dinasti Bani Umayyah
Proses terbentuknya kekhalifahan Bani Umayyah dimulai sejak khalifah Utsman bin Affan tewas terbunuh oleh tikaman pedang Humran bin Sudan pada tahun 35 H/656 M. Pada saat itu khalifah Utsman bin Affan di anggap terlalu nepotisme (mementingkan kaum kerabatnya sendiri) dalam menunjuk para pembantu atau gubernur di wilayah kekuasaan Islam.
Masyarakat Madinah khususnya para shahabat besar seperti Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam mendatangi shahabat Ali bin Abi Thalib untuk memintanya menjadi khalifah pengganti Utsman bin Affan. Permintaan itu di pertimbangkan dengan masak dan pada akhirnya Ali bin Abi Thalib mau menerima tawaran tersebut. Pernyataan bersedia tersebut membuat para tokoh besar diatas merasa tenang, dan kemudian mereka dan para shahabat lainnya serta pendukung Ali bin Abi Thalib melakukan sumpah setia (bai’at) kepada Ali pada tanggal 17 Juni 656 M/18 Dzulhijah 35 H. Pembai’atan ini mengindikasikan pengakuan umat terhadap kepemimpinannya. Dengan kata lain, Ali bin Abi Thalib merupakan orang yang paling layak diangkat menjadi khalifah keempat menggantikan khalifah Utsman bin Affan.
Pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat oleh masyarakat madinah dan sekelompok masyarakat pendukung dari Kuffah ternyata ditentang oleh sekelompok orang yang merasa dirugikan. Misalnya Muwiyah bin Abi Sufyan gubernur Syiria dan Marwan bin Hakam yang ketika pada masa Utsman bin Affan, menjabat sebagai sekretaris khalifah.


Bani Umayyah adalah halifahan Islam pertama setelah masa Khulafa ar-Rasyidin yang memerintah dari 661-M sampai 750-M di Jazirah Arab dan sekitarnya, serta dari 756-M sampai 1031-M di Cordova, Spanyol. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin ‘Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Mu’awiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Mu’awiyah. Ia adalah pendiri dan Khalifah pertama Dinasti ini. Terbentuknya Dinasti ini dan Muawiyah memangku jabatan khalifah secara resmi, menurut ahli sejarah, terjadi pada tahun 660 M/40 H pada saat Umayah memproklamirkan diri menjadi khalifah di Iliyah (Palestina), setelah pihaknya dinyatakan oleh Majelis Tahkim sebagai pemenang, Pemerintahan Dinasti Umayah (41-132 H).[2]
Masa Kejayaan Dinasti Umayah
Pemindahan ibukota dari Madinah ke Damaskus melambangkan zaman imperium baru dengan menggesernya untuk selama-lamanya dari pusat Arabia, yakni Madinah yang merupakan pusat agama dan politik kepada sebuah kota yang kosmopolitan. Dari kota inilah daulat Umayah melanjutkan ekspansi kekuasaan Islam dan mengembangkan pemerintahan sentral yang kuat, yaitu sebuah imperium Arab.[3]
Selama berkuasa, Dinasti Umayyah terus melakukan perluasan wilayah hingga daerah kekuasaannya meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan, Pakistan, Purkmenia, Uzbek dan Kirgis di Asia Tengah.Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium dan Konstantinopel. Ada tiga hal yang menyebabkan Muawiyah terus berusaha merebut Byzantium, diantaranya adalah :
1.      Byzantium merupakan basis kekuatan agama Kristen Ortodoks, yang    pengaruhnya dapat membahayakan Islam.
2.       Orang-orang Byzantium sering mengadakan pemberontakan ke daerah-daerah Islam.
3.      Byzantium termasuk wilayah yang memiliki kekuasaan yang melimpah
Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukkan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (maghrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.
Selain wilayah kekuasaan yang sangat luas, di masa Dinasti Umayyah ini kebudayaan juga mengalami perkembangan, antara lain seni sastra, seni rupa, seni suara, seni bangunan, seni ukir dan lain sebagainya. Pada masa ini telah banyak bangunan hasil rekayasa umat islam dengan mengambil pola Romawi, Persia dan Arab. Salah satu dari bangunan itu adalah Masjid Damaskus yang dibangun pada masa pemerintahan Walid bin abdul Malik dengan hiasan dinding dan ukiran yang sangat indah. Contoh lain adalah bangunan masjid di Cordova yang terbuat dari batu Pualam.
Dinasti Umayyah  banyak menghasilkan pembangunan berbagai bidang, Muawiyah bin Abi Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tentu yang menyediakan kuda lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Spesialisasi jabatan Qadhi atau hakim yang berkembang menjadi profesi tersendiri. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Byzantium dan Persia dengan mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M yang memakai kata-kata dan tulisan Arab,[4] kemudian melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Pada masa Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M) banyak membangun panti-panti untuk orang cacat, jalan raya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
Masa Keruntuhan dan Kehancuran Dinasti Umayyah
Meskipun keberhasilan banyak dicapai daulah ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan inilah suksesi kekuasaan bersifat monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun temurun) mulai diperkenalkan, dimana ketika dia mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah. Dan kemudian Muawiyah bin Abu Sufyan dianggap tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan bin Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian kepemimpinan diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid bin Muawiyah sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.
Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid bin Muawiyah kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husain bin Ali Ibnul Abu Thalib dan Abdullah bin Zubair Ibnul Awwam. Bersamaan dengan itu, kaum Syi’ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-Yahudi) melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali, dan menghasut Husain bin Ali melakukan perlawanan.
Husain bin Ali sendiri juga dibaiat sebagai khalifah di Madinah, Pada tahun 680 M, Yazid bin Muawiyah mengirim pasukan untuk memaksa Husain bin Ali untuk menyatakan setia, Namun terjadi pertempuran yang tidak seimbang yang kemudian hari dikenal dengan Pertempuran Karbala, Husain bin Ali terbunuh, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbala sebuah daerah di dekat Kufah.
Kelompok Syi’ah sendiri bahkan terus melakukan perlawanan dengan lebih gigih dan diantaranya adalah yang dipimpin oleh Al-Mukhtar di Kufah pada 685-687 M. Al-Mukhtar (yang pada akhirnya mengaku sebagai nabi) mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali (yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua. Namun perlawanan Al-Mukhtar sendiri ditumpas oleh Abdullah bin Zubair yang menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husain bin Ali terbunuh. Walaupun dia juga tidak berhasil menghentikan gerakan Syi’ah secara keseluruhan.
Selain itu masih banyak gerakan-gerakan oposisi lainnya yang dapat diredakan. Hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz (717-720 M). Meskipun masa pemerinahannya sangat singkat, dia berhasil membina hubungan baik dengan kaum Syi’ah. Dia juga memberi kebebasan beragama dan beribadah sesuai kepercayaan yang diyakini masing-masing orang. Pajak diperingan dan kedudukan Mawali disejajarkan dengan muslim Arab.
Sepeninggal Umar bin Abdul Aziz , khalifah selanjutnya adalah Yazid ibn Abdul Malik (720-724 M) yang sangat menyukai kemewahan sehingga kurang memperhatikan kehidupan rakyat sehingga masyarakat menyatakan kofrontasi yang berlanjut hingga pemerintahan khalifah Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M). Bahkan pada masa ini muncullah kekuatan baru dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan Mawali yang nantinya mampu menggulingkan Dinasti Umayyah dan menggantinya dengan dinasti baru, Dinasti Abbasiyyah.
Sepeninggal Hisyam bin Abdul Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah tidak hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya pada tahun 750 M, Daulah Bani Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim Al-Khurasani. Marwan bin Muhammad khalifah terakhir Bani Umayyah melarikan diri ke Mesir, kemudian ditangkap dan dibunuh disana.
Faktor-faktor penyebab runtuhnya Dinasti Umayyah
·         Pergantian khalifah mengalami penyelewengan dari system musyawarah Islam diganti dengan system kerajaan.
·         Adanya pertentangan antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang makin meruncing.
·         Menyalahi perjanjian Madain antara Muawiyyah dan Hasan bin Ali.
·          Pengangkatan putra mahkota lebih dari satu.
·         Pemerintahan yang korup, boros dan bermewah-mewah dikalangan istana.
·          Memecat dan mengganti orang-orang dalam jabatannya dengan orang-orang yang disukai saja padahal pengganti itu tidak ahli.
·         Kurangnya perhatian pemerintah terhadap perkembangan agama sehingga menimbulkan pergolakan dari golongan agama.
·         Munculnya kekuasan baru yang dipelopori oleh Al-Abbas ibn Abdul Munthalib kekuasaan Dinasti bani Abbasiyyah.
Kronologi Dinasti Umayyah
1.         Tahun 661 M- Muawiyah menjadi khalifah dan mendirikan Bani Ummayyah.
2.        Tahun 670 M- Perluasan ke Afrika Utara. Penaklukan Kabul.
3.          Tahun 677 M- Penaklukan Samarkand dan Tirmiz. Serangan ke           Konstantinopel.
4.          Tahun 680 M- Kematian Muawiyah. Yazid I menaiki takhta. Peristiwa  pembunuhan Husain.
5.               Tahun 685 M- Khalifah Abdul-Malik menegaskan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi.
6.         Tahun 700 M- Kampanye menentang kaum Barbar di Afrika Utara.
7.         Tahun 711 M- Penaklukan Spanyol, Sind dan Transoxiana.
8.         Tahun 713 M- Penaklukan Multan.
9.         Tahun 716 M- Serangan ke Konstantinopel.
10.     Tahun 717 M- Umar bin Abdul-Aziz menjadi khalifah. Reformasi besar-besaran dijalankan.
11.     Tahun 725 M- Tentara Islam merebut Nimes di Perancis.
12.        Tahun 749 M- Kekalahan tentara Ummayyah di Kufah, Iraq terhadap tentara Abbasiyyah.
13.        Tahun 750 M- Damsyik direbut oleh tentara Abbasiyyah. Kejatuhan Kekhalifahan Bani Ummaiyyah.
14.        Tahun 756 M- Abdurrahman Ad-Dakhil menjadi khalifah Muslim di Kordoba. Memisahkan diri dari Abbasiyyah.
BAB III
Kesimpulan
Bani Umayyah adalah khalifahan Islam pertama setelah masa Khulafa ar-Rasyidin yang memerintah dari 661-M sampai 750-M di Jazirah Arab dan sekitarnya, serta dari 756-M sampai 1031-M di Cordova, Spanyol. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin ‘Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Mu’awiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Mu’awiyah. Ia adalah pendiri dan Khalifah pertama Dinasti ini. Terbentuknya Dinasti ini dan Muawiyah memangku jabatan khalifah secara resmi, menurut ahli sejarah, terjadi pada tahun 660 M/40 H pada saat Umayah memproklamirkan diri menjadi khalifah di Iliyah (Palestina), setelah pihaknya dinyatakan oleh Majelis Tahkim sebagai pemenang, Pemerintahan Dinasti Umayah (41-132 H).
Setelah itu Pada Masa Kejayaan Dinasti Umayah Pemindahan ibukota dari Madinah ke Damaskus melambangkan zaman imperium baru dengan menggesernya untuk selama-lamanya dari pusat Arabia, yakni Madinah yang merupakan pusat agama dan politik kepada sebuah kota yang kosmopolitan. Dari kota inilah daulat Umayah melanjutkan ekspansi kekuasaan Islam dan mengembangkan pemerintahan sentral yang kuat, yaitu sebuah imperium Arab.










DAFTAR PUSTAKA
A.Sayalabi, sejarah kebudayaan islam 3, Jakarta : PT. pustaka al husna, 2003
A.Sayalabi, sejarah kebudayaan islam 2, Jakarta : PT. pustaka al husna, 1992
Shmad al usairy, sejara islam ,Jakarta :akbar media eka sarana, 2003
Musyrifa sunanto, sejara islam klasik, bogor kencana 2003


















1.      Muawiyah bin abu sufyan (41-60 h/661-779 m)
Muawiyah bin abu sufyan bin Harb  bin umayyah bin Abd Syams. Ikut bersama-sama dengan orang musyrikin setelah ada anggin kencang. Muawiyah masuk islam pada tahun 6 H/627M, saat terjadi perjanjian Hudaibiyah. Dia menyembunyikan keislamannya dan dia tampakkan keislamannya itu pada tahun 8 H saat terjadi penaklukan Mekah tatkala orang-orang Quraisy beramai-ramai masuk islam. Muawiyah adalah salah seorang penulis wahyuh Rasulullah dan meriwayatkan sedikitnya 163 Hadits dari Rasulullah kemudian Muawiyah ikut dalam perang yarmuk dan membuka syam di bawa pimpinan saudaranya yazid. Dia juga berhasil menaklukan Qaisariyah dan sebagian pesisir wilayah syam. Muawiyah meninggal pada tahun 60 H/679M setelah memrinta selama 20 tahun.
2.      Yazid bin muawiyah (60-64 H/679-683M)
Yazid bin muawiyah bin abu Sufyan. Dia tumbuh dalam keadaan serba mewah dan manja. Tatkalah dia tumbuh dewasa dia cendrung melakukan hal yang sia-sia dan senag berburu. Dia menjadi khlifah setelah ayahnya meninggal. Pada masa pemeritahanya hanya terjadi penaklukan di Afrika saja dan tidak menlancarkan ekspansi ke tempat lain karena adanya genjolak dalam negeri. Dia meninggal pada bulan rabiul awal tahun 64 H/683 M. masa pemerintahanya selama empat tahun.
Peristiwah – peristiwah di dalam Negeri
a.       Pemberontakan Syiah
b.      Tragedi karbelah
c.       Peristiwah Hurrah dan penghalalan Madinah
3.      Muawiyah bin Yazid (64-64 H/683-683 M)
Muawiyah ibn Yazid menjabat sebagai khalifah setelah ayahnya meninggal pada tahun 683-683 M dalam usia 23 tahun, sedangkan masa pemeritahanya sangatlah pendek dan mengundurkan diri karena sakit dan fisiknya lemah.

4.      Marwan bin Al-Hakam (64-65 H/683-685 M)
Ia pernah menjabat sebagai penasihat Khalifah Ustman bin Affan. Untuk mengukuhkan jabatannya,maka ia sengaja mengawini janda Khalifah Yazid, Ummu Khalid.
5.       Malik bin Marwan (65-86 H/685-705 M)
Khalifah Abdul Malik bin Marwan mewarisi pemerintahan ayahnya dalam keadaan yang belum aman dan pemerintahan yang belum tertib. Oleh karena itu, perjuangannya dicurahkan untuk mengamankan negerinya dari ancaman-ancaman pemberontakan. Karena itu, Abdul Malik tidak mengadakan perluasan kedaerah luar.
Pemberontakan-pemberontakan yang dihadapi khalifah ialah pemberontakan golongan Syi’ah (66 H/686 M). Kaum pemberontak bergerak dari Kuffah menuju ‘Ainul Wardah (dekat sungai Eufrat). Pemberontakan tersebut akhirnya dapat ditindas oleh pasukan Abdul Malik yang jumlahnya 30.000 orang dan dipimpin oleh Abdullah bin Ziyad.
Tetapi tak lama kemudian pemberontakan dari partai Syi’ah muncul kembali dan dipimpin oleh Mukhtar seorang gubernur Irak. Ia dapat menghancurkan pasukan Abdullah bin Ziyad dan Adullah mati terbunuh.
Pasukan Abdul Malik mulai bergerak dari Irak dan berhasil merebut Irak dengan terbunuhnya gubernur Irak yaitu Mash’ab (pengganti Mukhtar). Setelah pemberontakan besar dapat dipadamkan, Abdul Malik berusaha mengadakan pembersihan terhadap kaum Khawarij yang selalu membuat

6.       Walid bin Abdul Malik (86-96 H/705-715 M)
      Sekalipun Abdul Malik tidak mengadakan perluasan daerah ke lur, tetapi dia berhasil menegakkan dan mengokohkan kesatuan dan persatuan umat Islam. Pada zaman pemerintahan Walid  bin Abdul Malik itulah kebesaran Bani Umayyah tampak nyata. Segenap rakyat cinta kepadanya. Boleh dikatakan bahwa Muawiyah pendirinya, Abdul Malik yang menstabilkan kekuasaan dan Walid bin Abdul Malik yang meneguhkan dan membawanya ke zaman keemasan.

7.      Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H/715-717 M)
Menjadi khalifah pada usia 42 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 2 tahun, 8 bulan. Ia tidak memiliki kepribadian yang kuat, sehingga mudah dipengaruhi penasihat-penasihat di sekitar dirinya.
8.      Umar bin Abdul Aziz (99-101 H/717-720 M)
Ibunda Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bernama Laela binti Ashim, yaitu cucu Umar bin Khatab dan istrinya bernama Fatimah binti Abdul Aziz, cucu Umar bin Khatab.
Oleh karena itu dia banyak memiliki sifat-sifat mulia seperti moyangnya, Umar bin Abdul Aziz bersifat sopan santun, adil, sederhana, takwa kepada Allah, dan sangat cinta kepada ayahnya. Sewaktu masih kecil dia sering memohon restu kepada neneknya Abdul bin Khatab. Disbanding dengan pemerintahan khalifah Bani Umayyah, Umar Abdul Aziz memiliki keistimewaan, diantaranya sebagai berikut:
1)      Jabatan khalifah yang akan dipangkunya ditawarkan dahuli kepada rakyat, dan ternyata mayoritas rakyat menyetujui Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah.
2)      Mementingkan agama daripada politik
3)      Mementingkan persatuan umat Islam dari pada golongan
4)      Pernyiaran Islam disiarkan dengan jalan damai
5)      Adil terhadap semua pihak
Umar berusaha membuat keadaan Negara setentram-tentramnya dalam suasana kehidupan yang Islam. Untuk itu dia mengambil tindakan-tindakan politik yang bersumber pada kehendak rakyat antara lain:
1)      Memecat para wali pejabat-pejabat lainnya yag tidak cakap dan tidak mementingakan kemajuan agama dan Negara (diantaranya ialah Yazid bin Mahlab)
2)      Menghentikan segala sikap yang bersifat memusuhi terhadap Ali dan golongan Syi’ah baik di tempat umum maupun dalam khutbah Jum’at
9.  Yazid bin Abdul Malik (101-105 H/720-724 M)
Masa pemerintahannya berlangsung selama 4 tahun, 1 bulan. Ia adalah seorang penguasa yang sangat gandrung terhadap kekuasaan.
10.  Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/724-743 M)
      Empat orang putra Abdul Malik, yaitu Al-Walid, Sulaiman, Yazid, dan Hisyam diangkat menjadi putra mahkota dan keempatnya berhasil menjadi khalifah. Oleh karena itu, Abdul Malik disebut “Abul Muluk” (ayah raja-raja). Hisyam adalah anak Abdul Malik yang terakhir menjadi khalifah.
Hisyam bin Abdul Malik berlainan sifat dengan saudaranya Yazid bin Abdul Malik. Hisyam termasuk khalifah Bani Umayyah yang bijaksana dan kuat seperti Muawiyah dan Abdul Malik. Adapun usaha-usaha yang dilakukan oleh Hisyam bin Abdul Malik ialah sebagai berikut:
1)      Menumpas pemberontakan
Pada waktu Hisyam memerintah timbul beberapa pemberontakan. Orang yang melakukan pemberontakan pada masa itu ialah:
a)      Zaid bin Ali bin Husain (Zainal Abidin)
b)      Yahya bin Yazid
2)      Perluasan Daerah
Hisyam bin Abdul Malik mengadakan perluasan ke beberapa daerah, sebagai berikut:
a)      Perluasan ke negeri Tilfis
Pasukan ke Tilfis dipimpin oleh Jarrah dan bertempur dengan raja Tilfis yang bernama Khzar. Karena Jarrah kalah mati terbunuh, maka dikirim lagi pasukan yang dipimpin Sa’id Al-Barasyi, kali ini Tilfis dapat direbut.
b)      Perluasan di Andalusia
Pada zaman itu, amir di Andalusia bernama Abdur Rahman Alghafiq mengadakan penyerbuan sampai di kota Taurs (perbatasan antara Spanyol dengan Perancis). Sampai di tempat itu pasukan Islam tidak berdaya melanjutkan perluasan ke Negara lain di Eropa Barat, karena dipukul oleh Karel Martel (seorang panglima Perancis yang masyhur). Sejak itu pasukan Islam tidak lagi mengadakan perluasan ke daerah Eropa Barat yang lain, tetapi tidak berarti penyiaran Islam ke Eropa Barat berhenti sampai di situ, melainkan terus memasuki pelosok-pelosok negeri Eropa Barat hingga masa kini.
11.  Walid bin Yazid (125-126 H/743-744 M)
Masa pemerintahannya selama 1 tahun, 2 bulan. Ia adalah salah seorang khalifah yang berkelakuan buruk.
12.  Yazid bin Walid (126-127 H/744-745 M)
Masa pemerintahannya berlangsung selama 16 bulan dan dia wafat pada usia 46 tahun. Selain itu, masa pemerintahannya penuh kemelut dan kekacauan.
13.  Ibrahim bin Walid (127-127 H/745-745 M)
Pada masa pemerintahannya keadaan negara semkin kacau dan dia memerintah selama 3 bulan dan wafat pada tahun 132 H.
14.  Marwan bin Muhammad (127-132 H/745-750 M)
Setelah Yazid wafat, dia diganti oleh saudaranya yang bernama Ibrahim bin Walib bin Abdul Malik. Tetapi Ibrahim tidak mendapat dukungan rakyat. Kemudian timbul beberapa pemberontakan. Pemberontakan yang paling kuat ialah yang dipimpin oleh Marwan bin Muhammad seorang gubernur Armenia yang tidak puas.
Dari Armenia Marwan dapat merebut beberapa kota dan akhirnya berhasil menguasai kota Damaskus. Mulai saat itulah Marwan mengangkat dirinya menjadi seorang khalifah yang berkedudukan di ibukota Damaskus
Adapun usaha Marwan dalam menumpas pemberontak adalah dengan mengerahkan pasukannya yang berjumlah 120.000 orang menyerbu pasukan Abdullah di dekat sungai Alzab. Tetapi Marwan kalah dan lari menyeberangi sungai Tigris mebuju kita Hurran hingga tiba di Damaskus. Jejak Marwan itu selalu diikuti oleh Abdullah.
Marwan mengembara sampai di daerah Sudan dan terus ke Mesir. Disana Abdullah menyerahkan tugas kepada Saleh bin Ali untuk memburu Marwan. Di desa Bushaer daerah Alfayyum terjadilah pertempuran antara Shaleh dengan Marwan. Akhirnyya Marwan kalah terbunuh. Kepala Marwan disula dan dikirim ke hadapan Abu Abbas di Kuffah.
Dengan meninggalnya Marwan bin Muhammad, berarti berakhirlah Daulah Bani Umayyah setelah berkuasa selama 90 tahun. kemudian digantikan oleh Daulah Bani Abbasiyah dari Bani Hasyim yang berdiri di Irak.


Pada masa Dinasti bani Umayyah di Spanyol

Penaklukan Spanyol oleh pasukan Islam terjadi pada masa khalifah Al-Wahid banal-Malik, di bawah pimpinan Tarikh bin Ziyad dan Musa bin Nusair. Di bawah pemerintahan kerajaan Visigoth, Kordova yang sebelumnya makmur menjadi mundur. Kemakmurannya bangkit kembali di masa kekuasaan Islam. Pada tahun 756 M, kota ini menjadi ibukota dan pusat pemerintahan Bani Umayyah di Spanyol, setelah Bani Umayyah di Damaskus jatuh ke tangan Bani Abbas tahun 750 M. Penguasa Bani Umayyah pertama di Spanyol adalah Abd Al-Rahman Al-Dakili. Kekuasaan Bani Umnayyah di Andalus ini berlangsung dari tahun 756 M sampai 1031 M.
Sebagai ibukota pemerintahan,Kordova di masa Bani Umyyah mengalami perkembangan yang pesat. Banyak bangunanan baru yang didirikan seperti istana, dan masjid-masjid. Sebuah jembatan dengan gaya arsitektur Islam yang mempunyai 16 lengkungan dalam gaya Romawi, menghubungkan Kordova dengan daerah pinggiran di seberang sungai. Di sebelah baa jembaan itu didirikan istana Al-Cazar. Perkembangan kota ini mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Abd Al-Rahman Al-Nashir di pertengahan abad ke-10 M. Pada masa pemerintahan Islam, Kordova juga terkenal sebagai pusat kerajinan barang-barang dari perak, sulaman-sulaman dari sutera dan kulit yang mempunyai bentuk khusus. Pada tahun 1236 M, Kordova direbut oleh tentara Kristen dibawah pimpinan Ferdinand III dari Kastila. Setelah itu, supremasi Islam di Spanyol mulai mengalami zaman kemunduran.
Pada zaman pemerintahan Bani Umayyah di Spanyol, Kordova menjadi pusat ilmu pengetahuan. Di kota itu berdiri Universitas Kordova. Banyak ilmuan dari dunia Islam bagian timur yang tertarik untuk mengajar di universitas ini. Di samping itu, di kota ini terdapat sebuah perpustakaan besar yang mempunyai koleksi buku kira-kira 400.000 judul. Daftar bagian dari buku-buku itu terkumpul dalam 44 jilid buku. Kemajuan ilmu pengetahuan disana tidak terlepas dari dua orang khalifah pencinta ilmu, Abd Al-Rahman Al-Nashir dan anaknya Al-Hakam. Yang disebut terakhir ini memerintahkan untuk mencari dan membeli buku-buku ilmu pengetahuan, baik klasik maupun kontemporer. Bahkan, ia ikut langsung dalam pengumpulan buku itu. Ia menulis surat kepada penulis-penulis terkenal untuk mendapatkan karyanya dengan imbalan yang tinggi. Pada masanyalah tercapai apa yang dinamakan masa keemasan ilmu pengetahuan dan sastra Spanyol Islam.
Mengutip penyair Inggris, Syekh Amir Ali melukiskan Kordova : “Istana-istana dan taman-taman Kordova adalah indah, tetapi tidak kurang kekaguman orang terhadapnya mengenai soal-soal yang lebih tinggi. Maha guru dan guru-gurunya menadikannya pusat kebudayaan di Eropa, siswa-siswa biasanya berdatangan dari seluruh pelosok Eropa untuk belajar kepada dokter-dokternya yang masyhur”. Astronomi, geografi, dan ilmu kimia, sejarah alam semuanya dipelajari dengan bersemangat di Kordova.
Di bidang kesusasteraan, pada zaman Umayyah mendapat perhatian besar, baik dari penguasa maupun masyarakat, sehingga menjadi popular, bahkan menjadi buah bibir. Lain lagi perkembangan kesusastraan yang berkembang di Eropa ketika itu, kurang mendapat perhatian. Masjid-masjid di Kordova banyak dikunjungi oleh ribuan siswa/mahasiswa dari berbagai wilayah untuk belajar filsafat dan ilmu agama. Mengutip pendapat Rfenan, Amir Ali menyebutkan zaman emasnya kesusastraan dan ilmu di Spanyol terjadi ketika daerah ini di bawah pemerintahan Hakam Al-Mustansir Billah yang meninggal tahun 976 M. Pada masa jayanya, di Kordova terdapat 491 masjid dan 900 pemandian umum. Karena air di kota ini tak dapat diminum, pnguasa mulim mendirikan saluran air pegunungan yang panjangnya 80 km.

b.  Granada
Kota Granada terletak di tepi sungai Genil di kaki guunung Sierra Nevada, berdekatan dengan pantai laut mediterania (Laut Tengah). Granada semula adalah tempat tinggal Iberia, kemudian menjadi kota orang Romawi dan baru terkenal setelah ada di tangan orang Islam. Kota I I berada di bawah kekuasaan Islam hamper bersamaan dengan kota-kota lain di Spantol yang ditaklukkan oleh tentara Bani Umayyah di bawah pimpinan Tarikh bin Ziyad dan Musa bin Nushair tahun 711 M. Pada masa pemerintahan Bani Umayyah di Spanyol, kota ini disebut Andalusia Atas.
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah di Andalusia, Granada mengalami perkembangan pesat. Setelah Bani Umayyah mengalami kemunduran tahun 1031 M, dalam jangka waktu 60 tahun, Granada diperintah oleh dinasti setempat, yaitu dinasti Zirids. Setelah itu Granada jatuh kebawah pemerintahan Al-Murabithun, sebuah dinasti Barbar dari Afrika Utara pada tahun 1090 M. Al-Murrabithun berkuasa disana sampai tahun 1149 M. Pada masa pemerintahannya, banyak istana dibangun disana.
Pada abad ke-12, Granada menjadi kota terbesar kelima di Spanyol. Kota ini dikelilingi oleh tembok. Struktur penduduknya terdiri atas campuran dari berbagai bangsa terutama Arab, Barbar, dan Spanyol yang menganut tiga agama besar Islam, Kristen, dan Yahudi. Penganut agama tinggal di dalam sektornya masing-masing di kota itu. Sejak abad ke-13, Granada diperintah oleh dinasti Nasrid selama lebih kurang 250 tahun. Pada masa itulah di bangun buah istana indah dan megah yang terkenal dengan nama istana Al-Hambra, yang bearti merah. Batu-batu dan ornamen nama yang terdapat di dalamnya memang hamper seluruhnya berawrna merah. Istana ini dibangun oleh arsitek-arsitek muslim pada tahun 1238 M dan terus dikembangkan sampai tahun 1358 M. Istana ini terletak di sebelah timur Al-Kazaba, sebuah benteng tentara Islam. Granada terkenal dengan tembok dan 20 menara yana mengitarinya. Pada masa pemerintahan Muhammad V (1354-1391 M), Granada mencapai puncak kejayaannya, baik dalam asitektur maupun dalam bidang politik. Akan tetapi, menjelang akhir abad ke-15 pemerintah menjadi lemah terutama karena perpecahan keluarga. Pada tahun 1492, kota ini jatuh ketangan penguasa Kristen, raja Ferdinand dan Isabella. Selanjutnya, tahun 1610 M orang-orangg Islam diusir dari kota ini oleh penguasa Kristen.

Kemajuan yang di capai
a. Kemajuan-kemajuan yang dicapai bidang politik
b. Kemajuan-kemajuan yang dicapai di bidang ilmu pengetahuan
 1) Kemajuan Intelektual
 2) Kemajuan di bidang Filsafat
   a) Kemajuan dalam ilmu agama yang disebut Al-Ulum Islamiyah
     -Ilmu qiraat
     -Ilmu Tafsir
     -Ilmu Hadits
     -Ilmu Nahwu  dan Syaraf
     -IlmuTarikh
   b) Kemajuan dalam ilmu pengetahuan umum yang disebut Al-Ulumud Dakhliyah
     -Ilmu Kimia
     -Ilmu Kedokteran
     -Ilmu Bumi (geografi)
     -Ilmu Astonomi
   c) Bidang Seni
     -Seni Sastra
     -Seni Lukis
     -Seni Ukir
     -Seni Pahat
     -Seni Suara
     -Seni Pidato
     -Seni Insya (seni mengarang surat)



[1] A. Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam 2, Jakarta: PT Pustaka alhusna, hlm 24
[2] Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam, Jakarta: Akbar media eka sarana, hlm 181
[3] John L. Esposito, Islam dan politik, (Jakarta: Bulan Bintang,1990)

[4] Imam As-Suyuthi, Tarikh Khulafa’, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003), hlm. 258.

1 komentar: