BAB I
PENDAHULUAN
Latarbelakang
Masalah
Suatu organisasi pelayanan masyarakat pada dsarnya cendrung ke arah
dsikursus yang mana dalam memberikan pelayanan terhadap komunitas sasaranya.
Kecendrungan ini biasanya sangat terkait dengan pola pikir dan sudut pandang
dari elite dalam organisasi pelayanan masyrakat tersebut. Bila elite organisasi
terebut lebih cendrung ke pandangan-pandangan rasional pasar, ekonomi maka
kemungkinan mereka kan memilih diskursus pasar. Hal yang dilihat di sini
sekurang-kurangnya dari kecendrungan ketika oganisasi melakukan assessment,
perencaan , pelaksanaan dan evaluasi.
Besarnya pengaruh
dari elite organisasi terhadap proses perencanaan, pengambilan keputusan dan
kebijakan serta program organisasi maka pilihan terhadap diskursus itu dapat
berubah ketika terjadi pergantian struktur elite organisasi tersebut. Dari
penjelasan singkat mengenai diskursus di atas maka pemakalah dapat merumuskan
suatu masalah yaitu jelaskan bagaimana Diskursus dalam
Pembangunan Usaha Kesejahteraan Sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
Paradigma Positivisme dalam ilmu sosial di gambarkan oleh ife
mempunyai pandangan yang melihat ilmu sosial seperti fisia, dunia sosial
dianggapterdiri dari berbagai variabel dan fakta yang dapat di ukur. Berbagai
fenomena sosial seprti kebutuhan, keterasingan, depresi, kemiskinan,
kesenjangan dan kejahatan di operasionalkan agar dapat di lakukan pengukuran
terhadap fenomena-fenomena tersebut. Keterampilan ilmuwan sosial dalam
pandangan kelompok ini adalah dalam pengukuran hal yang empirik dan objektif bukanya
pembahaman dan interpretasi subjektif mengenai fenomena yang ada.
Paradigma Humanistik berada di kutub yang berlawanan dengan
kelompok posiyivistik. Mereka tidak memandangan pengukuran empirik bukanlah
segala-galanya dalam pemaahaman masalah sosial malahan idak jarang dapat
menyesatkan karena terjadi reduksi terhadap fenomena sosial yang ada. Perhatian
terhadap pengukuran empirik ini juga tidak jarang mengakibatkan pengalihan
pemahaman terhadap dinamika kehidupan manusia itu sendiri.menurut kelompok ini pemahaman
sosioogi interpretif, etnometodologi dan riset aksi partisipatif justru dapat
memperkaya pemahaman dari mereka yang bergerak di bidang ilmu kesejahteraan
sosial terhapa kondisi m,ansia secacara lebih utuh.
Diskursus
Manajerial
Diskursus ini berada pada kutun positivistik dan atas ke bawha.
Sehingga warna positivistik sangat kental disini, baik dalam perencanaan maupun
evaluasi program yang telah dilaksanakan. Karena diskursus ini juga berada pada
kutub atas ke bawah sehingga dlam pembuatan kebijakan perencanaan program lebih
banyak di tentukan oleh pemikiran perencanaan di bandingkan masyarakat. Pada
diskursus manajerial hakikat dari kesejahteraan itu sendiri dilihat sebagai
suatu produk yang di tawarkan pada para pemakai. Sebagai suatu produk layanan
kesejahteraan sosial dirancang oleh tim perencana program dari organisasi
pelayanan masyarakat sedangkan kelompok sasaran hanya menerima dan menggunakan
produk tersebut jika dia menyetujui dan tidak menggunakan produk tersebut kalau
merka tidak menyukainya.
Disini consumer
relatif hanya mempunyai pilihan apakah ia mau menggunakan layanan di tawarkan
oleh HSO tersebut ataukah dia menolak.penerima layanan kesejahjteraan sosial di
anggap sebagai pemakai
( Costumer) layanan kesejahteraan sosial yang itawarkan oleh Organissi
pelayanan masyarakat. Peran pekerja sosial dalam diskursus ini lebih mengarah
pada peran sebagai manajer kasus. Sebagai manajer kasus peran pekerja sosial
cendrung untuk menjadi pelaksana dari program yang telah di rencanakan oleh tim
manaerial. Tugas pekerja sosial di sini meskipun beban kerjanya mungkin juga
besar tetapi kurang di berikan kesempatan untuk berimprovisasi mengembangkan
program sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Pertanggungb jawab
dari pekerja sosial ditujukan pada manajer ataupun supervisior mereka pada
lembaga tersebut. Hal ini serupa dengan pertanggungjawaban antara bawahan
terhadap atasan. Arah kebijakan yang diambil dalam diskursus ini bila terjadi
masalah dalam layanan yang mereka kembangkan pada dasarnya mengarah pada
perbaikan manajerial. Salah satu contoh lain dari diskursus manajerial yang
melihat kesejahteraan sosial lebih pada produk adalah layanan kereta rel
listrik di jaotabek yang melihat peneirma jasa layanan merek sebagai pemakaian
jawa saja.
Diskursus Pasar
Diskursus ini
berada pada kutub Positivistik. Sehingga warna posotivistik masih terasa pada
diskursus ini baik dalam perencanan maupun evaluasi program yang telah
dilaksanakan karena diskursus ini juga berada pada kutub bawah ke atas.
Sehingga dalam pembuatan kebijakan perencanaan program pada waktu melakukan
pengkajian kebutuhan dan masalah yang di hadapi msyarakat pihak petugas
lapangan juga menggali masukan dari masyarakat. Akan tetapi dalam proses
perencanaanya biasanya lebih banyak di tentukan oleh pemikiran perencanaan
dibandingkan masyarakat.
Pada diskursus
opasar hakikat darri kesejahteraan itu sendiri dilihat sebagai suatu komoditas
yang ditawarkan pada pada pengguna layanan. Sebagai komoditas layanan
kesejahteraan sosial biasanya di awali dengan melakukan assessment terhadap
kelompok sasaran. Berbeda dengan diskursus manajerial pada diskursus ini
kelompok sasaran mempunyai kesempatan untuk memberikan masukan dan ususlanya di
pertimbangkan secara khusus oleh pihak perencanaan program dan kegiatan.
Terkait dengan
contoh peran pekerja sosial yang tampak adalah sebagai pengusaha hal ini
terlihatdri upaya si pekerja sosial untuk menawarkan komoditas pada kelompok
sasaran. Disamping sebagai pengusaha peran pekerja sosial pada diskursus ini
juga dapat sebagai perantara. Sebagai perantara pekerja sosial menghubungkan
antara pihak donor dengan masyarakat yang membutuhkan bantuan. Arah kebijakan
yang cendrung di ambil pada diskursus ini adalah ebijakan yang memungkinkan
terciptanya proses kompetisi antara berbagai HSO yang ada di suatu daerah.
Disamping itu kebijakan yang mengarah pada privatisasi juga
mendapat penekanan. Karena dari kebijakan seperti ini diharapkan beban negara
akan dapat diperkecil,. Dalam diskursus ini peran dari pengguna jasa masih
tetap mendapat perhatian karena itu pihak pemberi layanan harus selalu berusaha
mengemas paket layanan agar dapat memenuhi kebutuhan yang diharapkan masyarakat
dalam hal ini tentunya memperhatikn masukan dari masyarakat.
Diskursus
Profesional
Diskusus ini berada pada kutub Humanistik dan atas ke bawah.
Diskursus ini merupakan diskursus awal berdirinya ilmu kesejahteraan Sosial
dimana Mary Richmond dengan metode bimbingan sosial perseorangannya melihat
bahwa oeran pekerja sosial seperti peran seorang dokter dalam menghadapi
pasienya. pada diskursus ini hakikat
dari kesejahteraan itu sendiri di lihat dari ada dan berkembangnya layanan yang
diberikan pada klien. prinsip pekerja sosial seperti individualisasi kesadaran
diri pekerja sosial dan kerahasiaan menjadi salah satu titik berat dari
diskursus ini,
Peran pekerja
sosial di sini berfungsi sebagai petugas yang memberikan layanan secara
profesional.pertanggung jawab pada diskursus ini adalah klien dan organisasi
profesi. diskursus ini profesional ini banyak mengadopsi relasi profesional
antara dokter dengan pasienya, sehingga terbentuknya suatu organisasi profesi
yangkuat dianggap sebagai persyaratan berkembangnya profesional yang baik.
Arah kebijakan
yang muncul dari diskursus ini adalah meningkatkan kualitas tenaga profesional
meningkatkan ketrampilan pekerja sosial itu sendiri dan memberikan sertifikasi
tenaga profesional pada mereka yang lulus ujian pada tingkat profesional.
Diskursus
Komunitas
Diskursus ini berada pada kutup humanistik dan bawah ke atas.
sehingga warna humanistik sangat terasa pada diskursus ini baik dalam
perencanaan maupun evaluasi program yang telah dilaksanakan. dalam melakukan
pengkajian kebutuhan dan potensi yang ada pada masyarakat perencanaan program,
pelaksanaan program dan kebgiatan serta pada waktu evaluasi pihak petugas
lapangan mencoba menggali masukan dari masyarakat.
Hakikat
kesejahteraan pada diskursus ini dilihat dari adanya atau tumbuhnya partisipasi
dalam konteks komunitas. penerima usaha kesejahteraan sosial pada diskursus ini
dilihat sebagai warga masyarakat yang mempunyai hak sekaligus kewajiban. Peran
pekerja sosial dalam diskursus komunitas lebih mengarah pada peran sebagai
petugas komunitas ataupun pemercepat perubahan. arah kebijakan dari diskursus
ini terkait dengan upaya mengembangkan partisipasi masyarakat adalah dengan
memfasilitasi terbentuknya struktur dan prosea yang berbasiskan masyarakat
lokal dan yang terkait dengan diskursus komunitas adalah mendorong terciptanya
desntralisasi sehingga keputusan yang terkait dengan masyrakat lokal tidak
secarasepihak di tentukan dari pusat.
BAB
III
PENUTUP
Suatu organisasi pelyanan masyarakat pada dasarnya cendrung ke aeah
diskursus yang mana dalam memberikan
pelayanan terhadap komunitas sasaranya. Kecendrungan ini biasanya sangat
terkait dengan pola pikir dan sudut pandang dari elite dalam organisasi
pelayanan masyarakat tersebut. Bila elite organisasi lebih cendrug ke pandangan
rasional ekonomi maka kemungkinan mereka meimilih diskursus pasar. Hal yang
dilihat disini sekurang-kurangnya dari kecendrungan ketika organisasi melakukan
assessment, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Karena besarnya pengaruh
dari elite organisasi terhadap proses perencanaan, pengambilan keputusan dan
kebijakan serta program organisasi maka pilihan terhadap diskursus itu dapat
berubah ketika terjadi pergantian
struktur elit di organisasi tersebut.
DASAR-DASAR
PEMBANGUNAN SOSIAL
Diskursus dalam
Pembangunan Usaha Kesejahteraan Sosial
Tugas ini
disampaikan pada mata kuliah
Disusun
Oleh :
A. Hatimi 11521001
Dosen
Pembimbing
Sukirman, S. Sos, M. Si
JURUSAN BIMBINGAN PENYULUHAN
ISLAM
FAKULTAS DAKWAH dan KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN
FATAH
PALEMBANG
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar