Senin, 08 Juni 2015

Laporan PKL ( Fak. Dakwah dan Komunikasi )

LAPORAN KEGIATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL) DI Lapas Wanita Klas II A Palembang DISUSUN O L E H A. HATIMI (11521001) BPI-KESEJAHTRAAN SOSIAL FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN RADEN FATAH PALEMBANG TAHUN AKADEMIK 2015 LEMBAR PENGESAHAN PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN Proses PembinaanBagiWarga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Palembang ObyekPenelitian :LembagaPemasyarakatanWanita Kelas II A Palembang Alamat :Jln. Merdeka No 12 Palembang, Telp (0711) 350644 Waktupenelitian : 12 Desember - 12 Januari 2015 SetelahmembacadanmenelitilaporankegiatanPraktekKerjaLapangan (PKL) MahasiswaFakultasDakwahdanKomunikasi IAIN Raden Fatah Palembang TahunAkademik 2014 yang disusunoleh : Pelaksana : 11521001 A. Hatimi Disetujuioleh Palembang,Januari 2015 DosenPembimbingLapangan KepalaLapasWanita Manah Rasmanah, M. Si Rachmayanthy, Bc, IP, SH, M, Si NIP. NIP. 197906192007101005 KetuaJurusanBimbinganPenyuluhan Islam Neni Novizah, M.Pd NIP.197903042008012012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, atas limpahan rahmad dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Palembang“ Laporan ini disusun sebagai salah satu tugas mata pelajaran Praktek Propesi Lapangan Dakwah. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yth: 1. Dr. Kusnadi, MA. Selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi. 2. Dr. Rachmayanthy, Bc, IP, SH, M, Si Selaku Kepala Lapas Wanita Klas II A Palembang 3. Neni Novizah, M.Pd. Selaku Kajur Bimbingan Konseling Islam. 4. Manah Rasmanah Selaku Pembimbing Lapangan. 5. Orang tua kami yang telah membantu baik moril maupun materil. 6. Teman-teman satu kelompok yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini. 7. Warga Binan Pemasyarakatan yang telah membantu selama masa Praktek Kerja Lapangan. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan atau punpenulisannya. Olehkarena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman kami untuk lebih baik dalam penulisan laporan berikutnya. Palembang, Januari 2015 DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Dasar Hukum 5 C. Tujuan 6 D. Manfaat 7 BAB II Deskripsi Wilayah 8 A. Gambaran umum LAPAS Wanita 8 B. Struktur Organisasi BNN 15 C. Sejarah BNN 15 BAB III KEGIATAN PKL 17 A. Pendidikan & Pengajaran 17 B. Pembinaan Agama 20 C. Pengembangan Minat Bakat 21 D. Pengembangan Kepribadian 23 BAB IV PEMBAHASAN MASALAH 24 A. Sistem Pemidaan Indonesia 24 B. Pembinaan Narapidana 30 BAB V PENUTUP 36 Kesimpulan 36 Saran 37 DAFTAR PUSTAKA Lampiran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara Hukum.Sebagai Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, Hukum merupakan salah satu pranata yang dibutuhkan untuk mengantisipasi perkembangan yang pesat dalam kehidupan manusia.Selain itu hukum juga diperlukan untuk mengantisipasi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.Salah satu bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh masyarakat misalnya munculnya suatu tindak pidana yang menyebabkan terganggunya kenyamanan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat Pada khususnya dan kehidupan bernegara pada umumnya.Pada dasarnya segala macam tindak pidana kebanyakan dampaknya merugikan masyarakat luas. Pembangunan hukum sebagai upaya untuk menegakan keadilan, kebenaran dan ketertiban dalam Negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 diarahkan untuk meningkatkan kesadaran hukum, menjaminn penegakan, pelayanan dan kepastian hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan naasional.Dalam era pembangunan dewasa ini kejahatan merupakan masalah yang sangat meresahkan masyarakat, kejahatan selalu akan ditemukan di dalam masyarakat manapun juga meski masyarakat itu sediri tidak pernah mendambakan kehadiranya. Oleh karna itu peran pemerintah sangat penting dalam hal pidana dan pemidanaan bagi mereka yang telah terbukti melakukan tindakan pidana. Pidana Penjara merupakan penghukuman warisan pemerintahan kolonial Belanda yang telah berlangsung lebih dari 200 tahun yang lalu. Pidana Penjara dikenal dengan sebutan pencabutan kemerdekaan atau pidana hilang kemerdekaan, dimana penjara masa lalu menjadi tempat terpidana dikurung yang kemudian dihukum sadis berupa penyiksaan, perampasan hak asasi manusia, dieksekusi gantung atau dibakar. Sistem penjara di Indonesia pada awalnya tidak jauh berbeda dengan negara-negara lain, yaitu menekankan unsur balas dendam dengan mengurung terpidana di rumah penjara. Secara berangsur-angsur sistem penjara di Indonesia yang sebelumnya dikenal penuh penyiksaan dan deskrimnatif, berubah sejalan dengan perubahan konsepsi penghukuman menuju konsep rehabilitasi atau pembinaan agar narapidana menyadari kesalahannya dan tidak mengulangi perbuatannya. Adalah Dr. Sahardjo pada waktu itu menjabat sebagai menteri kehakiman yang pertama kali menyebutkan konsep pemasyarakatan. Maka sejak bulan april 1964 sebutan rumah penjara secara resmi diganti menjadi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dengan mengedepankan hak asasi manusia dan pembinaan terhadap narapidana. Para pelaku tindak pidana tersebut nantinya akan ditempatkan dilembaga pemasyarakatan (LAPAS). LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Pemasyarakatan merupakan kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Pelaksanaan pidana atau pemidanaan dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatran melalu suatu pembinaan dan bimbingan yang diberikan kepada mereka yang telah melanggar hukum. Kebijakan pembinaan dengan sistem Pemasyarakatan ini mencerminkan bahwa negara Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM).Lembaga Pemasyarakatan sebagai institusi teknik di jajaran Departemen kehakiman dan Hak Asasi Manusia dan menjadi wadah memasyarakatkan kembali setiap orang (individu) yang telah melakukan pelanggaran hukum. Lembaga pemasyarakatan adalah institusi yang berhubungan langsung dengan pembinaan dan warga binaan dan juga tahanan. Dalam memberantas tindak pidana yang muncul dalam kehidupan masyarakat dibutuhkan suatu produk hukum yang dapat menegakkan keadilan dan dapat menjadi sarana pengayoman masyarakat.Untuk menangani hal tersebut, Negara Indonesia berpedoman pada hukum Pidana.Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, dilarang dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. Hukum Pidana juga dapat menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan dan menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. Untuk melaksanakan pembinaan di dalam LAPAS tersebut diperlukan adanya suatu program agar proses pembinaan dapat tercapai. Sedangkan pembinaan yang ada diluar LAPAS di laksanakan oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS), yang dalam pasal 1 ayat 4 UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, menyatakan bahwa BAPAS adalah suatu pranata untuk melaksanakan bimbingan klien pemasyarakatan. Balai Pemasyarakatan (BAPAS) sendiri mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan sebagian dari tugas pokok Direktoral Jendral Pemasyarakatan dalam menyelenggarakan pembimbingan klien pemasyarakatan di daerah.Bentuk dari bimbingan yang diberikan bermacam-macam, mulai dari pemberian pembinaan tentang agama, keterampilan, sampai pada pembinaan kepribadian. Bimbingan ini diberikan dengan tujuan agar klien dapat hidup dengan baik didalam masyarakat sebagai warga negara serta bertanggung Dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 15 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan disebutkan bahwa”Sistem Pemasyarakatan diselengarakan dalam rangka membentuk warga binaan (narapidana, anak didik pemasyarakatan dan klien pemasyarakatan) agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindakan pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakatan, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.Tujuan dari pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan adalah agar narapidana tidak mengulangi lagi perbuatannya dan bisa menemukan kembali kepercayaan dirinya serta dapat diterima menjadi bagian dari anggota masyarakat. Selain itu pembinaan juga dilakukan terhadap pribadi dari narapidana itu sendiri. Tujuannya agar narapidana mampu mengenal dirinya sendiri dan memiliki tingkat kesadaran diri yang tinggi. Selama ini perhatian banyak diberikan terhadap lembaga-lembaga hukum yang bergerak langsung dalam penegakan hukum baik di lembaga pembuat Undang-Undang maupun pihak yang bertanggung jawab dalam hal pelaksanaannya seperti Polisi, Hakim ataupun Jaksa. Perhatian tersebut dirasa kurang pada Lembaga Pemasyarakatan. Hal ini ditunjukkan tingkat keberhasilan dalam suatu Lembaga Pemasyarakatan yang masih kurang. Masih banyak dijumpai tindak pidana yang ada dalam masyarakat khususnya pengulangan tindak pidana (residive) yang dilakukan oleh mantan narapidana. Dalam melaksanakan pembinaan, petugas Lembaga Pemasyarakatan harus dapat menjaga keseimbangan dan memberikan perlakuan yang sama terhadap sesama narapidana. Lembaga Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugasnya juga harus memperhatikan sisi kemanusiaan dan hak asasi manusia, karena narapidana merupakan bagian dari masyarakat yang seharusnya mendapat perhatian yang wajar terutama perhatian terhadap hak-hak narapidana baik selama menjalani masa pidana maupun yang telah selesai menjalani hukumannya. B. Dasar Hukum Landasan hukum yang digunakan sebagai acuan pelaksanan pembinaan di Lapas , Rutan, dan cabang rutan sebagai berikut: 1. Undang - Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 (Pasal 29 tentang kemerdekaan untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaan. 2. Undang-undang Republik Indonesia No 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan. 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 31 Tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan. 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 32 Tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak bagi warga binaan pemasyarakatan. 5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 28 tahun 2006 tentang atas perubahan PP No 32 Tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak bagi warga binaan pemasyarakatan. 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 58 Tahun 1999 tentang tentang syarat dan tata cara pelaksanaan wewenang, tugas dan tanggung jawab perawatan tahanan. 7. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No M02-PK-10 Tahun 1999 tentang pola pembinaan narapidana/tahanan. 8. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No M.HH-05.0T.01.01 Tahun 2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang organisasi dan tata kerja Kementerian Hukum dan Ham RI. C. Tujuan Tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah memberikan pemahaman mengenai pengetahuan di bidang hukum pidana, memberikan masukan kepada Lembaga Pemasyarakatan mengenai pembinaan dan bimbingan. mengetahui bagaimana pelaksanaan pembinaan narapidana dan faktor-faktor yang menghambat proses pelaksanaan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita kelas II A Palembang. D. Manfaat Manfaat dari penelitian yaituMenambah bahan referensi di bidang karya ilmiah serta bahan masukan bagi penelitian sejenis di masa yang akan datang, memberikan pengetahuan kepada keluarga maupun masyarakat mengenai proses pembinaan dan bimbingan, mengetahui berbagai macam metode yang telah di terapkan di Lembaga Pemasayarakatan Wanita Klas II A Palembang. BAB II DESKRIPSI WILAYAH A. Gambaran Umum Lapas Wanita Kelas II A Palembang Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Palembang merupakan salah satu Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Pemasyarakatan sebagai tempat pembinaan narapidana yang bernaung di bawah Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Sumatera Selatan. DASAR HUKUM 1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang KUHP 2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara tahun 1981 No. 76 dan Tambahan Negara No. 3208) 3. PP Nomor 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan Hukum Acara Pidana 4. Undang-Undang RI No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak 5. Undang-Undang RI No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan 6. Undang-Undang RI No. 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak 7. Undang-Undang RI No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia 8. Standart Minimum Rules (SMR) 9. Petunjuk Pelaksanaan Nomor E.76-UM.01.06 Tahun 1986 tentang Perawatan Tahanan Rumah Tahanan Negara 10. PP Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan 11. PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan 12. PP Nomor 58 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan 13. PP No. 28 Tahun 2006 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan 14. Permen Kum dan HAM RI No. M.HH.01.PK.04.10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat; VISI “Terwujudnya Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Palembang yang aktif dan produktif yang berlandaskan iman dan taqwa” MISI “Meningkatkan pembinaan mental, rohani dan keterampilan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan dan pelaksanaan pengamanan menuju Lapas yang aman dan tertib” TUJUAN 1. Membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga dapat di terima kembali oleh lingkungan masyarakat dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. 2. Memberikan jaminan perlindungan hak tahanan dalam rangka proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. SASARAN 1. Meningkatkan kualitas ketaqwaan narapidana kepada Tuhan Yang Maha Esa, sikap dan perilaku, profesionalisme / keterampilan, intelektual serta peningkatan kesehatan jasmani dan rohani 2. Meningkatkan program Integrasi sosial berupa Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Bersyarat (CB), Cuti Menjelang Bebas (CMB), asimilasi, isi hunian sesuai dengan kapasitas yang ideal, menurunnya gangguan kamtib, menurunnya angka residivis, persentase angka kematian dan sakit sama dengan persentase yang ada di masyarakat serta koordinasi dengan instansi terkait dengan baik. TUGAS POKOK DAN FUNGSI Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Palembang merupakan salah satu unit pelaksanaan teknis (UPT) dibawah Kementerian Hukum dan HAM RI Kantor Wilayah Sumatera Selatan. Tugas Pokoknya adalah melaksankan pemasyarakatan narapidana dan anak didik. Fungsinya adalah 1. Melakukan pembinaan dan perawatan narapidana dan anak didik. 2. Memberikan bimbingan,mempersiapkan sarana dan mengelola hasil kerja. 3. Melakukan bimbingan sosial kerohanian narapidana / anak didik. 4. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib Lapas serta melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga. TRI DARMA PETUGAS PEMASYARAKATAN 1. Kami petugas Pemasyarakatan adalah abdi hukum pebina dan pembimbing pelanggar hukum serta pengayom masyarakat. 2. Kami petugas Pemasyarakatan wajib bersikap bijaksana dan bertindak adil dalam melaksanakan. 3. Kami petugas Pemasyarakatan bertekad menjadi suri tauladan dalam mewujudkan Sistem Pemasyarakatan. SUMBER DAYA MANUSIA No Pendidikan Jumlah 1. 2. 3. 4. 5. S3 S2 S1 D3 SMA 1 Orang 1 Orang 31 Orang 6 Orang 37 Orang Total 77 Orang Tabel 1 Jumlah Staf Lembaga Pemasyarakatan Wanita Palembang No. Staf Jumlah 1. 2. 3. 4. 5. Pembinaan Poliklinik Perawatan Makanan Administrasi Registrasi 4 Orang 6 Orang 2 Orang 10 Orang 4 Orang Total 26 Org Tabel 2 Jumlah Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Palembang No. Penjaga Jumlah 1. 2. P2U Penjagaan 8 Orang 4 Orang Total 12 Org Tabel 3 KEADAAN PENGHUNI Kapasitas Lapas : 305 Org No. Blok Jumlah Kapasitas Jumlah Kamar 1. Marwah 36 Orang 4 Kamar 2. Syafa 30 Orang 3 Kamar 3. Ar- Rohma 133 Orang 8 Kmr 4. Muzdalifa 31 Orang 7 Kamar Tabel 4 Tahanan : 58 Org Narapidana : 182 Org SPESIFIKASI BANGUNAN BLOK HUNIAN • BlokMarwah : Narapidana dengan kasus kriminal • Blok Syafa : Narapidana dengan kasus Korupsi • Blok Ar- Rohmah : Narapidana dengan kasus narkotika/ psikotropika • Blok Muzdalifa : Narapidana yang telah di angkat menjadi tamping • Mapenaring : Narapidana operan dari Lembaga Pemasyarakatan lain KOORDINASI DENGAN INSTANSI TERKAIT 1. Kepolisian, yang dilakukan berkaitan dengan bantuan pengamanan/ pengawasan. 2. Kejaksaan, koordinasi yang berkaitan dengan penahanan, penjemputan tahanan untuk persidangan, penerbitan surat eksekusi (P.48 dan BA.8), penerbitan surat tidak ada perkara lain guna kelengkapan berkas proses pembinaan warga binaan pemasyarakatan. 3. Pengadilan, koordinasi yang berkaitan dalam extra vonis, surat masa penahanan yang akan habis dan permasalahan lainnya. 4. Dinas kesehatan Tk I atau Dinas Kesehatan kota Palembang, koordinasi yang berkaitan dengan masalah TB, penyedian obat-obatan, penyuluhan HIV/ AIDS, penyuluhan tentang reproduksi wanita dan masalah lainnya. 5. RS Ernadi Bahar, koordinasi dalam hal pemeriksaan UCT terhadap WBP 6. RSMH, koordinasi dalam hal pengobatan WBP 7. Kantor Kementerian Agama, koordinasi dalam hal yang berkaitan dengan pembinaan rohani WBP. PROGRAM PEMBINAAN Pembinaan mental rohani berkerjasaman dengan Kantor Kementerian Agama Kota Palembang, Yayasan Majelis Ta’lim Wattazdkir Ratibul Haddad Wal At-Thas, Majelis Tilawatil Qur’an dan Komunitas Layanan Konseling Agape Gereja Protestan Injili Nusantara, Majelis Jemaat Gereja Protestan Indonesia Barat Immanuel. Pembinaan Intelektual dan Wawasan Kebangsaan melalui : Penyuluhan Hukum, mengikutsertakan WBP mengikutiapel bersama setiap tanggal 17 dan Upacara Hari Besar Nasional. Pembinaan Kemasyarakatan Sosial untuk menunjang Sistem Pemasyarakatan yaitu memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan warga binaan pemasyarakatan sebagai individu, dan anggota masyrakat maka dalam melaksanakan program tersabut kepada para WBP diberikan Cuti menjelang Bebas (CMB), Cuti Bersyarat (CB), Pelepasan Bersyarat (PB), dll. Pembinaan Kemandirian Latihan Keterampilan : Menjahit, Salon dan merangkai bunga (mute)Pembinaan Olah Raga dilaksanakan dilaksanakan setiap hari yaitu senam pagi dan khususnya hari Selasa, Kamis, Sabtu dilakukan kegiatan olahraga bola Volly, Badminton, Tenis Meja, dll. B. Struktur Organisasi Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Palembang Jl. Merdeka No. 12 Palembang Telp. 0711 - 350644 C. SEJARAH SINGKAT Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Palembang berdiri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor: M.03.PR.07.03 Tahun 2007 Tanggal 23 Februari 2007. Pada awal berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Palembang masih bergabung dengan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Palembang yang terletak di jalan Inspektur Marzuki Km. 4,5 Kel. Siring Agung Palembang. Pada tanggal 01 Juni 2009 Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Palembang mulai beroperasi sendiri tetapi bangunannya masih merupakan bagian gedung Lembaga Pemasyarakatan Klas I Palembang dengan jumlah penghuni saat itu ± 140 Orang. Namun sejak tanggal 18 Maret 2011 Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Palembang telah memiliki bangunan sendiri yang dahulunya merupakan bangunan Rutan Klas I Palembang yang terletak di Jln. Merdeka No. 12 Palembang dengan jumlah penghuni ± 226 Orang (Data pertanggal 1 November 2012), sedangkan luas bangunan : • Bangunan Kantor (623 M²) • Kamar Hunian (4.439 M²) • Jumlah (5.062 M²) terdiri dari : • Ruang Perkantoran (Ruang Tata Usaha, Umum, Kepegawaian& Keuangan, Pertemuan, Kalapas, Adm. Kamtib, Keamanan, Portatib Kegiatan Kerja, Bimker& Lolahasker, Besukan, Warung Informasi, KPLP, P2U, Binadik, Register, Bimaswat, Komandan dan Dapur) • Blok Hunian (Narapidana dan Tahanan sebanyak 4 Blok) • Ruang Ibadah, Ruang Pertemuan, Koperasi, Bimker, Perpustakaan, Wartel, Poliklinik dan Gudang. BAB III KEGIATAN PKL Uraian kegiatan PKL Kegiatan PKL di Lapas Wanita Kelas II A Palembang dilaksanakan pada tanggal 12 Desember 2014 sampai 12 Januari 2015 adapun kegaiatan yang kami lakukan adalah dimulai dari pukul 8.30 sampai pukul 03.00 WIB melakukan konseling terhadap warga binaan disini kami melakukan konseling individu, melakukan pengajaran baca tulis, B. Inggris, Rabana, melakukan pendidikan agama islam seperti mengajarkan tata cara mengkafani jenazah, sholat dzhur berjamaah, melakukan Ruqyah, Safaring volly, makan-makan bersama warga binaan beserta petugas Lapas Wanita Palembang, menonton film motivasi, melaksanakan perlombaan seperti cerdas cermat, hapalan ayat-ayat pendek, makan kerupuk, memindahkan duit di dalam sagu, lompat karung, joget balon, kelereng di dalam sendok dan yang terakhir memasukan pena didalam botol. A. Pendidikan dan Pengajaran Pengertian pendidikan Para ahli pendidikan menemui kesulItan dalam merumuskan definisi pendidikan. Kesulitan itu antara lain disebabkan oleh banyaknya jenis kegiatan serta aspek kepribadian yang dibina dalam kegiatan itu, masing-masing kegiatan tersebut disebut pendidikan. 1. Menurut Rupert C. Lodge dalam philosophiy of education menyatakan bahwa dalam pegertian yang luas pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. 2. Joe park merumuskan pendidikan sebagai the art or process of importing or acquiring knowledge and habit through instructional as strudy. Dalam definisi ini ditekankan kegiatan pendidikan diletakkan pada pengajaran ( instruction ) sedangkan segi kepribadian yang dibina adalah aspek kognitif dan kebiasaan. 3. Theodore mayor greene mengajukan definisi yang sangat umum pendidikan adalah usaha manusia untuk menyiapkan dirinya untuk suatu kehidupan yang bermakna. Dalam definisi ini aspek pendidikan luas sekali. 4. Alfed nort whitehead menyusun definisi pandidikan yang menekankan segi keterampilan menggunakan pengetahuan sehingga cakupan pendidika sempit. Pendidika adalah meningkatkan diri dalam segala aspeknya. Definisi ini mencakup kegiatan pendidikan yang melibatakan guru ataupun yang tidak melibatkan guru (pendidk). Mencakup pendidikan formal mauun non formal serta informal. Segi yang dibina oleh pendidikan dalam definisi ini adalah seluruh aspek kepribadian. Pengertian Pengajaran Sikun pribadi, guru besar IKIp Bandung, Pengajaran meurut pendapatnya adalah suatu kegiatan yang menyangkut pembinaan anak, mengenai segi kognitif dan psikomotor semata-mata, yaitu supaya anak lebih banyak pengetahuaanya, lebih cakap berpikir kritis, sistematis dan obyektif serta trampil dalam mengerjakan sesuatu. Tujuan pengajaran lebih mudah dari pada tujuan pendidikan. K.H Dewantoro berpendapat bahwa pengajaran itu adalah sebagian dari pendidikan. Ia menyatakan sebagai berikut” pengajaran (onderwijs) itu tidak lain dan tidak bukan ialah salah satu bagian dari pendidikan. Jelasnya, pengajaran tidak lain ialah pendidikan dengan cara memberikan ilmu atau pengetahuan serta kecakapan”. Sekalipun pengertian pendidikan dan pengajaran yang diberikan oleh Sikun Pribadi dan Dewantoro tersebut hanya berlaku bagi pendidikan yang melibatkan guru (si pendidik), namun pengertian itu dapat dipakai, sekurang-kurangnya untuk menentukan pengertian pendidikan dalam arti sempit. Hubungan Pendidikan dan Pengajaran Dalam arti sempit pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan umumnya di sekolah sebagai lembaga pendidikan dan dapat diketahui bahwa pengajaran hanyalah salah satu usaha yang hanya dilakukan melalui pendidikan dalam mendidik anak didiknya. Pendidik dalam rangka pengajaran dituntut untuk melakukan kegiatan yang bersifat edukatif dan ilmiah. Oleh karena itu, peran pendidik tidak hanya sebagai pengajar, tetapi sekaligus sebagai pembimbing yaitu sebagi wali yang memabantu anak didik mengatasi kesulitan dalam studynya dan pemecahan bagi permasalahan lainnya. Artinya, pendidikan tidak akan berhasil dalam mengembangkan anak didik secara utuh dan maksimal. B. Pembinaan Agama Upaya pembinaan dan bimbingan pemasyarakatan dilakukan secara terpadu dalam kegiatan-kegiatan yang diupayakan di lembaga pemasyarakatan (lapas) melalui pendekatan-pendekatan pembinaan dan bimbingan mental spiritual (agama, budi pekerti, akhlak, pancasila, dan sebagainya) sebagai upaya memulihkan harga diri sebagai pribadi dan warganegara. Pembinaan narapidana memperhatikan kebutuhan sebagai manusia pada umumnya, yaitu kebutuhan fisik dan non fisik (mental spiritual). Pembinaan fisik yang berkaitan dengan kebutuhan jasmaniah juga menyangkut masalah yang berkenaan dengan upaya membekali napi melalui kegiatan yang bersifat mendorong untuk memiliki pengetahuan dan ketrampilan. Sedangkan pembinaan mental spiritual meliputi aktivitas yang berkenaan dengan masalah keagamaan, budi pekerti, kemasyarakatan (sosial), kesadaran berbangsa dan bernegara, serta kamtibmas. Di damping itu dalam kaitannya dengan kepemudaan ada kegiatan paket kepramukaan sebagaimana yang telah berjalan selama ini. Dari pelaksanaan program kegiatan pembinaan keagamaan selama ini ada beberapa hal yang menjadi kendala, antara lain: belum adanya tenaga pembina khusus (rohaniawan) yang berlatar pendidikan tinggi dalam ilmu agama dan sebagai pegawai lembaga pemasyarakatan, alat-alat penunjang kegiatan yang belum tercukupi dan ketersediaan dana operasional yang masih terbatas. Pembinaan keagamaan dan mental spiritual terhadap narapidana ini membutuhkan tenaga “spesialis” yang terdiri dari tiga unsur, yaitu rohaniawan, psikolog dan dokter. Ketiganya hendaknya merupakan suatu keterpaduan dan selalu berada di tempat untuk menjalankan tugas setiap harinya yang berstatus sebagai pegawai lapas sebagaimana petugas lapas lainnya, bukan tenaga bantuan dari luar. C. Pengembangan Minat Bakat Minat Minat adalah seberapa besar seseorang merasa suka/tertarik atau tidak suka/mengabaikan kepada suatu rangsangan. Minat adalah dorongan yang kuat bagi seseorang untuk melakukan segala sesuatu yang menjadi keinginannya. Minat merupakan faktor yang dapat mengarahkan bakat dan keberadaannya merupakan faktor utama dalam pengembangan bakat. Kata minat lebih menggambarkan motivasi, yang mempengaruhi perhatian, berpikir dan berprestasi Spesifikasi minat dapat dibedakan menjadi: • Minat pribadi (personal interest), yaitu ciri pribadi individu yang relatif stabil. Minat pribadi ditujukan pada suatu kegiatan atau topik yang spesifik (misalnya minat pada olah raga, ilmu pengetahuan, musik, tarian, komputer, dan lain-lain). • Minat situasional, yaitu minat yang ditumbuhkan oleh kondisi atau faktor lingkungan, misalnya peran pendidikan formal, informasi yang diperoleh melalui buku, internet atau televisi. • Minat sebagai keadaan psikologis, yakni bila seseorang memiliki penilaian yang tinggi untuk suatu kegiatan (value of activity) dan pengetahuan yang tinggi terhadap kegiatan tersebut. Jadi minat merupakan kecenderungan atau arah keinginan terhadap sesuatu untuk memenuhi dorongan hati, minat merupakan dorongan dari dalam diri yang mempengaruhi gerak dan kehendak terhadap sesuatu, merupakan dorongan kuat bagi seseorang untuk melakukan segala sesuatu dalam mewujudkan pencapaian tujuan dan cita-cita yang menjadi keinginannya. Bakat Sedangkan Bakat adalah sebuah sifat dasar, kepandaian dan pembawaan yang dibawa sejak lahir, misalnya menulis. Ada juga kata “bakat yang terpendam”, artinya bakat alami yang dibawah sejak lahir tapi tidak dikembangkan. Misalnya seseorang memilki bakat menjadi seorang pelari, tetapi tidak dikembangkan, sehingga kemampuannya untuk berlari juga tidak berkembang. Bakat memiliki tiga arti yaitu achievement (kemampuan aktual), capacity (Kemampuan potensial), dan aptitude (sifat dan kualitas).Ciri-ciri bakat, yaitu: • Bakat merupakan kondisi atau kualitas yang dimiliki seseorang, yang memungkinkan seseorang tersebut akan berkembang pada masa mendatang. • Bakat merupakan potensi bawaan yang masih membutuhkan latihan agar dapat terwujud secara nyata. • Bakat merupakan potensi terpendam dalam diri seseorang. • Bakat dapat muncul perlu digali, ditemukan, dilatih, dan dikembangkan. • Bakat memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu, akan tetapi harus ditunjang dengan minat, latihan, pengertian, pengetahuan, pengalaman, dan dorongan.Bakat tidak selalu identik disertai minat. • Bakat yang tidak disertai minat, maupun minat yang tidak disertai bakat, akan menimbulkan gap. Bila orang tua tidak cukup cermat misalnya dengan hal ini akan berdampak buruk bagi anak. Aspek-aspek Bakat: • Aspek perseptual: meliputi kemampuan dalam memberikan penilaian atau pemahaman terhadap sesuatu. • Aspek psikomotor: meliputi kemampuan fisik seperti kekuatan fisik, kecepatan gerak, ketelitian dan ketepatan, koordinasi dan keluwesan anggota tubuh. • Aspek intelektual: meliputi kemampuan mengingat dan mengevaluasi suatu informasi D. Pengembangan Kepribadian Pembinaan Kepribadian adalah pembinaan yang bertujuan meningkatkan kualitas pribadi narapidana agar memiliki mental spiritual yang baik, memiliki kesadaran hukum yang baik, memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang baik dan memiliki kemampuan intelektual yang lebih baik. Program pembinaan Kepribadian terbagi menjadi : 1. Program belajar membaca Al – Quran. 2. Program pengajian (ceramah agama Islam) 3. Kebaktian bagi umat kristiani. 4. Program perayaan Hari Besar masing- masing agama dan kepercayaan WBP. 5. Program kegiatan olah raga dan seni (band dan marawis). 6. Program pelaksanaan kegiatan kunjungan untuk WBP setiap hari dimulai dari pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB. BAB IV PEMBAHASAN MASALAH Sistem Pemidanaan Indonesia Pedoman pemidanaan (straftoemeting-leiddraad), tidak dapat dilepaskan dengan aliran-aliran hukum pidana yang dianut di suatu negara. Sebab bagaimana pun juga rumusan pedoman pemidanaan baik yang dirumuskan secara tegas maupun tidak, selalu dipengaruhi oleh aliran-aliran hukum pidana yang dianut. Di dalam dunia hukum pidana terdapat tiga aliran, yaitu: 1. Aliran Klasik. Aliran Klasik, aliran ini menitikberatkan kepada perbuatan dan tidak kepada orang yang melakukan tindak pidana. Hukum pidana yang demikian ialah hukum pidana perbuatan (daadstrafrecht). Aliran Klasik ini berpijak pada tiga tiang: • Asas legalitas, yang menyatakan bahwa tiada pidana tanpa undang-undang, tiada tindak pidana tanpa undang-undang dan tiada penuntutan tanpa undang-undang. • Asas kesalahan, yang berisi bahwa orang hanya dapat dipidana untuk tindak pidana yang dilakukannya dengan sengaja atau karena kealpaan. • Asas pengimbalan (pembalasan) yang sekuler, yang berisi bahwa pidana secara kongkrit tidak dikenakan dengan maksud untuk mencapai sesuatu hasil yang bermanfaat, melainkan setimpal dengan berat ringannya perbuatan yang dilakukan. 2. Aliran Modern. Aliran Modern atau aliran positif, aliran ini tumbuh pada abad ke-19. Pusat perhatian aliran ini adalah si pembuat. Aliran ini disebut aliran positif karena dalam mencari sebab kejahatan menggunakan metode ilmu alam dan bermaksud untuk langsung mendekati dan mempengaruhi penjahat secara postif sejauh ia masih dapat diperbaiki. Sehingga aliran ini berorientasi kepada pembuat atau daderstrafrecht. Menurut aliran ini perbuatan seseorang tidak dapat dilihat secara abstrak dari sudut yuridis semata-mata terlepas dari orang yang melakukannya, tetapi harus dilihat secara konkrit bahwa dalam kenyataannya perbuatan seseorang itu dipengaruhi oleh watak pribadinya, faktor-faktor biologis atau lingkungan kemasyarakatan.Jadi aliran ini bertitik tolak pada pandangan determinisme untuk menggantikan “doktrin kebebasan kehendak”. Ciri-ciri aliran modern adalah sebagai berikut: • Menolak definisi hukum dari kejahatan (rejected legal definition of crime). • Pidana harus sesuai dengan tindak pidana (let the punishment fit the criminal). • Doktrin determinisme (Doctrine of determinisme). • Penghapusan pidana mati (abolition of the death penalty). • Riset empiris (Empirical Research: Use of the inductive method). • Pidana yang tidak ditentukan secara pasti (indeterminatesentence). 3. Aliran Neoklasik. Aliran Neoklasik, aliran ini mulai mempertimbangkan kebutuhan adanya pembinaan individual dari pelaku tindak pidana. Para penganut aliran ini kebanyakan sarjana Inggris menyatakan bahwa konsep keadilan social berdasarkan hukum tidak realistis, dan bahkan tidak adil. Aliran ini berorientasi kepada perbuatan dan orang atau hukum pidana yang berorientasi kepada daad-daderstrafrecht. Adapun cirri-ciri aliran ini adalah; • Modifikasi dari doktrin kebebasan kehendak yang dapat dipengaruhi oleh patologi, ketidakmampuan, penyakit jiwa, dan keadaan-keadaan lain. • Diterima berlakunya keadaan-keadaan yang meringankan. • Modifikasi dari doktrin pertanggungjawaban untuk mengadakan peringanan pemidanaan, dengan kemungkinan adanya per-tanggungjawaban sebagian di dalam kasus-kasus tertentu seperti penyakit jiwa, usia dan keadaan-keadaan lain yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan kehendak seseorang pada saat terjadinya kejahatan. • Masuknya kesaksian ahli di dalam acara peradilan guna menentukan derajat pertanggungjawaban. Aliran-aliran ini berusaha untuk memperoleh sistem hukum pidana yang praktis dan bermanfaat sesuai dengan perkembangan presepsi manuisa tentang hak-hak asasi manusia. Tentang pedoman pemidanaan secara tegas rumusannya tidak kita jumpai di dalam KUHP kita, tetapi hanya dapat kita simpulkan dari beberapa rumusan KUHP kita sendiri. Berdasarkan praktek peradilan pidana di Indonesia untuk dapat terselenggarananya Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice system) yang baik, maka perlu dibuat suatu pedoman pemidanaan yang lengkap dan jelas. Pedoman ini sangat berguna bagi Hakim dalm memutuskan suatu perkara dan mempunyai dasar pertimbangan yang cukup rasional. Maka sehubungan dengan hal tersebut di atas dalam Konsep Rancangan KUHP 2004 dalam Pasal 52, terdapat pedoman pemidanaan yang bunyinya sebagai berikut: Dalam Pemidanaan wajib mempertimbangkan: 1. Kesalahan pembuat tindak pidana. 2. Motif dan tujuan melakukan tindak pidana. 3. Sikap batin pembuat tindak pidana. 4. Apakah tindak pidana dilakukan secara berencana. 5. Cara melakukan tindak pidana. 6. Sikap dan tidakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana. 7. Riwayat hidup dan keadaan social-ekonomi pembuat tindak pidana. 8. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana. 9. Pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban. 10. Pemaafan dari korban dan/atau keluarganya. 11. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan. Lebih lanjut merujuk sistem pemidanaan di Indonesia tidak lepas dari tujuan pemidanaan, Muladi cenderung mengadakan kombinasi tujuan pemidanaan yang dianggap cocok dengan pendekatan-pendekatan Sosiologis, Ideologis dan Juridis Filosofis tersebut. Di landasi oleh asumsi dasar, bahwa tindak pidana merupakan gangguan terhadap keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan masyarakat yang mengakibatkan kerusakan individu ataupun masyarakat. Dengan demikian maka tujuan pemidanaan adalah untuk memperbaiki kerusakan individual dan sosial yang diakibatkan oleh tindak pidana. Perangkat tujuan pemidanaan yang dimaksudkan di atas adalah: (1) pencegahan (umum dan khusus), (2) perlindungan masyarakat, (3) memelihara solidaritas masyarakat, (4) pengimbalan/pengimbangan. Tim perancangan Konsep Rancangan KUHP 2004 telah sepakat bahwa tujuan pemidanaan adalah: 1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat. 2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadikannya orang yang baik dan berguna. 3. Menyelesaikan konflik yang ditimnulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. 4. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana. (Pasal 51 Konsep RKUHP 2004). Untuk itu sistem hukum pidana yang berlaku di Indonesia adalah sistem hukum pidana yang berlaku seperti yang diatur dalam KUHP yang ditetapkan pada UU No. 1 tahun 1964 jo UU No. 73 tahun 1958, beserta perubahan-perubahannya sebagaimana yang ditentukan dalam UU No. 1 tahun 1960 tentang perubahan KUHP(selanjutnya disebut UU Prp ), UU No. 16 Prp tahun 1960 tentang beberapa perubahan dalam KUHP, UU no. 18 prp tentang perubahan jumlah maksimum pidana denda dalam KUHP. Meskipun Wetboek van Strarecht peninggalan zaman penjajahan belanda sudah tidak dipakai lagi di negara kita, tapi sistem pemidanaannya masih tetap digunakan sampai sekarang, meskipun dalam praktek pelaksanaannya sudah sedikit berbeda. Dalam masalah pemidanaan dikenal dua sistem atau cara yang biasa diterapkan mulai dari jaman W.V.S Belanda sampai dengan sekarang yakni dalam KUHP: 1. Bahwa orang yang dipidana harus menjalani pidananya didalam tembok penjara. Ia harus diasingkan dari masyarakat ramai terpisah dari kebiasaan hidup sebagaimana layaknya mereka bebas. Pembinaan bagi terpidana juga harus dilakukan dibalik tembok penjara. 2. Bahwa selain narapidana dipidana, mereka juga harus dibina untuk kembali bermasyarakat atau rehabilitasi/resosialisasi. Dalam KUHP penjatuhan pidana pokok hanya boleh satu macam saja dari tindak pidana yang dilakukan, yaitu salah satu pidana pokok diancam secara alternatif pada pasal tindak pidana yang bersangkutan. Untuk pidana pokok masih dapat satu atau lebih pidana tambahan seperti termasuk dalam Pasal 10b, dikatakan dapat berarti penambahan pidana tersebut adalah fakultatif. Jadi pada dasarnya dalam sistem KUHP ini tidak diperbolehkan dijatuhi pidana tambahan pidana pokok, kecuali dalam Pasal 39 ayat (3)(perampasan atas barang sitaan dari orang yang bersalah) dan Pasal 40 (pengembalian anak yang belum dewasa tersebut pada orangtuanya). Mengenai maksimum pidana penjara dalam KHUP adalah lima tahun dan hanya boleh dilampaui hingga menjadi dua puluh tahun, yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati,pidana seumur hidup, atau pidana penjara selama waktu tertentu. Atau antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu sebagaimana 39 diatur dalam Pasal 12 ayat (3) sedangkan minimum pidana penjara selama waktu tertentu adalah satu hari dan paling lama lima belas hari sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (2) KUHP. Sedangkan mengenai maksimum pidana kurungan adalah satu tahun dan hanya boleh dilewati menjadi satu tahun empat bulan, dalam hal ada pemberatan pidana karena pengulangan, perbarengan, atau karena ketentuan Pasal 52-52a.Adapun minimum pidana kurungan adalah satu hari sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 KUHP. Sejarah pertumbuhan dan perkembangan pidana penjara sebagai pidana hukuman tumbuhnya bersamaan dengan sejarah perlakuan terhadap terhukum (narapidana) serta adanya bangunan yang harus didirikan dan pergunakan untuk menampung para terhukum yang kemudian dikenal dengan bangunan penjara. Dalam Sistem baru pembinaan narapidana bangunan Lembaga Pemasyarakatan mendapat prioritas khusus. Sebab bentuk bangunan yang sekarang ada masih menunjukkan sifat-sifat asli penjara, sekalipun image yang menyeramkan dicoba untuk dinetralisir. Dalam proses pemidanaan, lembaga pemasyarakatan/rutan yang mendapat porsi besar dalam melaksanakan pemidanaan, setelah melalui proses persidangan di pengadilan.Pada awalnya tujuan pemidanaan adalah penjeraan, membuat pelaku tindak pidana jera untuk melakukan tindak pidana lagi. Tujuan itu kemudian berkembang menjadi perlindungan hukum. Baik kepada masyarakat (pihak yang dirugikan) maupun kepada pelaku tindak pidana (pihak yang merugikan). Berangkat dari upaya perlindungan hukum, maka pelaku tindak pidana dalam menjalani pidananya juga mendapat perlakuan yang manusiawi, mendapat jaminan hukum yang memadai. Lembaga Pemasyarakatan menurut Pasal 1 ayat (3) UU Pemasyarakatan yaitu: Lembaga pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Peran Lembaga Pemasyarakatan memudahkan pengintegrasian dan penyesuaian diri dengan kehidupan masyarakat, tujuannya agar mereka dapat merasakan bahwa sebagai pribadi dan Warga Negara Indonesia yang mampu berbuat sesuatu untuk kepentingan bangsa dan negara seperti pribadi dan Warga Negara Indonesia lainnya serta mereka mampu menciptakan opini dan citra masyarakat yang baik. Pembinaan Narapidana Pembinaan telah menempatkan narapidana sebagai subjek pembinaan dan tidak sebagai objek pembinaan seperti yang dilakukan dalam sistem kepenjaraan. Dalam sistem pemasyarakatan perlakukan sudah mulai berubah. Pemasyarakatan telah menyesuaikan diri dengan falsafah negara yaitu Pancasila, terutama perlakukan terhadap narapidana. Sistem baru pembinaan narapidana secara tegas mengatakan bahwa tujuan pembinaan narapidana adalah mengembalikan narapidana kemasyarakat dengan tidak melakukan tindak pidana lagi. Fungsi dan tugas pembinaan pemasyarakatan terhadap warga binaan pemasyarakatan dilaksanakan secara terpadu dengan tujuan agar mereka setelah selesai menjalani pidananya, pembinaannya dan bimbingannya dapat menjadi warga masyarakat yang baik. Sebagai abdi negara dan abdi masyarakat wajib menghayati serta mengamalkan tugas-tugas pembinaan pemasyarakatan dengan penuh tanggung jawab. Untuk melaksanakan kegiatan pembinaan pemasyarakatan yang berdaya guna, tepat guna dan berhasil guna, petugas harus memiliki kemampuan profesional dan integritas moral. Pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan disesuakan dengan asas-asas yang terkandung dalam Pancasila, UUD NKRI 1945 dan Standar Minimum Rules (SMR). Pada dasarnya arah pelayanan pembinaan dan bimbingan yang perlu dilakukan oleh petugas ialah memperbaiki tingkah laku warga binaan pemasyarakatan agar tujuan pembinaan dapat dicapai. Ruang lingkup pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor : M.02.PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan dibagi dalam dua bidang : 1. Pembinaan Kepribadian meliputi : Pembinaan kesadaran beragama. Usaha ini diperlukan agar dapat diteguhkan imannya terutama member pengertian agar warga binaan pemasyarakatan dapat menyadari akibat-akibat dari perbuatannya yang benar dan perbuatan yang salah. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara. Upaya yang dilaksanakan melalui pendidikan Pancasila termasuk menyadarkan mereka agar dapat menjadi warga negara yang baik, dapat berbakti bagi bangsa dan negara. Mereka perlu disadarkan bahwa berbakti untuk bagsa dan negara adalah sebagian dari iman (takwa). Pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan). Usaha ini diperlukan agar pengetahuan serta kemampuan berpikir warga binaan pemasyarakatan semakin meningkat sehingga dapat menunjang kegiatan-kegiatan positif yang diperlukan selama masa pembinaan. Pembinaan intelektual dapat dilakukan baik melalui pendidikan formal maupun informal. Pendidikan formal diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang telah ada yang ditetapkan oleh pemerintah agar dapat ditingkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan. Pendidikan non formal diselenggarakan melalui kursus-kursus, latihan keterampilan dan sebagainya. Pembinaan kesadaran hukum. Pembinaan kesadaran hukum warga binaan pemasyarakatan dilaksanakan dengan memberikan penyuluhan hukum yang bertujuan untuk mencapai kesadaran hukum yang tinggi sehingga sebagai anggota masyarakat menyadari hak dan kewajibannya dalam rangka turut menegakkan hukum dan keadilan, perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban, ketentraman, kepastian hukum, dan terbentuknya perilaku setiap warga negara Indonesia yang taat kepada hukum. Penyuluhan hukum bertujuan lebih lanjut untuk membentuk keluarga yang sadar hukum yang dibina selama berada di lingkungan pembinaan maupun setelah berada kembali ditengah-tengah masyarakat. Pembinaan mengintegrasi diri dengan masyarakat. Pembinaan di bidang ini dapat dikatakan juga pembinaan kehidupan sosial kemasyarakatan yang bertujuan pokok agar bekas narapidana mudah diterima kembali oleh masyarakat lingkungannya. 2. Pembinaan Kemandirian. Pembinaan kemandirian diberikan dalam Lembaga Pemasyarakatan melalui program-program : A. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri misalnya : kerajinan tangan, industri rumah tangga, reparasi mesin dan alat-alat elektronik. B. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil, misalnya pengelolaan bahan mentah dari sektor pertanian dan bahan alam menjadi bahan setengah jadi (contoh mengolah rotan menjadi perabotan rumah tangga). C. Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakat masing-masing. Dalam hal ini bagi mereka yang memiliki bakat tertentu diusahan pengembangan bakat itu. Misalnya memilki kemampuan di bidang seni, maka diusahakan untuk disalurkan ke perkumpulan-perkumpulan seniman untuk dapat mengembangkan bakat sekaligus mendapatkan nafkah. D. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan pertanian (perkebunan) dengan menggunakan teknologi biasa atau teknologi tinggi, misalnya industry kulit, industri pembuatan sepatu. Sistem pemasyarakatan menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (selanjutnya disebut UU Pemasyarakatan) adalah: Suatu sistem tatanan mengenai arahan dan batasan serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dan aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga Negara yang baik dan bertanggung jawab. Sistem pemasyarakatan akan mampu mengubah citra negatif sistem kepenjaraan dengan memperlakukan narapidana sebagai subjek sekaligus sebagai objek yang didasarkan pada kemampuan manusia untuk tetap memperlakukan manusia sebagai manusia yang mempunyai eksistensi sejajar dengan menusia lain. Sistem ini menjanjikan sebuah model pembinaan yang humanis, tetap menghargai seorang narapidana secara manusiawi, bukan semata-mata tindakan balas dendam dari negara. Hukuman hilang kemerdekaan kiranya sudah cukup sebagai sebuah penderitaan tersendiri sehingga tidak perlu ditambah dengan penyiksaan hukuman fisik lainnya yang bertentangan dengan hak asasi manusia. Membina narapidana harus menggunakan prinsip-prinsip yang paling mendasar, kemudian dinamakan prinsip-prinsip dasar pembinaan narapidana. Ada empat komponen penting dalam pembinaan narapidana yaitu : 1. Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri. 2. Keluarga, adalah anggota keluarga inti, atau keluarga dekat. 3. Masyarakat, adalah orang-orang yang berada di sekeliling narapidana pada masih di luar lembaga pemasyarakatan/rutan, dapat masyarakat biasa, pemuka masyarakat, atau pejabat setempat. 4. Petugas, dapat berupa petugas kepolisian, pengacara,petugas keagamaan,petugas sosial,petugas lembaga pemasyarakatan, rutan, Balai hakim Wasmat dan lain sebagainya. Menurut Sahardjo dalam konferensi Dinas Kepenjaraan di Lembang Bandung, dalam sepuluh prinsip pembinaan dan bimbingan bagi narapidana. prinsip-prinsip untuk bimbingan dan pembinaan adalah: 1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna dalam masyarakat. 2. Penjatuhan pidana bukan tindakan pembalasan dendam dari Negara. 3. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan bimbingan. 4. Negara tidak berhak membuat seseorang narapidana lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum ia masuk lembaga. 5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenakan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat. 6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu atau hanya diperuntukkan bagi kepentingan lembaga atau neagara saja. Pekerjaan yang diberikan harus ditujukan untuk pembangunan Negara. 7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan asas pancasila. 8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun ia tersesat. Tidak boleh ditujukan kepada narapidana bahwa ia itu penjahat. 9. Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan. 10. Sarana fisik lembaga dewasa ini merupakan salah satu hambatan pelaksanaan sitem pemasyarakatan. Dalam sistem pemasyarakatan, tujuan pemidanaan adalah pembinaan dan bimbingan, dengan tahap-tahap admisi/orientasi, pembinaan dan asimilasi. Tahapan-tahapan tersebut tidak dikenal dalam sistem kepenjaraan. Tahap admisi/orientasi dimaksudkan, agar narapidana mengenal cara hidup, peraturan dan tujuan dari pembinaan atas dirinya, sedang pada tahap asimilasi narapidana diasimilasikan ke tengah-tengah masyarakat di luar lembaga pemasyarakatan. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya penyesuaian diri, agar narapidana tidak menjadi canggung bila keluar dari lembaga pemasyarakatan. Tujuan pembinaan adalah pemasyarakatan, dapat dibagi dalam Enam hal yaitu : A. Setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan tidak lagi melakukan tindak pidana. B. Mampu memotivasi orang lain. Narapidana yang telah mengenal diri sendiri, telah mampu memotivasi diri sendiri, diharapkan mampu memotivasi orang lain, kelompoknya, keluarganya, dan masyarakat sekelilingnya. C. Mampu memiliki kesadaran yang tinggi, baik untuk diri sendiri, keluarga, kelompoknya, masyarakat sekelilingnya, agama, bangsa dan negaranya. D. Memiliki kepercayaan diri yang kuat. Narapidana yang telah mengenal diri sendiri, diharapkan memiliki kepercayaan diri yang kuat. Percaya akan tuhan, percaya bahwa diri sendiri mampu merubah tingkah laku, tindakan, dan keadaaan diri sendiri untuk lebih baik lagi. E. Memiliki tanggung jawab. Mengenal iri sendiri juga merupakan sebuah upaya untuk membentuk rasa tanggung jawab. Jika narapidana telah mampu berpikir, mengambil keputusan dan bertindak maka narapidana harus mampu pula bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya itu. F. Menjadi pribadi yang utuh. Pada tahap terakhir diharapkan narapidana akan menjadi manusia dengan kepribadian yang utuh. Mampu menghadapi segala tantangan, hambatan halangan, rintangan dan masalah apapun dalam setiap langkah dan kehidupannya. Dengan memperhatikan tujuaan pembinaan adalah kesadaran, Nampak jelas bahwa peran narapidana untuk merubah diri sendiri sangat menonjol sekali.Perubahan bukan karena dipaksa oleh pembinanya, tetapi atas kesadaran diri sendiri. Pola pembinaan sebagaimana yang dtempuh ini, merupakan suatu penggabungan antara pembinaan intra dan ekstra yang menyangkut: (1) Kepribadian, (2) Kesadaran berbangsa dan bernegara (3) Kemampuan intelektual, keterampilan dan kemandirian. BAB V PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Palembang dapat disimpulkan bahwa: 1. Pembinaan yang dilakukan di Lapas Wanita Klas IIA Palembang sudah efektif, telah sesuai dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yang mana pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Pembinaan yang dilaksanakan di lapasWanita klas IIA Palembang yakni pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Pembinaan Kepribadian yang diberikan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Palembang adalah Pendidikan Agama, Pendidikan Olahraga, Serta pembinaan kemandirian yang dilaksanakan ialah Pembuatan cendramata, pembuatan kain songket, pembuatan kursi sofa, pembuatan baju batik dll. 2. Berdasarkan hasil pengamatan langsung maupun wawancara yang dilakukan, penulis menemukan berbagai macam hambatan yang dihadapi Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Palembang antara lain: • Ruang Rehabilitasi (sakau) dan ruang isolasi • Luas Lahan • Jumlah Petugas/Tenaga Kesehatan • Kapasitas Klinik Kesehatan • Jumlah Blok Hunian • Motivasi Narapidana. Saran Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Palembang, maka perlu dikemukakan beberapa saran sebagai sumbangan pemikiran bagi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Palembang. Adapun saran-saran yang penulis sampaikan adalah sebagai berikut : 1. Dalam penanggunalangan penyalahgunaan narkoba memerlukan banyak penyuluh maka dari itu jumlah penyuluh perlu adanya penambahan tenaga penyuluh yang lebih memadai. 2. Dalam melaksanakan kegiatan perlunya perhatian ekstra dari para pegawai demi tercapaian tujuan yang ingin dicapai. 3. Peran aktif orang tua dalam keluarga dengan memberikan pengetahuan dan bimbingan nilai-nilai agama sejak dini, dan juga orang tua haru bisa dicontoh atau menjadi panutan bagi anak-anaknya. 4. Orang tua memberikan pengawasan secara berkala terhadap pergaulan anak-anaknya dilingkungan dimana mereka tinggal. Daftar Pustaka Harsono, C.I., Sistem Baru Pembinaan Narapidana, op cit, Hlm .51. Josias, A. dan Simon R-Thomas Sunaryo, 2010, Studi Kebudayaan Lembaga Pemasyarakatan Di Indonesia, Lubuk Agung, Bandung, h.1 Lamintang, P.A.F. dan Theo Lamintang, 2010, Hukum Penitensier Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h.165Setiabudy, Marlina, 2011, Hukum Penitensier, Rafika Aditama, Bandung, h.124. Poernomo, Bambang, Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem Pemasyarakata, Liberty, Yogyakarta, 1986, hal.250 Priyatno, Dwidja,Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia.Refika Aditama.2009.Hlm 31-33. Tolib, 2010, Pokok-pokok Hukum Penitensier Indonesia, Alfabeta, Bandung, h.99 Undang-Undang Pasal I ayat 3Undang-Undang No.12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Undang-Undang No. 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. 3 Lampiran

1 komentar:

  1. makasih kk..laporannya sangat bermanfaat buat adik tingkat kami juga magang disana soalny hehe

    BalasHapus