Selasa, 13 Mei 2014

Makalah Patologi Sosial ( Korupsi )



BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
            Sering kita mendengar kata yang satu ini, yaitu “KORUPSI”, korupsi ada disekeliling kita, mungkin terkadang kita tidak menyadari itu. Korupsi bisa terjadi dirumah, sekolah, masyarakat, maupun diintansi tertinggi dan dalam pemerintahan. Mereka yang melakukan korupsi terkadang mengangap remeh hal yang dilakukan itu. Hal ini sangat menghawatirkan, sebab bagaimana pun, apabila suatu organisasi dibangun dari korupsi akan dapat merusaknya.
Tindak perilaku korupsi akhir-akhir ramai di perbincangkan, baik di media massa maupun maupun media cetak. Tindak korupsi ini mayoritas dilakukan oleh para pejabat tinggi negara yang sesungguhnya dipercaya oleh masyarakat luas untuk memajukan kesejahteraan rakyat sekarang malah merugikan negara. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti melekukan tindak korupsi. Maka dari itu, di sini kami akan membahas tentang korupsi dan upaya untuk memberantasnya.
            Pada hakekatnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses perbuatan korupsi merupakan bahaya latent yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri.  Korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma sampai abad pertengahan dan sampai sekarang.[1]

2. Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan korupsi ?
2.      Bagaimana Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi?
3.      Bagaimana Upaya yang harus di lakukan dalam pemberantasan korupsi di indonesia?


BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Korupsi
Arti harifiah adalah Kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat di suap, Tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian. Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeruk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara, jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan demi keuntungan pribadi salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan fromal untuk memperkaya sendiri. delict korupsi  enurut kitab undang-undang hukum pidana/KUHP[2] adalah kejahatan atau kesalahan ataupun perbuatan yang bisa di kenai tindakan sanksi hukum   Menurut perspektif hukum, definisi korupsi di jelaskan dalam 13 pasal ( UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001 ) Merumuskan 30 bentuk / Jenis tindak pidana korupsi, yang di kelompokan Sebagai berikut:
·         Kerugian keuangan negara
·         Suap menyuap
·         Penggelapan dalam jabatan
·         Pemerasan
·         Perbuatan curang
·         Benturan kepentingan dalam pengadaan
·         Gratifikasi[3]
            Nampaknya korupsi telah menjadi masalah nasional bahkan international yang sulit untuk diberantas di berbagai negara dunia termasuklah indonesia. bahkan ironisnya indonesia telah menerima award sebagai salah satu negara terkorup di dunia[4], untuk kawasan asia indonesia termasuk kelas atas negara terkorup. 
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata.
            Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 dengan “Operasi Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
            Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.
Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang paling menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya praktik-praktik korupsi oleh beberapa oknum pejabat lokal, maupun nasional.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan demonstrasi. Tema yang sering diangkat adalah “penguasa yang korup” dan “derita rakyat”. Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas kepada para koruptor. Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem pemerintahan secara menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang merata.[5]
     Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang, contohnya Indonesia, ialah Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada lembaga-lembaga politik yang ada, Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya “oknum” lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keagamaan, kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya, Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu, Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih “kepentingan rakyat”.

Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi
Mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi, Telah di keluarkan berbagai kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi sedunia oleh PBB pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden susilo Budiyono telah mengeluarkan instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang menginstruksikan secara khusus Kepada Jaksa Agung Dan kapolri[6]:
1.      Mengoptimalkan upaya – upaya penyidikan/Penuntutan terhadap tindak pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan menelamatkan uang negara.
2.      Mencegan & memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan wewenang yg di lakukan oleh jaksa (Penuntut Umum)/ Anggota polri dalam rangka penegakan hukum.
3.      Meningkatkan Kerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian Negara RI, selain denagan BPKP, PPATK, dan intitusi Negara yang terkait denagn upaya penegakan hukum dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi.
            Kebijakan selanjutnya adalah menetapkan Rencana aksi nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) 2004-2009. Langkah – langkah pencegahan dalam RAN-PK di prioritaskan pada :
1.      Mendesain ulang layanan publik.
2.      Memperkuat transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan pemerintah yg berhubungan Ekonomi dan sumber daya manusia.
3.      Meningkatkan pemberdayaan pangkat – pangkat pendukung dalam pencegahan korupsi.
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberan-tas korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para pelaku tindak KKN.

Peran Serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia
Bentuk – bentuk peran serta mayarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi menurut UU No. 31 tahun 1999 antara lain adalah SBB :
1.    Hak Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana korupsi.
2.   Hak untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah tindak pidana korupsi kepada penegak hukum.
3.   Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kpada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi.
4.   Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yg di berikan kepada penegak hukum waktu paling lama 30 hari.
5.   Hak untuk memperoleh perlindungan hukum
6.   Penghargaan pemerintah kepada mayarakat

Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indone-sia, antara lain sebagai berikut :
a.   Upaya pencegahan (preventif).
b.   Upaya penindakan (kuratif).
c.   Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
d.   Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).[7]

Upaya Pencegahan (Preventif)
a.   Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
b.   Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
c.   Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung jawab yang tinggi.
d.   Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
e.   Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
f.   Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
g.   Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
h.   Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.

Upaya Penindakan (Kuratif)
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
a.   Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004).
b.   Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
c.   Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004).
d.   Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuang-an negara Rp 10 milyar lebih (2004).
e.   Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
f.   Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
g.   Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h.   Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i.     Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
j.    Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).

Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa
a.   Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.
b.   Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
c.   Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional.
d.   Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
e.   Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.



Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat):
a.   Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang meng-awasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi me-lalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW la-hir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang meng-hendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.
b.   Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba se-karang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, Indonesia berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.












BAB III
PENUTUP

Dari teori yang telah kami sajikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi serta orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem administrasi negara dengan birokrasi sebagai prangkat pokoknya.
            Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di Indonesia masih begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan hukum menurut kepentingannya. Dalam realita di lapangan, banyak kasus untuk menangani tindak pidana korupsi yang sudah diperkarakan bahkan terdakwapun sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu bebas dari hukuman. Itulah sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya pemberantasan korupsi dapat dipastikan gagal.
            Meski demikian, pemberantasan korupsi jangan menjadi “jalan tak ada ujung”, melainkan “jalan itu harus lebih dekat ke ujung tujuan”. Upaya-upaya untuk mengatasi persoalan korupsi dapat ditinjau dari struktur atau sistem sosial, dari segi yuridis, maupun segi etika atau akhlak manusia.











DAFTAR PUSTAKA

Gie. 2002. Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran, Kesejahteraan dan Keadilan.

Mochtar. 2009. “Efek Treadmill” Pemberantasan Korupsi : Kompas
   
Strategi pencegahan & penegakan hukum Tindak Pidana Korupsi (Chaerudin,SH.,MH. Syafudin Ahmad Dinar,SH.,MH. Syarif Fadillah,SH.,MH.)
















KORUPSI
Lambang IAIN.jpg







Tugas ini disampaikan pada mata kuliah
Patologi Sosial

Disusun Oleh  :
A. Hatimi                    11521001

Dosen Pembimbing
Paisol Burlian, M. Hum


JURUSAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH dan KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2014




                [1]Paisol Burlin, Patologi Sosial kajian dalam persfektif Sosiologis, Yuridis dan Filosofis, Palembang: Unsri Press, 2013, hlm, 209. 
                [2] R. Sugandhi, KUHP dan Penjelasanya, Surabaya: Usaha Nasional, 1980, hlm, 439-444
                [3] UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
[5] Paisol Burlian, op Cit, hlm, 219.
                [6] T.Rifqy Thantowi .Maret-April 2005.Newslatter KHN Vol 4 no. 6 hal 34.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar