Senin, 08 Juni 2015

Laporan PPL ( Fak. Dakwah dan Komunikasi)

LAPORAN KEGIATAN PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) DI JAKARTA-BANDUNG 3-8 JUNI 2014 DISUSUN O L E H KELOMPOK: KETUA : A. HATIMI (11521001) ANGGOTA : 1. ROMADON DWI ZAHRI (11521008) 2. SULAIMAN (11521009) 3. LILIS SYAFITRI (11521702) BPI-KESEJAHTRAAN SOSIAL FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN RADEN FATAH PALEMBANG TAHUN AKADEMIK 2014 LEMBAR PENGESAHAN PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN Proses Rehabilitasi Bagi Pecandu dan Penyalahguna Narkoba di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional ( BNN ) Obyek Penelitian : Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional ( BNN ) Alamat : Jl Hr Edi Sukma Desa Wates Jaya Kec. Cigombong Kab. Bogor Jawa Barat 16740 Waktu penelitian : 05 Juni 2014 Setelah membaca dan meneliti laporan kegiatan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Raden Fatah Palembang Tahun Akademik 2014 yang disusun oleh : Pelaksana : 11521001 A. Hatimi 11521008 Romadon dwi zahri 11521009 Sulaiman 11521702 Lilis syafitri Disetujui oleh Palembang, 27 Juni 2014 Dosen Pembimbing Lapangan I Dosen Pembimbing Lapangan II Aminullah Cik Sohar, M.Pd.I Ainur Rofik, M.Si NIP.195309231980031002 NIP. 197906192007101005 Ketua Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam Neni Novizah, M.Pd NIP.197903042008012012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, atas limpahan rahmad dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) tentang “Proses Rehabilitasi Bagi Pecandu dan Penyalahgunaan Narkoba di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN)“ Laporan ini disusun sebagai salah satu tugas mata pelajaran Praktek Propesi Lapangan Dakwah. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Yth: 1. Dr. Kusnadi, MA. Selaku Dekan Fakultas Dakwah. 2. Drs. Musrin, M.Hum. Selaku Dosen Pembimbing PPL. 3. Neni Novizah, M.Pd. Selaku Kajur Bimbingan Penyuluhan Islam. 4. Ainur Rofik, M.Si. Selaku Pembimbing Akademik. 5. Orang tua kami yang telah membantu baik moril maupun materil. 6. Teman-teman satu kelompok yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman kami untuk lebih baik dalam penulisan laporan berikutnya. Palembang, 27 Juni 2014 Data Tabel 1.1 Data Residen Berdasarkan Jenis Penyalahgunaan Zat Tahun 2007-2013 1.2 Data Residen berdasarkan Pendidikan Tahun 2007-2013 1.3 Data Residen berdasarkan Usia Tahun 2007-2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rehabilitasi adalah program untuk membantu memulihkan orang yang memilki penyakit kronis baik dari fisik ataupun psikologisnya. Pusat Rehabilitasi menggunakan berbagai metode yang berbeda terhadap si pasien, perawatan pun disesuaikan menurut penyakit si pasien dan seluk-beluk dari awal terhadap si pasien tersebut. Waktu juga menentukan perbedaan perawatan antar pasien. Para pasien yang masuk di pusat Rehabilitasi kebanyakan menderita rendah diri dan kurangnya pandangan positif terhadap kehidupan, oleh karena itu psikologi memainkan peranan yang sangat besar dalam program Rehabilitasi. Salah satu tempat rehabilitasi yang terdapat di kota Bandung adalah Rumah Cemara, Rumah Cemara merupakan sebuah lembaga non-profit yang bertujuan membantu masyarakat, khususnya Jawa Barat, dalam menghadapi masalah-masalah pemakaian obat. Kurangnya informasi dalam hal cara penanganan menjadi masalah tersendiri, Oleh karena itu perlu diwujudkan lingkungan yang mendukung. Di Indonesia lingkungan yang paling penting adalah keluarga. Kesediaan keluarga untuk menerima remaja yang pernah menggunakan narkoba di tengah keluarga merupakan dukungan yang amat berharga. hidup dengan bekal pendidikan yang terbatas. Bagi korban ketergantungan narkoba diperlukan layanan yang terpadu untuk membawa mereka kembali ke tengah masyarakat. Layanan ini biasanya mampumembantu untuk melepaskan dirinya dari jeratan narkoba dan bisa kembali bersosialisasi di tengah masyarakat. Sampai saat ini masalah penyalahgunaan narkoba pada remaja di indonesia adalah ancaman yang sangat mencemaskan bagi keluarga khususnya dan suatu bangsa pada umumnya. Pengaruh narkoba sangatlah buruk, baik dari segi kesehatan pribadinya maupun dampak sosial yang ditimbulkannya. Para remaja korban narkoba akan menanggung beban psikologis dansosial. Oleh karena itu solusi yang perlu dilakukan dengan cara menginformasikan tempat rehabilitasi guna menyediakan tempat untuk membantu dalam hal pemulihan bagi para pengguna. B. Ruang Lingkup Ruang lingkup pada laporan Praktek Pengalaman Lapangan ini adalah berkenaan dengan Proses Rehabilitasi Bagi Pecandu dan Penyalahgunaan Narkoba di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN). C. Tujuan Tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah memberikan pemahaman mengenai bahaya dari penyalahgunaan Narkoba, membuka wawasan supaya mendapatkan metode baru dalam cara penanganan penyalahgunaan atau pecandu Narkoba. D. Manfaat Manfaat dari penelitian yaitu memberikan pengetahuan kepada keluarga maupun masyarakat mengenai proses, tempat rehabilitasi Bagi Pecandu dan Penyalahgunaan Narkoba, mengetahui berbagai macam metode yang telah di terapkan diBalai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional. E. Metodologi Sumber data pada penelitian ini yaitu - Sumber data primer; yaitu data yang diperoleh langsung dari dokter, psikiater, residen, pembicara. - Sumber data Sekunder; yaitu data yang diperoleh dari dokumentasi Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional. Metode pengumpulan Data a. Observasi peneliti menggunakan metode ini untuk mengumpulkan data dengan melihat langsung proses Rehabilitasi dengan menggunakan medi gambar, visual. b. Wawancara peneliti menggunakan metode ini untuk mengumpulkan data dengan wawancara langsung dengan Dokter, Psikiater, Residen serta pihak yang terkait dalam Proses Rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional. c. Dokumentasi peneliti menggunakan metode ini untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan Proses Rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional serta catatan-catatan penting lainya yang berhubungan dengan penelitian ini. F. Sistematika Penulisan Pada penelitian ini peneliti membagi beberapa bagian yaitu bagian awal, bagian utama dan bagian akhir. • Bagian awal yang berisi Halaman Sampul, Halaman Logo (Logo Timbul), Halaman Judul (sama dengan halaman sampul), Halaman Pengesahan, Kata Pengantar, Daftar Isi, Daftar Gambar, Daftar Lampiran, Daftar Lainnya. • Bagian Utama yang berisi inti permasalahan penelitian yaiu BAB I PENDAHULUAN: yang berisi Latar Belakang, Ruang Lingkup, Tujuan dan Manfaat, Metodologi, Sistematika Penulisan. BAB II TUJUAN UMUM: yang berisi Gambaran umum BNN, Struktur Organisasi, Sejarah BNN, Sistem yang sedang berjalan. BAB III URAIAN KEGIATAN: yang berisi Uraian kegiatan PPL BAB IV PEMBAHASAN MASALAH: yang berisi Permasalahan, Usulan pemecahan masalah, Desain dan hasilnya. BAB V PENUTUP: yangb berisi Kesimpulan, Saran • Bagian akhir yang berisi Daftar Pustaka, Lampiran, Foto Kegiatan. BAB II TUJUAN UMUM A. Gambaran umum BNN Latar Belakang BNN Keberadaan Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional merupakan pusat rujukan nasional pelaksanaan rehabilitasi bagi penyalah guna dan/atau pecandu narkoba secara profesional yang berfungsi melaksanakan pelayanan rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan/atau pecandu narkoba dan Balai ini dipimpin oleh Kepala Balai Besar Rehabilitasi BNN. Dalam upaya mencapai visi “Indonesia Bebas Narkoba Tahun 2015”, UPT T&R BNN berperan serta dalam penanganan rehabilitasi korban penyalah guna dan atau pecandu narkotia, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Balai Besar Rehabilitasi BNN juga berfungsi sebagai pusat rujukan dalam hal pelayanan secara terpadu meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial terhadap korban penyalah guna dan / atau pecandu narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya, memfasilitasi pengkajian dan pengembangan rehabilitasi, serta memberikan bantuan informasi dalam rangka pemutusan jaringan peredaran gelap narkoba. Pelaksanaan pelayanan di Balai Besar Rehabilitasi BNN bagi pecandu dan penyalahguna narkoba menggunakan sistem one stop center (pelayanan satu atap) terdiri dari pelayanan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial dalam satu atap. Pada pelayanan rehabilitasi sosial menggunakan metode Therapeutic Community (TC) dengan kapasitas daya tampung berjumlah 500 orang. Target kinerja yang harus dicapai Balai Besar Rehabilitasi didukung dengan Anggaran Penggunaan Belanja Negara (APBN), yang merupakan penjabaran dari visi, misi, dan tujuan yang telah dituangkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Tahun 2010–2014 dan Rencana Kerja (Renja) Tahun 2011. Pengukuran pencapaian kinerja bertujuan untuk mendorong instansi pemerintah dalam meningkatkan transparansi, akuntabilitas dan efektifitas dari kebijakan dan program serta dapat menjadi masukan dan umpan balik bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka meningkatkan kinerja instansi pemerintah sebagai salah satu perwujudan tekad untuk senantiasa bersungguh-sungguh mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip “good governance” dengan mengguakan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Rehabilitasi berarti pemulihan kapasitas fisik dan mental kepada kondisi / keadaan sebelumnya. Bagi seorang penyalahguna atau pecandu narkoba, rehabilitasi merupakan sebuah proses yang harus dijalani dalam rangka full recovery (pemulihan sepenuhnya), untuk hidup normatif, mandiri dan produktif di masyarakat. Rehabilitasi berkelanjutan seorang pecandu narkoba diawali oleh tahapan rehabilitasi medis yang bertujuan memulihkan kesehatan fisik dan psikis / mental seorang pecandu narkoba melalui layanan kesehatan dan terapi medis / psikiatris. Tahapan selanjutnya yaitu rehabilitasi sosial yang bertujuan mengintegrasikan (menyatukan) kembali seorang pecandu narkoba ke dalam kehidupan masyarakat dengan cara memulihkan proses berpikir, berperilaku, dan beremosi sebagai komponen kepribadiannya agar mampu berinteraksi di lingkungan sosialnya (dalam lingkungan rehabilitasi). Berikutnya adalah tahapan bina lanjut (aftercare) yang merupakan serangkaian kegiatan positif dan produktif bagi seorang pecandu narkoba setelah menjalani tahap pemulihan (rehabilitasi medis dan sosial). Tahapan bina lanjut merupakan bagian yang integral (menyatu) dalam rangkaian rehabilitasi ketergantungan narkoba dan tidak dapat dianggap sebagai bentuk terapi yang berdiri sendiri. Hal ini berkaitan dengan pemahaman umum bahwa setelah seorang pecandu menjalani program rehabilitasi di tempat rehabilitasi, mereka masih memerlukan pendampingan agar proses reintegrasi ke masyarakat dapat berlangsung sesuai dengan tujuan untuk dapat hidup normatif, mandiri dan produktif. Pada kenyataannya terapi ketergantungan narkoba tidak berhenti di dalam tempat rehabilitasi melainkan terus berlanjut sampai seorang residen kembali ke masyarakat dengan menjalani hidup sehat dan menjadi manusia yang produktif. Seorang pecandu narkoba dapat mengikuti program rehabilitasi dengan didasarkan atas kesadaran sendiri, hasil penjangkauan, program wajib lapor, tersangka yang sedang menjalani proses penyidikan dan penuntutan, terdakwa yang sedang menjalani proses persidangan, dan terpidana yang telah mendapat penetapan atau keputusan hakim. VISI : Menjadi Pusat Rujukan Nasional Pelaksanaan Rehabilitasi Bagi Penyalahguna dan/atauPecandu Narkoba Secara Profesional. MISI : 1. melaksanakan pelayanan secara terpadu rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan/atau pecandu narkoba; 2. memfasilitasi pengkajian dan pengembangan rehabilitasi; 3. melaksanakan pelayanan program wajib lapor pecandu; 4. memberikan dukungan informasi dalam rangka pelaksanaan pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Kedudukan Balai Besar Rehabilitasi BNN : Tanggal 31 Oktober 1974 diresmikan oleh Ibu Tien Suharto, realisasi Bakolak Inpres No: 6 Tahun 1971 sebagai Pilot Project DKI Jakarta, dengan nama Wisma Pamardi Siwi yang berfungsi sebagai tahanan wanita & anak-anak nakal sebelum diperkarakan / diajukan ke pengadilan. SKEP Kapolri No. Pol. Skep/108/VII/1985 tentang perubahan struktur organisasi Polri Dinas Pamardisiwi (Rumwatik Pamardisiwi Sebagai tempat rehabilitasi sosial bagi anak nakal dan korban narkoba. Tahun 1997 dikembangkan Klinik Nazatra Disdokkes Polda Metro Jaya, sebagai pendukung pelayanan dalam bidang rehabilitasi medis dalam rangka pelayanan terpadu (medis dan sosial). Keppres RI No: 17 tahun 2002 tentang BNN tanggal 25 Januari disempurnakan dengan Kep. No: 20/XII/2004/BNN tentang Unit T & R Balai Kasih Sayang Pamardisiwi. Peraturan Ketua Badan Narkotika Nasional Nomor : PER/02/XI/2007/BNN tanggal 15 November 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Terapi dan Rehabilitasi BNN. Berdasarkan Peraturan Kepala BNN No. 02 tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Rehabilitasi BNN, maka nama UPT Terapi dan Rehabilitasi diubah menjadi Balai Besar Rehabilitasi BNN. Tugas Pokok : Melaksanakan pelayanan secara terpadu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, fasilitasi pengkajian dan pengembangan rehabilitasi, dan pelayanan wajib lapor serta memberikan dukungan informasi dalam rangka pelaksanaan pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya, untuk selanjutnya disebut P4GN Fungsi : • penyusunan perencanaan, program dan anggaran Balai Besar Rehabilitasi BNN; • penyusunan dan perumusan pedoman pelaksanaan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial terhadap korban penyalah guna dan/atau pecandu narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya;fasilitasi magang, pengkajian, penelitian dan pengembangan rehabilitasi; • pelayanan wajib lapor serta memberikan dukungan informasi dalam rangka pelaksanaan P4GN pemutusan jaringan peredaran gelap narkoba; • pelaksanaan pengkajian, pengembangan dan uji coba metode rehabilitasi guna peningkatan efektifitas dan efisiensi proses rehabilitasi; • pelaksanaan pelayanan rehabilitasi medis dan penunjang medis; • pelaksanaan pelayanan rehabilitasi sosial dan penunjang rehabilitasi sosial; • pelaksanaan pusat rujukan bagi fasilitasi rehabilitasi korban penyalah guna dan/atau pecandu narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya milik pemerintah, swasta dan lembaga swadaya masyarakat lainnya; • pelaksanaan penyelenggaraan database di lingkungan Balai Besar Rehabilitasi BNN; • pelaksanaan ketatausahaan dan rumah tangga Balai Besar Rehabilitasi BNN; • pelaksanaan evaluasi dan pelaporan perencanaan, program dan anggaran Balai Besar Rehabilitasi BNN. Syarat Calon Residen 1. Berusia 17 - 45 tahun. Jika diluar usia tersebut akan diputuskan oleh tim. 2. Calon residen adalah korban penyalahguna narkoba yang ditunjukkan dengan hasil tes urine prositif (+), atau memiliki riwayat penggunaan narkoba dalam dua belas bulan terakhir. 3. Tidak memiliki gangguan jiwa berat yang dibuktikan dengan hasil pemeriksaan medis atau rekomendasi psikiater/RS Jiwa. 4. Tidak memiliki cacat fisik atau penyakit kronis dan akut yang mengganggu dalam mengikuti program rehabilitasi. 5. Calon residen dengan didampingi orang tua/wali sebagai penanggungjawab. 6. Calon residen yang bekerja/kuliah/sekolah wajib menyertakan surat cuti dari tempat kerja/kuliah/sekolah. 7. Calon residen kiriman instansi wajib membawa surat pengantar resmi dari instansi yang mengirim. 8. Calon residen yang berasal dari anggota (kepolisian/angkatan) wajib menyertakan surat pengantar dari kesatuan. 9. Calon residen yang berasal dari putusan pengadilan wajib diantar oleh petugas kejaksaan dengan membawa surat putusan dari pengadilan. 10. Calon residen “bantaran” wajib diantar oleh penyiclik dengan membawa surat pengantar resmi. 11. Calon residen wajib mengikuti rehabilitasi sampai dengan komplit program. 12. Orangtua/wali wajib menghadiri pertemuan yang dijadwalkan oleh petugas Balai Besar Rehabilitasi BNN a.l family dialogue (FD), konseling keluarga, family support groups (FSG), kunjungan keluarga, dll. 13. Residen datang dengan membawa: • Foto copy KTP calon residen dan orangtua/wali masing~masing 2 lembar. • Foto copy Kartu Keluarga (KK) 2 Iembar. • Pas foto calon residen berwarna ukuran 4x6 sebanyak 2 Iembar. • Materai Rp 6ooo,- sebanyak 4 Iembar. • Surat pengantar dari BNNP/BNNK (Jika belum membawa bisa disusulkan). Asesmen / Screening Intake Asesmen merupakan suatu tindakan penilaian untuk mengetahui kondisi residen akibat penyalah gunaan narkoba yang meliputi aspek medis dan aspek sosial. Asesmen dilakukan dengan cara wawancara, observasi, serta pemeriksaan fisik dan psikis residen. Wawancara menggunakan format asesmen yang berlaku/standar yang terdapat dalam PP 25 tahun 2011 tentang wajib lapor dan sesuai dengan format Adiction Severity Index (ASI). Sedangkan observasi meliputi atas perilaku, proses berfikir dan emosi pecandu narkoba. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik diakhiri dengan penyusunan rencana terapi. Di bawah ini adalah tahapan pelaksanaan asesmen terhadap penyalah guna narkoba : 1. Pemeriksaan urin atau rambut untuk mengetahui jenis narkoba dan riwayat penyalah gunaan narkoba. 2. Wawancara menggunakan format asesmen yang berlaku / standar dalam PP 25 tahun 2011 tentang wajib lapor dan sesuai dengan format Adiction Severity Index (ASI) yang meliputi riwayat kesehatan, riwayat pekerjaan / dukungan hidup, riwayat penggunaan narkoba, riwayat keterlibatan pada tindak kriminalitas, riwayat keluarga dan sosial, serta riwayat psikiatris pecandu narkoba. 3. Pemeriksaan fisik. 4. Pemberian terapi simptomatik jika diperlukan. Pemberian terapi simptomatik tidak harus didahului oleh asesmen, jika kondisi fisik tidak memungkinkan asesmen dapat ditunda dengan mendahulukan penanganan kegawatdaruratan dan terapi simptomatik. 5. Rencana terapi. Setelah melakukan asesmen, beberapa hal yang harus dilakukan oleh petugas / asesor berdasarkan diagnosis kerja yang ditentukan dan berdasarkan hasil asesmen, petugas / asesor harus menyusun rencana terapi dan kemungkinan melakukan kasus rujukan terkait kondisi fisik, psikis, dan sosial residen. Asesor dapat menentukan lebih dari satu tindakan yang tertera : • Asesmen lanjutan / mendalam. • Evaluasi psikologis. • Program detoksifikasi. • Wawancara motivasional. • Intervensi singkat. • Terapi rumatan (tidak dilakukan di lingkungan BNN). • Rehabilitasi rawat inap. • Konseling. • Dan lain-lain. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fungsi-fungsi organ tubuh dan pemeriksaan penunjang jika diperlukan. Asesmen dapat dilakukan pada tahap awal, proses, dan setelah rehabilitasi yang dilakukan sekurang-kurangnya 6 bulan sekali. Asesmen bersifat rahasia dan dilakukan oleh tim dengan dokter sebagai penanggungjawab. Pelaksanaan asesmen tidak hanya dilakukan di Balai Besar Rehabilitasi BNN namun dapat juga dilakukan di perwakilan BNN di daerah (BNNP dan BNNK / Kota). Detoksifikasi Penegak hukum, layanan kesehatan, penyalahguna narkoba, layanan kesehatan mental, dan berbagai sistem lainnya mempunyai pengertian mengenai detoksifikasi yang berbeda-beda. Secara umum istilah detoksifikasi adalah suatu rangkaian intervensi yang bertujuan untuk menatalaksanakan kondisi akut dari intoksikasi (keracunan) maupun putus zat diikuti dengan pembersihan zat dari tubuh penyalahguna atau ketergantungan narkoba. Program detoksifikasi akan dapat meminimalisasi dampak terhadap fisik yang disebabkan oleh penggunaan narkoba. Proses detoksifikasi dalam keadaan normal dilaksanakan paling lama 2 (dua) minggu di tempat yang telah disiapkan sedemikian rupa dengan mengutamakan aspek kesehatan dan keselamatan residen. Proses detoksifikasi merupakan metode rehabilitasi medis yang dilaksanakan oleh petugas yang telah memiliki kualifikasi tertentu sesuai dengan standar yang berlaku. Entry Unit Tahap Entry Unit adalah tahap pengenalan dan adaptasi terhadap lingkungan baru di tempat rehabilitasi. Tujuan utama tahap orientasi adalah melakukan penyesuaian diri dengan program rehabilitasi TC. Kegiatan komunitas pada tahap orientasi berfokus pada penyesuaian diri melalui beberapa strategi spesifik, yaitu isolasi relatif, intervensi krisis, orientasi fokus dan konseling. Tahap ini berlangsung paling lama 2 minggu. Selama masa orientasi dilakukan pemantauan dan evaluasi untuk menilai kesiapan residen dapat diterima atau tidak untuk mengikuti tahapan berikutnya. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi sesuai dengan prosedur teknis yang ada. Kriteria penyelesaian tahap orientasi : • Residen dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan termasuk hubungan dengan manusia dan alam sekitar. • Residen dapat tahu dan paham serta taat terhadap peraturan yang berlaku di tempat rehabilitasi. Rumah Dampingan Residen tinggal di rumah dampingan ini dengan sesama residen lainnya yang telah mengikuti program pascarehabilitasi minimal 10 orang didampingi Konselor, Pekerja Sosial dan Tenaga Medis. Konselor, Pekerja sosial dan Tenaga medis berperan sebagai pendamping, bertugas memantau dan membimbing bila timbul permasalahan pribadi yang berkaitan dengan pekerjaan dan keluarga. Selama tinggal di Rumah Dampingan ini residen secara berkala mengikuti test urine dan rambut untuk mendeteksi kemungkinan penggunaan narkoba kembali (kekambuhan). Residen tinggal di Rumah Dampingan ini selama 2 (dua) bulan dan selama tinggal residen dapat mengunjungi keluarga yang tinggal di satu daerah/kota. Sedangkan yang memiliki keluarga di luar daerah/kota, dapat diberikan waktu kunjungan selama 3 (tiga) hari dilengkapi dengan surat jalan diketahui pejabat BNNP atau BNNK/Kota setempat. Re-Entry Tahap Re-Entry adalah tahapan akhir dalam program TC, dimana residen berada dalam tahap adaptasi dan kembali bersosialisasi dengan masyarakat luas di luar komunitas residensial yang dipersiapkan melalui program pola hidup sehat dan produktif berbasis konservasi alam (hutan dan laut). B. Struktur Organisasi BNN C. Sejarah BNN Sejarah penanggulangan bahaya Narkotika dan kelembagaannya di Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelligen Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi 6 (enam) permasalahan nasional yang menonjol, yaitu pemberantasan uang palsu, penanggulangan penyalahgunaan narkoba, penanggulangan penyelundupan, penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, pengawasan orang asing. Berdasarkan Inpres tersebut Kepala BAKIN membentuk Bakolak Inpres Tahun 1971 yang salah satu tugas dan fungsinya adalah menanggulangi bahaya narkoba. Bakolak Inpres adalah sebuah badan koordinasi kecil yang beranggotakan wakil-wakil dari Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, dan lain-lain, yang berada di bawah komando dan bertanggung jawab kepada Kepala BAKIN. Badan disediakan berdasarkan kebijakan internal BAKIN. Pada masa itu, permasalahan narkoba di Indonesia masih merupakan permasalahan kecil dan Pemerintah Orde Baru terus memandang dan berkeyakinan bahwa permasalahan narkoba di Indonesia tidak akan berkembang karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber-Pancasila dan agamis. Pandangan ini ternyata membuat pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia lengah terhadap ancaman bahaya narkoba, sehingga pada saat permasalahan narkoba meledak dengan dibarengi krisis mata uang regional pada pertengahan tahun 1997, pemerintah dan bangsa Indonesia seakan tidak siap untuk menghadapinya, berbeda dengan Singapura, Malaysia dan Thailand yang sejak tahun 1970 secara konsisten dan terus menerus memerangi bahaya narkoba. Menghadapi permasalahan narkoba yang berkecenderungan terus miningkat, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, Pemerintah (Presiden Abdurahman Wahid) membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintah terkait. BKNN diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) secara ex-officio. Sampai tahun 2002 BKNN tidak mempunyai personil dan alokasi anggaran sendiri. Anggaran BKNN diperoleh dan dialokasikan dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), sehingga tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal. BKNN sebagai badan koordinasi dirasakan tidak memadai lagi untuk menghadapi ancaman bahaya narkoba yang makin serius. Oleh karenanya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional, BKNN diganti dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN, sebagai sebuah lembaga forum dengan tugas mengoordinasikan 25 instansi pemerintah terkait dan ditambah dengan kewenangan operasional, mempunyai tugas dan fungsi: 1. mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba; dan 2. mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba. Mulai tahun 2003 BNN baru mendapatkan alokasi anggaran dari APBN. Dengan alokasi anggaran APBN tersebut, BNN terus berupaya meningkatkan kinerjanya bersama-sama dengan BNP dan BNK. Namun karena tanpa struktur kelembagaan yang memilki jalur komando yang tegas dan hanya bersifat koordinatif (kesamaan fungsional semata), maka BNN dinilai tidak dapat bekerja optimal dan tidak akan mampu menghadapi permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius. Oleh karena itu pemegang otoritas dalam hal ini segera menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Propinsi (BNP) dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota (BNK), yang memiliki kewenangan operasional melalui kewenangan Anggota BNN terkait dalam satuan tugas, yang mana BNN-BNP-BNKab/Kota merupakan mitra kerja pada tingkat nasional, propinsi dan kabupaten/kota yang masing-masing bertanggung jawab kepada Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota, dan yang masing-masing (BNP dan BN Kab/Kota) tidak mempunyai hubungan struktural-vertikal dengan BNN. Merespon perkembangan permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius, maka Ketetapan MPR-RI Nomor VI/MPR/2002 melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Tahun 2002 telah merekomendasikan kepada DPR-RI dan Presiden RI untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR-RI mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebagai perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 1997. Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tersebut, BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika. Berdasarkan undang-undang tersebut, status kelembagaan BNN menjadi Lembaga Pemerintah Non-Kementrian (LPNK) dengan struktur vertikal ke propinsi dan kabupaten/kota. Di propinsi dibentuk BNN Propinsi, dan di kabupaten/kota dibentuk BNN Kabupaten/Kota. BNN dipimpin oleh seorang Kepala BNN yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. BNN berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Kepala BNN dibantu oleh seorang Sekretaris Utama, Inspektur Utama, dan 5 (lima) Deputi yaitu Deputi Pencegahan, Deputi Pemberdayaan Masyarakat, Deputi Rehabilitasi, Deputi Pemberantasan, dan Deputi Hukum dan Kerja Sama. Sistem Kerja BNN Proses Rehabilitasi Residen dimulai dari Kesadaran Sendiri dari Residen untuk di Rehabilitasi, Wajib Lapor, Sdg dalam Proses Sidik, dan juga Penetapan /Keputusan Hakim, selanjutnya Residen Pecandu/penyalahguna Narkoba di tempatkan di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Naional ( BNN ), Lalu setelah itu layanan Pasca Rehabilitasi ada dua basis yaitu ada yang berbasis konservasi hutan dan juga ada yang berbasis konservasi laut, setelah proses selesai dilanjutkan dengan proses Rumah Dampingan atau Rumah Mandiri selanjutnya residen diarahkan atau diberikan pilihan apakah residen memilih untuk bergabung dengan instansi BUMN/Swasta atau Unit Usaha Mandiri Produktif untuk menerapkan atau mengembangkan bakat di instansi tersebut lalu Residen dikembalikan kepada keluarga untuk bisa menjalankan fungsinya sebagai anggota keluarga. Jika Residen kembali Kambuh maka Residen diproses seperti Residen menjalani Rehabilitasi sebelumnya. BAB III URAIAN KEGIATAN Uraian kegiatan PPL Kegiatan PPL di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional ( BNN ) dilaksanakan pada tanggal 05 Juni 2014 pukul ± 10.00 WIB adapun kegaiatan yang kami lakukan mendengarkan pemaparan dari pihak Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional ( BNN ) secara umum menjelaskan mengenai Proses Rehabilitasi yang mencakup/meliputi cara penanganan penyalahgunaan Narkoba, Bahaya Narkoba, Metode rehabilitasi dan pihak Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional ( BNN ) menyampaikan bahwa di BNN membuka peluang yang seluas-luasnya bagi kalangan akademik untuk mengadakan riset dan pengembangan Metode yang mana nantinya akan bermanfaat bagi kalangan akademik sendiri maupun pihak Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional ( BNN ). BAB IV PEMBAHASAN MASALAH Permasalahan Dari hasil pemaparan Pihak Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional ( BNN ) dengan melihat data statistik yang mereka sajikan bahwa data Residen berdasarkan pendidikan Tahun 2007 – 2013 menunjukan persentase yang paling banyak dalam penyalahgunaan Narkoba adalah anak SMA. Selain itu Data Residen yang terlibat dalam penyalahgunaan Narkoba berdasarkan Usia pada tahun 2007 – 2013 menunjukan persentase usia 26-30 yang paling banyak. Usulan pemecahan masalah Memperbanyak tim penyuluh mengenai bahaya penyalahgunaan Narkoba yang melakukan penyuluhan secara rutin terhadap siswa-siswi SMA serta terhadap orang-orang usia produktif, serta penanaman nilai pengetahuan Agama sejak dini, dan pengawasan dari orang tua terhadap lingkungan terhadap lingkungan pergaulan. Desain dan hasilnya Adanya kerjasama antara pihak Sekolah dengan Pihak BNN ataupun pihak yang terkait lainya sehingga terealisasinya program penyuluhan secara rutin terhadap siswa-siswi SMA serta terhadap orang-orang usia produktif supaya dapat meminimalisir bahkan mencegah angka penyalahgunaan Narkoba. BAB V PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional ( BNN ) dapat disimpulkan bahwa: 1. Data Residen beradarkan Jenis Penyalahgunaan Zat Tahun 2007-2013 menunjukan Persentase Zat Methampetamine yang paling tinggi. 2. Data Residen berdasarkan pendidikan Tahun 2007 – 2013 menunjukan persentase yang paling banyak dalam penyalahgunaan Narkoba adalah anak SMA. 3. Data Residen yang terlibat dalam penyalahgunaan Narkoba berdasarkan Usia pada tahun 2007 – 2013 menunjukan persentase usia 26-30 yang paling banyak. Saran Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional ( BNN ), maka perlu dikemukakan beberapa saran sebagai sumbangan pemikiran bagi Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional ( BNN ). Adapun saran-saran yang penulis sampaikan adalah sebagai berikut : 1. Dalam penanggunalangan penyalahgunaan narkoba memerlukan banyak penyuluh maka dari itu jumlah penyuluh perlu adanya penambahan tenaga penyuluh yang lebih memadai. 2. Peran aktif orang tua dalam keluarga dengan memberikan pengetahuan dan bimbingan nilai-nilai agama sejak dini, dan juga orang tua haru bisa dicontoh atau menjadi panutan bagi anak-anaknya. 3. Orang tua memberikan pengawasan secara berkala terhadap pergaulan anak-anaknya dilingkungan dimana mereka tinggal. DAFTAR PUSTAKA Atep Adya Barata, Dasar-dasar Pelayanan Prima, Cetakan ke-2, PT. Gramedia; Jakarta, 2004 Amirin, M.Tatang, Pokok-Pokok Teori Sistem, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2003 Kurniawan, Agung, Transformasi Pelayanan Publik , Yogyakarta, Penerbit Pembaruan 11, 2005 Roni, 2001, Ketika kejahatan Berdaulat: Pendekatan Kriminologi, Sosiologi dan Hukum, Jakarta, PT M2 Print, 2006, Robbin P. Stephen, 2006, Perilaku Organisasi, PT Intan Sejati (Gramedia group), Klaten Parasuraman, et.al, 1985, Sadli, saparinah 1976, Persepsi Sosial Mengenai Perilaku Menyimpang , tesis doktor pada fakultas psikologi univ Indonesia Jakarta . Siswandi Drs, 2011, Pangsa Narkotika Dunia-Indonesia, Jakarta (tanpa penerbit). Tjiptono, Santoso, Singgih dan Fandy, 2001, Riset Pemasaran: Konsep dan Aplikasi dengan SPSS , PT Elex Media Komputindo, Jakarta. LAMPIRAN DAFTAR ISI PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Masalah 1 Ruang Lingkup 2 Tujuan 2 Manfaat 2 Metodologi 2 Sistematika Penulisan 3 BAB II TUJUAN UMUM 4 Gambaran umum BNN 4 Struktur Organisasi BNN 12 Sejarah BNN 13 Sistem yang sedang berjalan 15 BAB III URAIAN KEGIATAN 16 Uraian kegiatan PPL 16 BAB IV PEMBAHASAN MASALAH 17 Permasalahan 17 Usulan pemecahan masalah 17 Desain dan hasilnya 17 BAB V PENUTUP 18 Kesimpulan 18 Saran 18 DAFTAR PUSTAKA 19 Foto Kegiatan 20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar