BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejarah Peradaban Islam adalah sesuatu yang wajib kita
ketahui sebagai umat Islam, karena dari Sejarah Peradaban Islam tersebut kita
dapat belajar banyak hal dan banyak nilai-nilai moral yang kita dapat seperti
mempelajari hasil kebudayaan pada suatu peradaban dan sistem pemerintahannya.
Dari sinilah kita akan memperoleh nilai-nilai sosial, moral, budaya, pendidikan
dan politik. Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan pada periode Islam
klasik.
Andalusia mencapai puncak keemasannya.Banyak prestasi yang mereka
peroleh bahkan pegaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia kepada kemajuan yang
lebih kompleks, Andalusia juga dikatakan mampu menyaingi Baghdad yang ada di
timur. Selama delapan abad, Islam pernah berjaya di bumi Eropa (Andalusia) dan
membangun peradaban yang gemilang.
Namun peradaban yang di bangun dengan susah payah dan kerja
keras kaum Muslimin itu, harus ditinggalkan dan dilepas begitu saja karena
kelemahan-kelemahan yang terjadi di kalangan kaum Muslimin sendiri dan karena
keberhasilan Bangsa Barat atau Eropa bangkit dari keterbelakangan. Kebangkitan
yang meliputi hampir semua element peradaban, terutama di bidang politik yakni
dengan dikalahkannya kerjaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya sampai
kemajuan di bidang sains dan teknologi.
Masa yang silam
kemajuan peradaban manusia terjadi pada masa kekuasaan Islam di hampir semua
belahan dunia. Disaat di Eropa sedang berada dalam masa kegelapan (the
darkness), di dunia Islam sendiri sedang berada dalam masa kejayaan.
Baghdad dan Cordova merupakan salah satu bukti betapa tinggi dan majunya
peradaban Islam pada masa itu. Pada masa kekuasaan Khalifah Bani Umayyah al
Muntashir di Andaluisa, selain istana-istana yang megah, jalan-jalan sudah
diperkeras dan diberi penerangan pada malam hari.
Dari sisi ilmu pengetahuan, tidak hanya dari kalangan
muslim sendiri, orang-orang barat pun telah mengakui, bahwa sebagian besar
dasar-dasar ilmu pengetahuan di lahirkan oleh para ilmuwan muslim. Begitu pula
dengan masa kebangkitan Eropa yang tidak lepas dari pengaruh perkembangan ilmu
pengetahuan di dunia Islam. Peradaban masa
kini merupakan bagian dari rantai sejarah yang tidak putus dan dengan meneliti
dan memahami sejarah peradaban Islam pada masa Bani Umayyah di Andalusia kita akan dapat memetakan
rentetan sejarah peradaban Islam yang merupakan bagian dari rantai evolusi
hingga masa kini.
Rumusan Masalah
1. Jelaskan Perkembangan
Islam Pada Masa Bani Umayah di Damaskus dan Spanyol/Sisilia :
a. Sejarah
Berdirinya Bani Umayah
b. Khalifah-khalifah
pada masa bani Umayah
c. Kemajuan
yang di capai pada masa bani Umayah di Spanyol
d. Kemunduran
e. Kehancuran
BAB
II
PEMBAHASAN
Asal-usul nama Daulah
Umayah
“Daulah
Umayah“ itu berasal dari nama ”Umayah ibnu ’abdi syam ibnu’ abdi manaf, yaitu
Salah seorang dari pemimpin-pemimpin kabilah Qurais dizaman jahilia. Umayah ini
senantiasa bersaingan dengan pamanya, Hasyim ibnu abdi manaf, untuk mmerebut
pimpinnan dan kehormatan dalam masyarakat bangsanya. Dan ia memamng memiliki
cukup unsure-unsur yang diperlukan untuk berkuasa dizaman jahilia itu, karna ia
berasal dari bangsawan, serata mempunya cukup kekayaan dan mempunyai 10 orang
putra-putra yang terhormat dalam masyarakat.[1]
Proses
dan sebab-sebab berdirinya berdirinya Dinasti Bani Umayyah
Proses terbentuknya kekhalifahan
Bani Umayyah dimulai sejak khalifah Utsman bin Affan tewas terbunuh oleh
tikaman pedang Humran bin Sudan pada tahun 35 H/656 M. Pada saat itu khalifah
Utsman bin Affan di anggap terlalu nepotisme (mementingkan kaum kerabatnya
sendiri) dalam menunjuk para pembantu atau gubernur di wilayah kekuasaan Islam.
Masyarakat Madinah khususnya para
shahabat besar seperti Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam mendatangi
shahabat Ali bin Abi Thalib untuk memintanya menjadi khalifah pengganti Utsman
bin Affan. Permintaan itu di pertimbangkan dengan masak dan pada akhirnya Ali
bin Abi Thalib mau menerima tawaran tersebut. Pernyataan bersedia tersebut
membuat para tokoh besar diatas merasa tenang, dan kemudian mereka dan para
shahabat lainnya serta pendukung Ali bin Abi Thalib melakukan sumpah setia
(bai’at) kepada Ali pada tanggal 17 Juni 656 M/18 Dzulhijah 35 H. Pembai’atan
ini mengindikasikan pengakuan umat terhadap kepemimpinannya. Dengan kata lain,
Ali bin Abi Thalib merupakan orang yang paling layak diangkat menjadi khalifah
keempat menggantikan khalifah Utsman bin Affan.
Pengangkatan Ali bin Abi Thalib
sebagai khalifah keempat oleh masyarakat madinah dan sekelompok masyarakat
pendukung dari Kuffah ternyata ditentang oleh sekelompok orang yang merasa
dirugikan. Misalnya Muwiyah bin Abi Sufyan gubernur Syiria dan Marwan bin Hakam
yang ketika pada masa Utsman bin Affan, menjabat sebagai sekretaris khalifah.
Bani Umayyah adalah halifahan Islam pertama setelah masa Khulafa
ar-Rasyidin yang memerintah dari 661-M sampai 750-M di Jazirah Arab dan
sekitarnya, serta dari 756-M sampai 1031-M di Cordova, Spanyol. Nama dinasti
ini dirujuk kepada Umayyah bin ‘Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah
pertama Bani Umayyah, yaitu Mu’awiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut
juga dengan Mu’awiyah. Ia adalah pendiri dan Khalifah pertama Dinasti ini.
Terbentuknya Dinasti ini dan Muawiyah memangku jabatan khalifah secara resmi,
menurut ahli sejarah, terjadi pada tahun 660 M/40 H pada saat Umayah
memproklamirkan diri menjadi khalifah di Iliyah (Palestina), setelah pihaknya
dinyatakan oleh Majelis Tahkim sebagai pemenang, Pemerintahan Dinasti Umayah
(41-132 H).[2]
Masa Kejayaan Dinasti Umayah
Pemindahan ibukota dari Madinah ke Damaskus melambangkan
zaman imperium baru dengan menggesernya untuk selama-lamanya dari pusat Arabia,
yakni Madinah yang merupakan pusat agama dan politik kepada sebuah kota yang
kosmopolitan. Dari kota inilah daulat Umayah melanjutkan ekspansi kekuasaan
Islam dan mengembangkan pemerintahan sentral yang kuat, yaitu sebuah imperium
Arab.[3]
Selama
berkuasa, Dinasti Umayyah terus melakukan perluasan wilayah hingga daerah
kekuasaannya meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arabia,
Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan, Pakistan, Purkmenia, Uzbek dan
Kirgis di Asia Tengah.Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang
terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan
kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur,
dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke
Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke
ibu kota Bizantium dan Konstantinopel. Ada tiga hal yang menyebabkan Muawiyah
terus berusaha merebut Byzantium, diantaranya adalah :
1.
Byzantium
merupakan basis kekuatan agama Kristen Ortodoks, yang pengaruhnya dapat membahayakan Islam.
2.
Orang-orang Byzantium sering mengadakan pemberontakan ke
daerah-daerah Islam.
3.
Byzantium
termasuk wilayah yang memiliki kekuasaan yang melimpah
Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan
kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan
mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkanabad,
Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India
dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman
Al-Walid bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman,
kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa
pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu
ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa,
yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukkan, Tariq
bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang
memisahkan antara Maroko (maghrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu
tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara
Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi
selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya dapat dikuasai.
Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang
dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan Islam
memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat
setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.
Selain wilayah kekuasaan yang sangat luas, di masa Dinasti
Umayyah ini kebudayaan juga mengalami perkembangan, antara lain seni sastra,
seni rupa, seni suara, seni bangunan, seni ukir dan lain sebagainya. Pada masa
ini telah banyak bangunan hasil rekayasa umat islam dengan mengambil pola
Romawi, Persia dan Arab. Salah satu dari bangunan itu adalah Masjid Damaskus
yang dibangun pada masa pemerintahan Walid bin abdul Malik dengan hiasan
dinding dan ukiran yang sangat indah. Contoh lain adalah bangunan masjid di
Cordova yang terbuat dari batu Pualam.
Dinasti Umayyah
banyak menghasilkan pembangunan berbagai bidang, Muawiyah bin Abi Sufyan
mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tentu yang menyediakan kuda lengkap
dengan peralatannya di sepanjang jalan. Menertibkan angkatan bersenjata dan
mencetak mata uang. Spesialisasi jabatan Qadhi atau hakim yang berkembang
menjadi profesi tersendiri. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Byzantium
dan Persia dengan mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M yang memakai
kata-kata dan tulisan Arab,[4]
kemudian melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan
memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
Pada masa Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M) banyak membangun panti-panti
untuk orang cacat, jalan raya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan
masjid-masjid yang megah.
Masa Keruntuhan dan Kehancuran Dinasti Umayyah
Meskipun keberhasilan banyak dicapai daulah ini, namun tidak
berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Pada masa Muawiyah
bin Abu Sufyan inilah suksesi kekuasaan bersifat monarchiheridetis
(kepemimpinan secara turun temurun) mulai diperkenalkan, dimana ketika dia
mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, yaitu
Yazid bin Muawiyah. Dan kemudian Muawiyah bin Abu Sufyan dianggap tidak
mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan bin Ali ketika dia naik tahta, yang
menyebutkan bahwa persoalan penggantian kepemimpinan diserahkan kepada pemilihan
umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid bin Muawiyah sebagai putera
mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang
mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.
Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta, sejumlah tokoh
terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid bin Muawiyah
kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa
penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa
tunduk, kecuali Husain bin Ali Ibnul Abu Thalib dan Abdullah bin Zubair Ibnul
Awwam. Bersamaan dengan itu, kaum Syi’ah (pengikut Abdullah bin Saba’
al-Yahudi) melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali, dan menghasut
Husain bin Ali melakukan perlawanan.
Husain bin Ali sendiri juga dibaiat sebagai khalifah di
Madinah, Pada tahun 680 M, Yazid bin Muawiyah mengirim pasukan untuk memaksa
Husain bin Ali untuk menyatakan setia, Namun terjadi pertempuran yang tidak
seimbang yang kemudian hari dikenal dengan Pertempuran Karbala, Husain bin Ali
terbunuh, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur
di Karbala sebuah daerah di dekat Kufah.
Kelompok Syi’ah sendiri bahkan terus melakukan perlawanan dengan lebih gigih dan diantaranya adalah yang dipimpin oleh Al-Mukhtar di Kufah pada 685-687 M. Al-Mukhtar (yang pada akhirnya mengaku sebagai nabi) mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali (yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua. Namun perlawanan Al-Mukhtar sendiri ditumpas oleh Abdullah bin Zubair yang menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husain bin Ali terbunuh. Walaupun dia juga tidak berhasil menghentikan gerakan Syi’ah secara keseluruhan.
Kelompok Syi’ah sendiri bahkan terus melakukan perlawanan dengan lebih gigih dan diantaranya adalah yang dipimpin oleh Al-Mukhtar di Kufah pada 685-687 M. Al-Mukhtar (yang pada akhirnya mengaku sebagai nabi) mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali (yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua. Namun perlawanan Al-Mukhtar sendiri ditumpas oleh Abdullah bin Zubair yang menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husain bin Ali terbunuh. Walaupun dia juga tidak berhasil menghentikan gerakan Syi’ah secara keseluruhan.
Selain itu masih banyak gerakan-gerakan oposisi lainnya yang
dapat diredakan. Hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa
pemerintahan Umar bin Abdul Aziz (717-720 M). Meskipun masa pemerinahannya
sangat singkat, dia berhasil membina hubungan baik dengan kaum Syi’ah. Dia juga
memberi kebebasan beragama dan beribadah sesuai kepercayaan yang diyakini
masing-masing orang. Pajak diperingan dan kedudukan Mawali disejajarkan dengan
muslim Arab.
Sepeninggal Umar bin Abdul Aziz , khalifah selanjutnya
adalah Yazid ibn Abdul Malik (720-724 M) yang sangat menyukai kemewahan
sehingga kurang memperhatikan kehidupan rakyat sehingga masyarakat menyatakan
kofrontasi yang berlanjut hingga pemerintahan khalifah Hisyam bin Abdul Malik
(724-743 M). Bahkan pada masa ini muncullah kekuatan baru dari kalangan Bani
Hasyim yang didukung oleh golongan Mawali yang nantinya mampu menggulingkan
Dinasti Umayyah dan menggantinya dengan dinasti baru, Dinasti Abbasiyyah.
Sepeninggal Hisyam bin Abdul Malik, khalifah-khalifah Bani
Umayyah tidak hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat
golongan oposisi. Akhirnya pada tahun 750 M, Daulah Bani Umayyah digulingkan
Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim Al-Khurasani. Marwan bin Muhammad
khalifah terakhir Bani Umayyah melarikan diri ke Mesir, kemudian ditangkap dan
dibunuh disana.
Faktor-faktor penyebab runtuhnya Dinasti Umayyah
Faktor-faktor penyebab runtuhnya Dinasti Umayyah
·
Pergantian
khalifah mengalami penyelewengan dari system musyawarah Islam diganti dengan
system kerajaan.
·
Adanya
pertentangan antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani
Kalb) yang makin meruncing.
·
Menyalahi
perjanjian Madain antara Muawiyyah dan Hasan bin Ali.
·
Pengangkatan putra mahkota lebih dari satu.
·
Pemerintahan
yang korup, boros dan bermewah-mewah dikalangan istana.
·
Memecat dan mengganti orang-orang dalam jabatannya dengan
orang-orang yang disukai saja padahal pengganti itu tidak ahli.
·
Kurangnya
perhatian pemerintah terhadap perkembangan agama sehingga menimbulkan pergolakan
dari golongan agama.
·
Munculnya
kekuasan baru yang dipelopori oleh Al-Abbas ibn Abdul Munthalib kekuasaan
Dinasti bani Abbasiyyah.
Kronologi Dinasti Umayyah
1.
Tahun
661 M- Muawiyah menjadi khalifah dan mendirikan Bani Ummayyah.
2. Tahun 670 M- Perluasan ke Afrika Utara.
Penaklukan Kabul.
3.
Tahun 677 M- Penaklukan Samarkand dan Tirmiz. Serangan ke Konstantinopel.
4.
Tahun 680 M- Kematian Muawiyah. Yazid I
menaiki takhta. Peristiwa pembunuhan
Husain.
5.
Tahun
685 M- Khalifah Abdul-Malik menegaskan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi.
6.
Tahun
700 M- Kampanye menentang kaum Barbar di Afrika Utara.
7.
Tahun
711 M- Penaklukan Spanyol, Sind dan Transoxiana.
8.
Tahun
713 M- Penaklukan Multan.
9.
Tahun
716 M- Serangan ke Konstantinopel.
10. Tahun 717 M- Umar bin Abdul-Aziz
menjadi khalifah. Reformasi besar-besaran dijalankan.
11. Tahun 725 M- Tentara Islam merebut
Nimes di Perancis.
12.
Tahun
749 M- Kekalahan tentara Ummayyah di Kufah, Iraq terhadap tentara Abbasiyyah.
13.
Tahun
750 M- Damsyik direbut oleh tentara Abbasiyyah. Kejatuhan Kekhalifahan Bani
Ummaiyyah.
14.
Tahun
756 M- Abdurrahman Ad-Dakhil menjadi khalifah Muslim di Kordoba. Memisahkan
diri dari Abbasiyyah.
BAB III
Kesimpulan
Bani Umayyah adalah khalifahan Islam pertama setelah masa Khulafa
ar-Rasyidin yang memerintah dari 661-M sampai 750-M di Jazirah Arab dan
sekitarnya, serta dari 756-M sampai 1031-M di Cordova, Spanyol. Nama dinasti
ini dirujuk kepada Umayyah bin ‘Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah
pertama Bani Umayyah, yaitu Mu’awiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut
juga dengan Mu’awiyah. Ia adalah pendiri dan Khalifah pertama Dinasti ini.
Terbentuknya Dinasti ini dan Muawiyah memangku jabatan khalifah secara resmi,
menurut ahli sejarah, terjadi pada tahun 660 M/40 H pada saat Umayah
memproklamirkan diri menjadi khalifah di Iliyah (Palestina), setelah pihaknya
dinyatakan oleh Majelis Tahkim sebagai pemenang, Pemerintahan Dinasti Umayah
(41-132 H).
Setelah itu Pada Masa Kejayaan Dinasti Umayah Pemindahan ibukota dari Madinah ke
Damaskus melambangkan zaman imperium baru dengan menggesernya untuk
selama-lamanya dari pusat Arabia, yakni Madinah yang merupakan pusat agama dan
politik kepada sebuah kota yang kosmopolitan. Dari kota inilah daulat Umayah
melanjutkan ekspansi kekuasaan Islam dan mengembangkan pemerintahan sentral
yang kuat, yaitu sebuah imperium Arab.
DAFTAR PUSTAKA
A.Sayalabi, sejarah
kebudayaan islam 3, Jakarta : PT. pustaka al husna, 2003
A.Sayalabi, sejarah
kebudayaan islam 2, Jakarta : PT. pustaka al husna, 1992
Shmad al usairy, sejara islam
,Jakarta :akbar media eka sarana, 2003
Musyrifa sunanto, sejara
islam klasik, bogor kencana 2003
1.
Muawiyah bin abu sufyan (41-60 h/661-779 m)
Muawiyah bin abu sufyan bin Harb bin umayyah bin Abd Syams. Ikut bersama-sama
dengan orang musyrikin setelah ada anggin kencang. Muawiyah masuk islam pada
tahun 6 H/627M, saat terjadi perjanjian Hudaibiyah. Dia menyembunyikan
keislamannya dan dia tampakkan keislamannya itu pada tahun 8 H saat terjadi
penaklukan Mekah tatkala orang-orang Quraisy beramai-ramai masuk islam.
Muawiyah adalah salah seorang penulis wahyuh Rasulullah dan meriwayatkan
sedikitnya 163 Hadits dari Rasulullah kemudian Muawiyah ikut dalam perang
yarmuk dan membuka syam di bawa pimpinan saudaranya yazid. Dia juga berhasil
menaklukan Qaisariyah dan sebagian pesisir wilayah syam. Muawiyah meninggal
pada tahun 60 H/679M setelah memrinta selama 20 tahun.
2.
Yazid bin muawiyah (60-64 H/679-683M)
Yazid bin muawiyah bin abu Sufyan. Dia tumbuh dalam keadaan serba
mewah dan manja. Tatkalah dia tumbuh dewasa dia cendrung melakukan hal yang
sia-sia dan senag berburu. Dia menjadi khlifah setelah ayahnya meninggal. Pada
masa pemeritahanya hanya terjadi penaklukan di Afrika saja dan tidak
menlancarkan ekspansi ke tempat lain karena adanya genjolak dalam negeri. Dia
meninggal pada bulan rabiul awal tahun 64 H/683 M. masa pemerintahanya selama
empat tahun.
Peristiwah – peristiwah di dalam Negeri
a.
Pemberontakan
Syiah
b.
Tragedi
karbelah
c.
Peristiwah
Hurrah dan penghalalan Madinah
3.
Muawiyah bin Yazid (64-64 H/683-683
M)
Muawiyah ibn Yazid menjabat sebagai khalifah setelah ayahnya meninggal pada
tahun 683-683 M dalam usia 23 tahun, sedangkan masa pemeritahanya sangatlah
pendek dan mengundurkan diri karena sakit dan fisiknya lemah.
4.
Marwan bin
Al-Hakam (64-65 H/683-685 M)
Ia pernah menjabat sebagai penasihat Khalifah Ustman
bin Affan. Untuk mengukuhkan jabatannya,maka ia sengaja mengawini janda
Khalifah Yazid, Ummu Khalid.
5. Malik bin Marwan (65-86 H/685-705 M)
Khalifah Abdul Malik bin Marwan mewarisi pemerintahan ayahnya dalam
keadaan yang belum aman dan pemerintahan yang belum tertib. Oleh karena itu,
perjuangannya dicurahkan untuk mengamankan negerinya dari ancaman-ancaman
pemberontakan. Karena itu, Abdul Malik tidak mengadakan perluasan kedaerah
luar.
Pemberontakan-pemberontakan yang dihadapi khalifah ialah pemberontakan
golongan Syi’ah (66 H/686 M). Kaum pemberontak bergerak dari Kuffah menuju
‘Ainul Wardah (dekat sungai Eufrat). Pemberontakan tersebut akhirnya dapat
ditindas oleh pasukan Abdul Malik yang jumlahnya 30.000 orang dan dipimpin oleh
Abdullah bin Ziyad.
Tetapi tak lama kemudian pemberontakan dari partai Syi’ah muncul kembali
dan dipimpin oleh Mukhtar seorang gubernur Irak. Ia dapat menghancurkan pasukan
Abdullah bin Ziyad dan Adullah mati terbunuh.
Pasukan Abdul Malik mulai bergerak
dari Irak dan berhasil merebut Irak dengan terbunuhnya gubernur Irak yaitu
Mash’ab (pengganti Mukhtar). Setelah pemberontakan besar dapat dipadamkan, Abdul
Malik berusaha mengadakan pembersihan terhadap kaum Khawarij yang selalu
membuat
6. Walid bin Abdul Malik (86-96 H/705-715 M)
Sekalipun Abdul Malik tidak mengadakan
perluasan daerah ke lur, tetapi dia berhasil menegakkan dan mengokohkan
kesatuan dan persatuan umat Islam. Pada zaman pemerintahan Walid bin Abdul Malik itulah kebesaran Bani Umayyah
tampak nyata. Segenap rakyat cinta kepadanya. Boleh dikatakan bahwa Muawiyah
pendirinya, Abdul Malik yang menstabilkan kekuasaan dan Walid bin Abdul Malik
yang meneguhkan dan membawanya ke zaman keemasan.
7. Sulaiman
bin Abdul Malik (96-99 H/715-717 M)
Menjadi
khalifah pada usia 42 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 2 tahun, 8
bulan. Ia tidak memiliki kepribadian yang kuat, sehingga mudah dipengaruhi
penasihat-penasihat di sekitar dirinya.
8.
Umar bin
Abdul Aziz (99-101 H/717-720 M)
Ibunda Umar
bin Abdul Aziz bin Marwan bernama Laela binti Ashim, yaitu cucu Umar bin Khatab
dan istrinya bernama Fatimah binti Abdul Aziz, cucu Umar bin Khatab.
Oleh karena itu
dia banyak memiliki sifat-sifat mulia seperti moyangnya, Umar bin Abdul Aziz
bersifat sopan santun, adil, sederhana, takwa kepada Allah, dan sangat cinta
kepada ayahnya. Sewaktu masih kecil dia sering memohon restu kepada neneknya
Abdul bin Khatab. Disbanding dengan pemerintahan khalifah Bani Umayyah, Umar
Abdul Aziz memiliki keistimewaan, diantaranya sebagai berikut:
1) Jabatan khalifah yang akan dipangkunya ditawarkan
dahuli kepada rakyat, dan ternyata mayoritas rakyat menyetujui Umar bin Abdul Aziz
menjadi khalifah.
2) Mementingkan agama daripada politik
3) Mementingkan persatuan umat Islam dari pada golongan
4) Pernyiaran Islam disiarkan dengan jalan damai
5) Adil terhadap semua pihak
Umar
berusaha membuat keadaan Negara setentram-tentramnya dalam suasana kehidupan
yang Islam. Untuk itu dia mengambil tindakan-tindakan politik yang bersumber
pada kehendak rakyat antara lain:
1) Memecat para wali pejabat-pejabat lainnya yag tidak
cakap dan tidak mementingakan kemajuan agama dan Negara (diantaranya ialah
Yazid bin Mahlab)
2) Menghentikan segala sikap yang bersifat memusuhi
terhadap Ali dan golongan Syi’ah baik di tempat umum maupun dalam khutbah
Jum’at
9.
Yazid bin Abdul Malik (101-105 H/720-724 M)
Masa pemerintahannya
berlangsung selama 4 tahun, 1 bulan. Ia adalah seorang penguasa yang sangat
gandrung terhadap kekuasaan.
10. Hisyam bin Abdul Malik (105-125
H/724-743 M)
Empat orang putra Abdul Malik, yaitu
Al-Walid, Sulaiman, Yazid, dan Hisyam diangkat menjadi putra mahkota dan
keempatnya berhasil menjadi khalifah. Oleh karena itu, Abdul Malik disebut
“Abul Muluk” (ayah raja-raja). Hisyam adalah anak Abdul Malik yang terakhir
menjadi khalifah.
Hisyam bin
Abdul Malik berlainan sifat dengan saudaranya Yazid bin Abdul Malik. Hisyam
termasuk khalifah Bani Umayyah yang bijaksana dan kuat seperti Muawiyah dan
Abdul Malik. Adapun usaha-usaha yang dilakukan oleh Hisyam bin Abdul Malik
ialah sebagai berikut:
1) Menumpas pemberontakan
Pada waktu
Hisyam memerintah timbul beberapa pemberontakan. Orang yang melakukan
pemberontakan pada masa itu ialah:
a) Zaid bin Ali bin Husain (Zainal Abidin)
b) Yahya bin Yazid
2) Perluasan Daerah
Hisyam bin Abdul Malik mengadakan
perluasan ke beberapa daerah, sebagai berikut:
a) Perluasan ke negeri Tilfis
Pasukan ke
Tilfis dipimpin oleh Jarrah dan bertempur dengan raja Tilfis yang bernama
Khzar. Karena Jarrah kalah mati terbunuh, maka dikirim lagi pasukan yang
dipimpin Sa’id Al-Barasyi, kali ini Tilfis dapat direbut.
b) Perluasan di Andalusia
Pada zaman
itu, amir di Andalusia bernama Abdur Rahman Alghafiq mengadakan penyerbuan
sampai di kota Taurs (perbatasan antara Spanyol dengan Perancis). Sampai di
tempat itu pasukan Islam tidak berdaya melanjutkan perluasan ke Negara lain di
Eropa Barat, karena dipukul oleh Karel Martel (seorang panglima Perancis yang
masyhur). Sejak itu pasukan Islam tidak lagi mengadakan perluasan ke daerah
Eropa Barat yang lain, tetapi tidak berarti penyiaran Islam ke Eropa Barat
berhenti sampai di situ, melainkan terus memasuki pelosok-pelosok negeri Eropa
Barat hingga masa kini.
11. Walid bin Yazid (125-126 H/743-744
M)
Masa
pemerintahannya selama 1 tahun, 2 bulan. Ia adalah salah seorang khalifah yang
berkelakuan buruk.
12. Yazid bin Walid (126-127 H/744-745
M)
Masa
pemerintahannya berlangsung selama 16 bulan dan dia wafat pada usia 46 tahun.
Selain itu, masa pemerintahannya penuh kemelut dan kekacauan.
13. Ibrahim bin Walid (127-127 H/745-745
M)
Pada masa
pemerintahannya keadaan negara semkin kacau dan dia memerintah selama 3 bulan
dan wafat pada tahun 132 H.
14. Marwan bin Muhammad (127-132
H/745-750 M)
Setelah
Yazid wafat, dia diganti oleh saudaranya yang bernama Ibrahim bin Walib bin
Abdul Malik. Tetapi Ibrahim tidak mendapat dukungan rakyat. Kemudian timbul
beberapa pemberontakan. Pemberontakan yang paling kuat ialah yang dipimpin oleh
Marwan bin Muhammad seorang gubernur Armenia yang tidak puas.
Dari Armenia
Marwan dapat merebut beberapa kota dan akhirnya berhasil menguasai kota
Damaskus. Mulai saat itulah Marwan mengangkat dirinya menjadi seorang khalifah
yang berkedudukan di ibukota Damaskus
Adapun usaha
Marwan dalam menumpas pemberontak adalah dengan mengerahkan pasukannya yang
berjumlah 120.000 orang menyerbu pasukan Abdullah di dekat sungai Alzab. Tetapi
Marwan kalah dan lari menyeberangi sungai Tigris mebuju kita Hurran hingga tiba
di Damaskus. Jejak Marwan itu selalu diikuti oleh Abdullah.
Marwan
mengembara sampai di daerah Sudan dan terus ke Mesir. Disana Abdullah
menyerahkan tugas kepada Saleh bin Ali untuk memburu Marwan. Di desa Bushaer
daerah Alfayyum terjadilah pertempuran antara Shaleh dengan Marwan. Akhirnyya
Marwan kalah terbunuh. Kepala Marwan disula dan dikirim ke hadapan Abu Abbas di
Kuffah.
Dengan meninggalnya Marwan bin Muhammad, berarti berakhirlah Daulah Bani
Umayyah setelah berkuasa selama 90 tahun. kemudian digantikan oleh Daulah Bani
Abbasiyah dari Bani Hasyim yang berdiri di Irak.
Pada masa Dinasti
bani Umayyah di Spanyol
Penaklukan Spanyol oleh pasukan Islam terjadi pada masa khalifah
Al-Wahid banal-Malik, di bawah pimpinan Tarikh bin Ziyad dan Musa bin Nusair.
Di bawah pemerintahan kerajaan Visigoth, Kordova yang sebelumnya makmur menjadi
mundur. Kemakmurannya bangkit kembali di masa kekuasaan Islam. Pada tahun 756 M,
kota ini menjadi ibukota dan pusat pemerintahan Bani Umayyah di Spanyol,
setelah Bani Umayyah di Damaskus jatuh ke tangan Bani Abbas tahun 750 M.
Penguasa Bani Umayyah pertama di Spanyol adalah Abd Al-Rahman Al-Dakili.
Kekuasaan Bani Umnayyah di Andalus ini berlangsung dari tahun 756 M sampai 1031
M.
Sebagai ibukota pemerintahan,Kordova di masa Bani Umyyah mengalami
perkembangan yang pesat. Banyak bangunanan baru yang didirikan seperti istana,
dan masjid-masjid. Sebuah jembatan dengan gaya arsitektur Islam yang mempunyai
16 lengkungan dalam gaya Romawi, menghubungkan Kordova dengan daerah pinggiran
di seberang sungai. Di sebelah baa jembaan itu didirikan istana Al-Cazar.
Perkembangan kota ini mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Abd Al-Rahman
Al-Nashir di pertengahan abad ke-10 M. Pada masa pemerintahan Islam, Kordova
juga terkenal sebagai pusat kerajinan barang-barang dari perak, sulaman-sulaman
dari sutera dan kulit yang mempunyai bentuk khusus. Pada tahun 1236 M, Kordova
direbut oleh tentara Kristen dibawah pimpinan Ferdinand III dari Kastila.
Setelah itu, supremasi Islam di Spanyol mulai mengalami zaman kemunduran.
Pada zaman pemerintahan Bani Umayyah di Spanyol, Kordova menjadi pusat
ilmu pengetahuan. Di kota itu berdiri Universitas Kordova. Banyak ilmuan dari
dunia Islam bagian timur yang tertarik untuk mengajar di universitas ini. Di
samping itu, di kota ini terdapat sebuah perpustakaan besar yang mempunyai
koleksi buku kira-kira 400.000 judul. Daftar bagian dari buku-buku itu
terkumpul dalam 44 jilid buku. Kemajuan ilmu pengetahuan disana tidak terlepas
dari dua orang khalifah pencinta ilmu, Abd Al-Rahman Al-Nashir dan anaknya
Al-Hakam. Yang disebut terakhir ini memerintahkan untuk mencari dan membeli
buku-buku ilmu pengetahuan, baik klasik maupun kontemporer. Bahkan, ia ikut
langsung dalam pengumpulan buku itu. Ia menulis surat kepada penulis-penulis
terkenal untuk mendapatkan karyanya dengan imbalan yang tinggi. Pada masanyalah
tercapai apa yang dinamakan masa keemasan ilmu pengetahuan dan sastra Spanyol
Islam.
Mengutip penyair Inggris, Syekh Amir Ali melukiskan Kordova :
“Istana-istana dan taman-taman Kordova adalah indah, tetapi tidak kurang
kekaguman orang terhadapnya mengenai soal-soal yang lebih tinggi. Maha guru dan
guru-gurunya menadikannya pusat kebudayaan di Eropa, siswa-siswa biasanya
berdatangan dari seluruh pelosok Eropa untuk belajar kepada dokter-dokternya
yang masyhur”. Astronomi, geografi, dan ilmu kimia, sejarah alam semuanya
dipelajari dengan bersemangat di Kordova.
Di bidang kesusasteraan, pada zaman Umayyah mendapat perhatian besar,
baik dari penguasa maupun masyarakat, sehingga menjadi popular, bahkan menjadi
buah bibir. Lain lagi perkembangan kesusastraan yang berkembang di Eropa ketika
itu, kurang mendapat perhatian. Masjid-masjid di Kordova banyak dikunjungi oleh
ribuan siswa/mahasiswa dari berbagai wilayah untuk belajar filsafat dan ilmu
agama. Mengutip pendapat Rfenan, Amir Ali menyebutkan zaman emasnya
kesusastraan dan ilmu di Spanyol terjadi ketika daerah ini di bawah pemerintahan
Hakam Al-Mustansir Billah yang meninggal tahun 976 M. Pada masa jayanya, di Kordova terdapat 491 masjid dan
900 pemandian umum. Karena air di kota ini tak dapat diminum, pnguasa mulim
mendirikan saluran air pegunungan yang panjangnya 80 km.
b. Granada
Kota Granada terletak di tepi sungai Genil di kaki guunung Sierra
Nevada, berdekatan dengan pantai laut mediterania (Laut Tengah). Granada semula
adalah tempat tinggal Iberia, kemudian menjadi kota orang Romawi dan baru
terkenal setelah ada di tangan orang Islam. Kota I I berada di bawah kekuasaan
Islam hamper bersamaan dengan kota-kota lain di Spantol yang ditaklukkan oleh
tentara Bani Umayyah di bawah pimpinan Tarikh bin Ziyad dan Musa bin Nushair
tahun 711 M. Pada masa pemerintahan Bani Umayyah di Spanyol, kota ini disebut
Andalusia Atas.
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah di Andalusia, Granada mengalami
perkembangan pesat. Setelah Bani Umayyah mengalami kemunduran tahun 1031 M,
dalam jangka waktu 60 tahun, Granada diperintah oleh dinasti setempat, yaitu
dinasti Zirids. Setelah itu Granada jatuh kebawah pemerintahan Al-Murabithun,
sebuah dinasti Barbar dari Afrika Utara pada tahun 1090 M. Al-Murrabithun
berkuasa disana sampai tahun 1149 M. Pada masa pemerintahannya, banyak istana
dibangun disana.
Pada abad ke-12, Granada menjadi kota terbesar kelima di Spanyol. Kota
ini dikelilingi oleh tembok. Struktur penduduknya terdiri atas campuran dari
berbagai bangsa terutama Arab, Barbar, dan Spanyol yang menganut tiga agama
besar Islam, Kristen, dan Yahudi. Penganut agama tinggal di dalam sektornya
masing-masing di kota itu. Sejak abad ke-13, Granada diperintah oleh dinasti
Nasrid selama lebih kurang 250 tahun. Pada masa itulah di bangun buah istana
indah dan megah yang terkenal dengan nama istana Al-Hambra, yang bearti merah.
Batu-batu dan ornamen nama yang terdapat di dalamnya memang hamper seluruhnya
berawrna merah. Istana ini dibangun oleh arsitek-arsitek muslim pada tahun 1238
M dan terus dikembangkan sampai tahun 1358 M. Istana ini terletak di sebelah timur
Al-Kazaba, sebuah benteng tentara Islam. Granada terkenal dengan tembok dan 20
menara yana mengitarinya. Pada masa pemerintahan Muhammad V (1354-1391 M),
Granada mencapai puncak kejayaannya, baik dalam asitektur maupun dalam bidang
politik. Akan tetapi, menjelang akhir abad ke-15 pemerintah menjadi lemah
terutama karena perpecahan keluarga. Pada tahun 1492, kota ini jatuh ketangan
penguasa Kristen, raja Ferdinand dan Isabella. Selanjutnya, tahun 1610 M
orang-orangg Islam diusir dari kota ini oleh penguasa Kristen.
Kemajuan yang di capai
a. Kemajuan-kemajuan yang dicapai
bidang politik
b. Kemajuan-kemajuan yang dicapai di
bidang ilmu pengetahuan
1) Kemajuan Intelektual
2) Kemajuan di bidang Filsafat
a) Kemajuan dalam ilmu agama yang disebut Al-Ulum Islamiyah
-Ilmu qiraat
-Ilmu Tafsir
-Ilmu Hadits
-Ilmu Nahwu dan Syaraf
-IlmuTarikh
b) Kemajuan dalam ilmu pengetahuan umum yang
disebut Al-Ulumud Dakhliyah
-Ilmu Kimia
-Ilmu Kedokteran
-Ilmu Bumi (geografi)
-Ilmu Astonomi
c) Bidang Seni
-Seni Sastra
-Seni Lukis
-Seni Ukir
-Seni Pahat
-Seni Suara
-Seni Pidato
-Seni Insya (seni mengarang surat)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus